Jaman dahulu kala, di tepi hutan hiduplah sepasang suami istri yang sudah tua. Karena tidak dikaruniai seorang anak pun mereka sering merasa kesepian. Suatu hari si Ayah menebang kayu di hutan dan membuatkan Ibu sebuah boneka kayu. Ibu sangat senang sekali, dia membuatkan baju untuk boneka itu, menggendongnya bahkan bersenandung meninabobokannya:
Tutuplah matamu yang indah, Teryosha,
Tidurlah anakku sayang!
Semua burung dan ikan,
semua kelinci dan serigala
Telah pulang ke tengah rimba
Tidurlah anakku sayang!
Lama-kelamaan, boneka kayu yang dipanggil Teryosha itu semakin mirip manusia sampai akhirnya dia menjelma menjadi seorang anak laki-laki yang cerdas. Ayah membuatkannya sebuah perahu kecil berwarna putih dengan sepasang dayung berwarna merah. Teryosha menaiki perahu tersebut dan berkata:
Perahu kecilku, lakukanlah apa yang kumau
Bawalah aku ketempat ikan berkumpul.
Perahu kecil itu perlahan-lahan mulai bergerak ke tengah sungai, makin lama makin jauh.
Sejak saat itu setiap hari teryosha pergi memancing. Siang hari ibunya akan datang ke tepi sungai dengan membawa makan siang, lalu mulai bernyanyi memanggil Teryosha:
Sejak saat itu setiap hari teryosha pergi memancing. Siang hari ibunya akan datang ke tepi sungai dengan membawa makan siang, lalu mulai bernyanyi memanggil Teryosha:
Datang dan makanlah, Teryosha anakku,
Ibu bawakan susu, keju, roti, dan madu!
Teryosha, mendengar suara ibunya dari kejauhan, akan segera mendayung perahunya ke tempat ibunya menunggu. Ibu akan mengambil ikan yang ditangkapnya, memberinya makan siang, mengganti pakaiannnya, kemudian membiarkannya berlayar lagi.
Seorang penyihir jahat melihat kejadian itu dan mulai mempelajari apa yang dilakukan ibu saat memanggil Teryosha. Dia ingin sekali menyantap teryosha. Maka, suatu hari dia datang ke tepi sungai dan mulai bernyanyi dengan suaranya yang sember:
Datang dan makanlah, Teryosha anakku,
Ibu bawakan susu, keju, roti, dan madu!
Teryosha tahu bahwa itu bukanlah suara ibunya. Dia memerintahkan perahunya untuk segera menjauhi tempat si penyihir. Penyihir jahat itu lalu pergi ke tempat pandai besi dan memintanya untuk mengubah tenggorokannya sehingga dia bisa memiliki suara seindah suara ibu teryosha. Si pandai besi menuruti kemauan si penyihir. Lalu si penyihir kembali ke tepi sungai dan mulai bernyanyi memanggil Teryosha:
Datang dan makanlah, Teryosha anakku,
Ibu bawakan susu, keju, roti, dan madu!
Kali ini Teryosha mengira kalau itu adalah suara ibunya, karena suaranya memang sangat mirip. Dia mulai mendayung perahunya ke tepi sungai. Dengan mudah si penyihir menangkapnya, memasukkannya ke dalam tas, dan membawanya ke tengah hutan.
Di tengah hutan ada sebuah gubuk tempat si penyihir tinggal bersama anak gadisnya yang bernama Alynoka. Penyihir menyuruh anaknya menyalakan oven dan memanggang Teryosha untuk makan malam, lalu dia pergi lagi.
Alyonka mulai menyalakan api. Ketika api membesar dan sudah sangat panas, dia menyuruh teryosha untuk berbaring di atas panggangan. Tapi Teryosha hanya duduk di atasnya, merentangkan tangan dan kakinya sehinggga Alyonka tidak bisa memasukkan panggangan tersebut ke dalam oven.
