Selasa, 22 Januari 2013

Androcles

Jaman dahulu kala, ada seorang budak belian bernama Androcles. Ia lari dari tuannya lalu kabur ke dalam hutan. Tak berapa lama ia menjumpai seekor singa yang berbaring di tanah menggeram dengan merintih dan mengerang. Pada awalnya ia ketakutan dan berniat lari, akan tetapi ia lalu menyadari singa itu tidak berusaha mengejarnya. Dengan memberanikan diri ia lalu mendekatinya.

Singa itu lalu menyodorkan cakarnya yang besar. Cakarnya bengkak dan berdarah. Sebuah duri yang besar telah menusuknya hingga demikian. Androcles menarik duri itu keluar lalu membalut lukanya. Tak berapa lama singa itu bangkit dan menjilati Androcles seperti hewan jinak. Singa itu lalu membawa Androcles ke sarangnya di sebuah gua dan setiap hari membawakan sepotong daging untuknya.
Sayang, tak berapa lama, Androcles tertangkap. Sebagai hukuman pelariannya, ia akan diumpankan menjadi makanan singa yang sengaja tidak diberi makan berhari-hari. Raja dan rombongannya menyaksikan pertunjukkan ini, ketika Androcles dilepaskan di tengah arena.
Tak berapa lama, singa dilepaskan ke dalam arena. Dengan segera ia melompat ke arah korbannya dengan mengaum keras. Tetapi ketika ia mendekati Androcles, singa itu malah menjilati tangannya. Ternyata singa itu mengenali Androcles sebagai sahabatnya.
Sang Raja amat terkejut menyaksikan kejadian ini. Ia lalu memanggil Androcles yang lalu menceritakan seluruh kisahnya dengan singa itu. Raja lalu mengampuni Androcles dan membebaskannya dari perbudakan, sedangkan sang singa dilepaskan kembali ke hutan belantara.

Terjemah bebas dari : Androcles , www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini adalah : tahu membalas budi adalah perbuatan mulia.
READ MORE - Androcles

Semut dan Kepompong

Seekor semut sedang bergegas kesana kemari mencari makanan di bawah terik sinar matahari. Ia menemukan sebuah kepompong, benda bulat yang tergantung di dahan pohon. Kepompong itu menggoyang-goyangkan ekornya, sehingga akhirnya semut itu lantas tahu, kepompong itu seekor makhluk hidup.


"Kasihan sekali kamu. Binatang yang menyedihkan!" kata semut itu mencela. "Nasibmu buruk sekali! Aku bisa berlari kesana kemari, bahkan memanjat naik ke puncak pohon tertinggi. Sedangkan kamu terkurung di dalam bungkus itu dan hanya bisa menggoyangkan ekormu saja!"
Kepompong itu mendengar semua perkataan semut, tapi ia diam saja.
Beberapa hari kemudian, semut itu kembali ke tempat kepompong itu berada. Tapi kepompong itu sekarang hanyalah sebuah bungkus yang kosong. Ia penasaran, apa yang terjadi dengan kepompong itu? Tiba-tiba sepasang sayap kupu-kupu yang indah muncul di hadapannya, begitu indahnya sehingga semut itu merasa malu pada penampilannya sendiri.
"Lihatlah diriku sekarang," kata si kupu-kupu. "Aku yang dulu patut kau kasihani. Sekarang sombongkanlah dirimu yang punya kemampuan naik ke puncak yang tinggi."
Kupu-kupu itu lalu terbang lebih tinggi dari puncak pohon, meluncur di udara musim panas hangat, dan menghilang dari pandangan semut itu selamanya.    

Terjemah bebas dari : The Ant and the Chrysalis , www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini adalah : penampilan seringkali menipu. Hargai orang lain bukan dari penampilannya.
READ MORE - Semut dan Kepompong

Keledai dan Tuannya


Seekor keledai bekerja pada seorang tukang obat. Setiap hari ia berkeliling, naik turun bukit, keluar masuk hutan mengikuti majikannya itu mencari tanaman obat. Keledai itu bekerja keras tapi hanya sedikit makanan yang diperolehnya. Ia lalu berdoa minta diberikan majikan yang baru.
Akhirnya tukang obat itu menjualnya pada seorang tukang pembuat gerabah. Dengan majikannya yang baru, ia harus bekerja seharian penuh mengangkut tanah di tambang tanah liat. Ia harus bekerja lebih keras dari sebelumnya sehingga ia berdoa lagi meminta majikan yang baru.
Doanya dikabulkan, dan tukang gerabah menjualnya kepada tukang penyamak kulit. Tak butuh waktu lama, keledai itu menyadari ia memperoleh majikan yang lebih buruk daripada sebelumnya.
"Oh, alangkah lebih baiknya jika aku kelaparan saja, atau bekerja lebih keras dengan majikanku yang lama, daripada dibeli oleh majikanku sekarang." keluhnya. "Bahkan sekarang jika aku mati, ia akan menyamak kulitku dan masih membuatku berguna untuknya."  

