Petualangannya dengan si Raja Hutan tentunya membekas dalam di hati si tikus kecil. Keesokan harinya ketika dia keluar dari liangnya dia melihat seekor banteng besar sedang menikmati makan rumput tidak jauh darinya. Penuh dengan sifat jahil, seperti biasanya, si tikus itu merangkak di belakangnya dan mencubit kaki banteng itu pelan-pelan.
Banteng itu melenguh dahsyat dan berlari melompat-lompat dengan keempat kakinya di sekeliling ladang, mengoyak-ngoyak tanah ladang dan matanya jalang seolah-olah mencari musuh. Si tikus kecil itu mengikutinya dari belakang, ia tidak mau ketinggalan tontonan seru itu.
"Seseorang sudah mencubit kakiku!" teriak si banteng. "Seseorang sudah mencubit kakiku, dan aku tidak akan diam sampai aku menemukannya! Aku tidak tahan dengan hal ini!"
"Apakah sakit sekali, ya?" tanya si tikus kecil, kepalanya muncul di balik rerumputan.
"Tidak," kata si banteng, suaranya merendah. "Tapi aku tidak akan membiarkan kakiku dicubit!"
"Aku yang mencubit kakimu, tuan banteng yang mulia," cicit si tikus kecil. "Walaupun aku cuma tikus, aku sudah mengalahkan empat kaki kuat, badan yang besar, dan sepasang tanduk." Sambil menggoyangkan ekornya, ia lalu berlari cepat ke rerumputan tinggi.
Banteng itu menatap tempat di mana tikus itu tadi berada dan kemudian memalingkan tubuhnya perlahan.
"Aku harusnya tahu bahwa tidak ada seseorang pun, yang mengerti akibatnya, yang berani menyerangku," ia berkata pada dirinya sendiri untuk mengembalikan harga dirinya yang hilang. "Lagi pula itu cuma seekor tikus!"
Terjemah bebas dari : The Bull and the Mouse, Richards Topical Encyclopedia. 1951
Pesan dari cerita ini adalah : jangan mudah terganggu oleh hal remeh. Jangan suka membesar-besarkan masalah.
0 komentar:
Posting Komentar