Sabtu, 07 Juli 2012

Lopian, Puteri Sisingamangaraja XII



Sebuah Monumen berdiri di kota Porsea, Toba Samosir, Sumatera Utara. Monumen itu adalah Monumen Srikandi Lopian.

Pada prasasti monumen itu tertulis:

Seorang gadis belia yang ikut berjuang dan berkorban melawan penjajah Belanda, gugur dalam pertempuran tanggal 17 Juni 1907 di Aek Sibulbulon Pearaja Dairi, dia adalah Putri Lopian.

Ayahandanya Raja Sisingamangaraja XII, saudaranya Patuan Nagari dan Patuan Anggi gugur bersama pejuang lainnya dalam pertempuran tersebut.


Lopian adalah anak ketiga Sisingamangaraja dan satu-satunya anak perempuan. Ibunya adalah Boru Sahala. Ia lahir di Pearaja Dairi desa Sionomhudon. Kota itu adalah pusat perjuangan Sisingamangaraja XII. Lopian sedari kecil bergaul dengan para pejuang termasuk para panglima dari Aceh.

Pada awal tahun 1907, Belanda mulai mendekati Pearaja Dairi. Sisingamangaraja mengungsikan para wanita dan anak-anak ke tempat lain. Ia telah bertekad untuk berjuang mempertahankan Pearaja Dairi.

Lopian saat itu berusia tujuh belas tahun. Ia tidak mau ikut mengungsi karena ingin bersama ayah dan kakak-kakaknya.

Dalam pertempuran tanggal 17 Juni 1907 pejuang Sisingamangaraja terdesak. Pasukan Belanda jauh lebih banyak dan membawa persenjataan yang lebih lengkap.

Konon Sisingamangaraja kebal, tidak dapat dilukai oleh tembakan peluru. Namun ada pantangan yang tidak boleh dilanggarnya, ia tidak boleh terkena darah. Lopian tertembak, sang raja langsung menghampiri dan memeluk putri kesayangannya itu. Akibatnya ia terkena darah Lopian. Ketika tertembak pasukan Belanda, ia pun tewas.

Seluruh pasukan tewas oleh tentara Belanda. Jenazah raja Sisingamangaraja dan kedua puteranya Patuan Nagari dan Patuan Anggi dibawa oleh tentara Belanda ke Balige dan kemudian dimakamkan di Tarutung. Namun jenazah Lopian dan para panglima Aceh ditimbun di jurang. Hingga kini jenazah putri pemberani itu tidak dapat ditemukan.

0 komentar:

Posting Komentar