Terjemah bebas dari : The Ass and His Masters , www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini adalah : cobalah bersyukur. Seorang yang selalu mengeluh dengan keadaannya sekarang, kecil kemungkinan akan menemukan kebahagiaannya di tempat yang lain.
READ MORE - Keledai dan Tuannya

Keledai dan Pembelinya


Pak Tani membutuhkan seekor keledai untuk bekerja di ladang pertaniannya. Ia pergi ke pasar untuk mencari penjual keledai. Ia lalu bertemu dengan penjualnya, dan mereka sepakat untuk mengijinkan Pak Tani mencoba dulu keledai itu sebelum dibeli.
Ia lalu membawa keledai itu pulang lalu menempatkannya dalam kandang bersama keledai-keledainya yang lain. Keledai baru itu lalu memisahkan diri. Ia bergabung dengan seekor keledai yang paling malas dan paling banyak makan yang dipunyai Pak Tani. Tak berapa lama Pak Tani itu lalu membawa kembali keledai itu kepada penjualnya.
"Kenapa engkau tidak jadi membeli keledai ini?" tanya si penjual keheranan.
"Saya tidak perlu mencobanya lama-lama," jawab Pak Tani. "Saya segera tahu sifatnya dari kawan dekatnya." 

Terjemah bebas dari : The Ass and His Purchaser , www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini adalah : seseorang dikenali dari kawan-kawannya.
READ MORE - Keledai dan Pembelinya

Keledai dan Bayangannya

Seorang pengelana menyewa seekor keledai untuk perjalanannya ke tempat yang amat jauh. Pemilik keledai dan pengelana itu berjalan di bawah terik sinar matahari. Hari itu benar-benar amat panas dan sama sekali tak ada awan yang menaungi mereka.
Setelah berjalan lama, mereka tiba di sebuah padang yang gersang yang luas. Sejauh mata memandang tak ada pohon untuk berlindung dari teriknya matahari. Perjalanan masih jauh sedangkan mereka sudah kepayahan. 
Mereka lalu memutuskan untuk beristirahat. Satu-satunya tempat yang bebas dari panasnya sinar matahari, hanyalah bayangan si keledai. Tapi ternyata bayangannya hanya sanggup melindungi seorang saja dari mereka.
Tak lama, akhirnya si pengelana dan pemilik keledai bertengkar tentang siapa yang lebih berhak berlindung di bayangan keledai itu.


"Aku sudah menyewa keledai ini, sehingga aku berhak menggunakannya!" teriak si pengelana.
Si pemilik keledai menjawab, "Aku hanya menyewakan keledainya saja, aku tidak menyewakan bayangannya juga! Kamu tidak punya hak berlindung di balik bayangannya!"
Akhirnya pertengkaran itu menjadi perkelahian. Mereka saling adu pukul. Dan ketika mereka saling berkelahi, keledai itu melompat melarikan diri.

Terjemah bebas dari : The Ass and His Shadow, www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini adalah : bertengkar tentang hal sepele, seringkali kita melupakan hal yang utamanya.
READ MORE - Keledai dan Bayangannya

Keledai Membawa Lukisan


Seekor keledai berlalu di tengah keramaian jalan di sebuah kota besar yang ramai. Di punggungnya terikat lukisan yang indah. Lukisan itu akan ditempatkan di sebuah kuil. Ketika ia lewat, orang-orang membungkuk menghormati lukisan yang indah itu.
Lama kelamaan, keledai itu menyadari ternyata orang-orang di sepanjang jalan membungkuk padanya. Ia mengira mereka membungkuk untuk menghormati dirinya. Ia menjadi sangat bangga pada dirinya sendiri. Ia mendongakkan kepalanya dengan congkak, lalu berdiri mematung di tengah jalan.
Melihat kelakuan keledainya, kusir keledai mencoba memaksanya untuk berjalan kembali. Ia menarik tali kekangnya dengan sekuat tenaga, tetapi si keledai tidak bergeming. Kusir itu menjadi sangat marah, lalu memukuli punggung keledai itu dengan cemeti.
"Dasar kamu makhluk keras kepala! Belum pernah ada orang membungkuk untuk menghormati seekor keledai!" hardiknya pada si keledai.