“Aku menyuruhmu berbaring,” bentak alyonka.
“Aku tidak tahu bagaimana cara berbaring. Coba tunjukan padaku…”, jawab Teryosha.
“Berbaringlah seperti kucing dan anjing tidur,” kata alyonka.
“Kalau begitu tunjukkan padaku, aku belum mengerti,” pinta Teryosha.
Alyonka lalu berbaring di atas panggangan, dan Teryosha dengan cepat mendorongnya ke dalam oven, menutup dan menguncinya rapat-rapat. Dia berlari keluar dan memanjat sebuah pohon oak tua, karena dia melihat kedatangan si penyihir di kejauhan.
Alyonka mulai menyalakan api. Ketika api membesar dan sudah sangat panas, dia menyuruh teryosha untuk berbaring di atas panggangan. Tapi Teryosha hanya duduk di atasnya, merentangkan tangan dan kakinya sehinggga Alyonka tidak bisa memasukkan panggangan tersebut ke dalam oven.
“Aku menyuruhmu berbaring,” bentak alyonka.
“Aku tidak tahu bagaimana cara berbaring. Coba tunjukan padaku…”, jawab Teryosha.
“Berbaringlah seperti kucing dan anjing tidur,” kata alyonka.
“Kalau begitu tunjukkan padaku, aku belum mengerti,” pinta Teryosha.
Alyonka lalu berbaring di atas panggangan, dan Teryosha dengan cepat mendorongnya ke dalam oven, menutup dan menguncinya rapat-rapat. Dia berlari keluar dan memanjat sebuah pohon oak tua, karena dia melihat kedatangan si penyihir di kejauhan.
Penyihir itu sangat kelaparan, dia segera membuka pintu oven dan melahap alyonka dengan rakusnya. Karena merasa kekenyangan dia keluar dan mulai bersenandung :
Ku akan bermalas-malasan dan berbaring tenang,
Dengan daging Teryosha aku senang dan kenyang !
Teryosha menjawab lirih dari atas pohon oak:
“ Dengan daging Alyonka kamu kenyang! ”
“Ah, itu hanya suara angin,” pikir si penyihir, maka dia terus bersenandung:
Ku akan bermalas-malasan dan berbaring tenang,
Dengan daging Teryosha aku senang dan kenyang ! Dan Teryosha menjawab lagi: ” Dengan daging Alyonka kamu kenyang!”
Penyihir mendongak dan melihat Teryosha duduk di atas pohon. Dia sangat marah lalu berlari ke pohon dan mencoba merobohkannya dengan cara menggigitnya. Dia terus menggigiti pohon oak sampai gigi depannya patah.
Dia berlari ke pandai besi: “Buatkan aku gigi besi.”
Pandai besi membuatkan 2 gigi besi dan memasangkannya. Lalu si penyihir menggigiti pohon oak lagi.
Dia terus menggigiti pohon oak sampai 2 gigi bawahnya patah. Dia meminta pandai besi membuatkannya dua gigi besi lagi, yang lalu dipasangnya. Lalu kembali menggigiti pohon oak tersebut. Semakin lama semakin cepat, hingga pohon oak itu mulai bergoyang-goyang dan hampir tumbang.
“Apa yang harus kulakukan?” pikir Teryosha.
Tiba-tiba dia melihat sekawanan angsa liar terbang melintas, maka Teryosha memohon bantuan pada mereka:
Dia berlari ke pandai besi: “Buatkan aku gigi besi.”
Pandai besi membuatkan 2 gigi besi dan memasangkannya. Lalu si penyihir menggigiti pohon oak lagi.
Dia terus menggigiti pohon oak sampai 2 gigi bawahnya patah. Dia meminta pandai besi membuatkannya dua gigi besi lagi, yang lalu dipasangnya. Lalu kembali menggigiti pohon oak tersebut. Semakin lama semakin cepat, hingga pohon oak itu mulai bergoyang-goyang dan hampir tumbang.
“Apa yang harus kulakukan?” pikir Teryosha.
Tiba-tiba dia melihat sekawanan angsa liar terbang melintas, maka Teryosha memohon bantuan pada mereka:
Oh, teman-teman baikku, angsa-angsa yang cantik,
Tolong bawalah aku pulang ke tempat ibiku yang baik!
Tetapi angsa-angsa itu menjawab: “Nanti ada sekawanan angsa lagi yang terbang di belakang kami, mereka lebih muda dan kuat daripada kami, mereka pasti bisa membawamu”.
Penyihir yang mendengar jawaban si angsa, tertawa sinis, dan menggigiti pohon oak lebih keras lagi.
Sekawanan angsa yang lain datang lagi, Teryosha kembali memohon:
Penyihir yang mendengar jawaban si angsa, tertawa sinis, dan menggigiti pohon oak lebih keras lagi.
Sekawanan angsa yang lain datang lagi, Teryosha kembali memohon:
Oh, teman-teman baikku, angsa-angsa yang cantik,
Tolong bawalah aku pulang ke tempat ibiku yang baik! Tapi angsa-angsa itu menjawab: “Ada seekor anak angsa yang terbang di belakang kami, Dia bisa membawamu pulang”
Tinggal sedikit lagi gigitan maka penyihir akan bisa menumbangkan pohon oak.
Tak berapa lama, seekor anak angsa terbang melintasi kepala Teryosha, dia kembali memohon:
Tinggal sedikit lagi gigitan maka penyihir akan bisa menumbangkan pohon oak.
Tak berapa lama, seekor anak angsa terbang melintasi kepala Teryosha, dia kembali memohon:
Wahai anak angsa yang baik hati,
Tolong bawalah aku pulang ke tempat ibu yang aku sayangi !
Angsa muda itu merasa kasihan melihat Teryosha, maka dia pun membiarkan Teryosha naik ke punggungnya. Dan membawa Teryosha terbang meninggalkan si penyihir yang marah menuju rumah ibu Teryosha.
Akhirnya sampailah Teryosha dan angsa muda di rumah orangtua Teryosha. Dari balik jendela dia melihat Ibu Teryosha sedang menyajikan pancake, memberikan satu untuk ayah dan berkata: “ini satu untukmu, dan satu lagi untukku.”
“Lalu mana buatku?” tanya Teryosha dari luar rumah.
“Keluarlah dan lihat siapakah yang meminta pancake.” kata ibu kepada ayah.
Ayah keluar dan menemukan Teryosha, lalu membawanya masuk. Ibu Teryosha sangat gembira melihatnya. Dia memeluk dan menciumi Teryosha yang sangat dirindukannya.
Mereka menghadiahi si anak angsa makanan dan minuman yang banyak, dan membiarkannya bebas di halaman sampai dia tumbuh besar dan kuat. Sekarang dia siap memimpin sekelompok angsa untuk terbang, dan tidak pernah melupakan Teryosa.
Akhirnya sampailah Teryosha dan angsa muda di rumah orangtua Teryosha. Dari balik jendela dia melihat Ibu Teryosha sedang menyajikan pancake, memberikan satu untuk ayah dan berkata: “ini satu untukmu, dan satu lagi untukku.”
“Lalu mana buatku?” tanya Teryosha dari luar rumah.
“Keluarlah dan lihat siapakah yang meminta pancake.” kata ibu kepada ayah.
Ayah keluar dan menemukan Teryosha, lalu membawanya masuk. Ibu Teryosha sangat gembira melihatnya. Dia memeluk dan menciumi Teryosha yang sangat dirindukannya.
Mereka menghadiahi si anak angsa makanan dan minuman yang banyak, dan membiarkannya bebas di halaman sampai dia tumbuh besar dan kuat. Sekarang dia siap memimpin sekelompok angsa untuk terbang, dan tidak pernah melupakan Teryosa.
0 komentar:
Posting Komentar