Terjemah bebas dari : The Ass Carrying the Image , www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini adalah : jangan membanggakan diri dengan kehebatan orang lain.
READ MORE - Keledai Membawa Lukisan

Senin, 21 Januari 2013

Burung Elang dan Rubah

Semua binatang di hutan tahu, bahwa elang dan rubah sekarang bersahabat. Mereka bahkan membuat rumah mereka berdekatan. Tinggi di atas bukit batu, burung elang membuat sarang yang aman, sedangkan di bawah bukit batu itu rubah membuat liang untuk tinggal bersama keluarganya. Mereka benar-benar tetangga yang serasi. Anak-anak rubah sangat senang melihat burung elang terbang kemudian meluncur ke sarangnya membawa makanan untuk anak-anaknya.
Tapi malam ini, ketika matahari sudah terbenam, burung elang itu terbang lebih lambat dari biasanya. Ia sudah mencari di seluruh hutan, terbang rendah di pepohonan, tetapi dia belum menemukan makan malam. Cakarnya kosong dan anak-anaknya kelaparan. Ia mengamati anak-anak rubah yang sedang bermain, dan tiba-tiba ia meluncur turun, menyambar seekor anak rubah dan membawa makhluk kecil itu terbang ke sarangnya.
Kakak dan adiknya ketakutan! Ibunya kalang kabut! Tetapi elang itu yakin sarangnya terlalu tinggi untuk dicapai rubah, dan ia mengabaikan teriakan mereka. Penuh rasa kemenangan, ia melemparkan anak rubah yang ketakutan itu ke arah mulut terbuka anak-anaknya.
Tetapi rubah tidak tinggal diam. Ia memegang sebuah ranting yang membara, ia kemudian naik ke atas bukit batu. Dengan cepat semak-semak dan ranting kering di bukit itu terbakar.
Dalam keributan itu, anak rubah melompat keluar dari sarang elang dan jatuh bergulingan ke bawah. Untung saja, sang ibu rubah segera menangkapnya.
"Kamu boleh saja pura-pura tidak mendengar jeritan makhluk yang kau sakiti," rubah berkata dengan rasa marah pada mantan temannya itu. "Tapi kamu tidak bisa melarikan diri dari balas dendam mereka!"    

Terjemah bebas dari : The Eagle and the Fox, Richards Topical Encyclopedia. 1951

Pesan dari cerita ini adalah : walaupun kita dalam kesulitan janganlah berbuat jahat kepada orang lain, terutama tetanggamu.
READ MORE - Burung Elang dan Rubah

Rabu, 16 Januari 2013

Ikan di Genggaman

Pak Nelayan sudah seharian duduk di tepi sungai dan sudah memasang umpan terbaik di kailnya, tetapi dia belum mendapatkan seekor ikan pun. Bayang-bayang sudah memanjang tanda hari sudah menjelang sore, dan ia sudah memutuskan untuk pulang saja ke rumah. Tiba-tiba ia merasakan ada sentakan di tali pancingnya. Dengan cepat ia menyentakkan kailnya dan menariknya cepat-cepat, tetapi yang tersangkut di ujung kailnya hanya seekor ikan kecil hampir-hampir tidak layak untuk dimasak.
"Lepaskan aku! Lepaskan aku!" teriak ikan kecil itu. "Aku ikan yang kecil! Kembalikan aku ke dalam sungai, dan dalam sebulan aku akan menjadi lebih besar, cukup berharga  menjadi tangkapanmu."
Tetapi Pak Nelayan hanya tertawa.
"Ha, ha!" tawanya, sambil menggelengkan kepala. "Kamu sudah di tangan saya sekarang, tapi jika saya melepaskanmu, kamu akan berkata lain. Kamu akan bilang pada saya, 'Nelayan yang baik, tangkap aku kalau bisa!' Ikan di tangan lebih berharga daripada dua ikan di sungai!"
Dia lalu memasukkan ikan itu ke dalam keranjang untuk dia bawa pulang sebagai makan malam. 
 
Terjemah bebas dari : A Fish in the Hand , Richards Topical Encyclopedia. 1951

Pesan dari cerita ini adalah : syukuri apa yang ada.
READ MORE - Ikan di Genggaman

Senin, 07 Januari 2013

Rubah yang Kehilangan Ekor

Siang hari itu seekor rubah muda berjalan-jalan di hutan tanpa tujuan ketika tiba-tiba ekornya terjepit perangkap besi. Trap! Dia mencoba melepaskan ekornya, tapi semakin ia mencoba, semakin kuat perangkap itu menjepit ekornya.
Hari sudah hampir malam, dan dia merasa mendengar suara anjing pemburu di kejauhan. Semakin lama, semakin yakin ia mendengar suara anjing, dan dia tahu bahwa pemburu sedang mendekat untuk melihat hasil tangkapan perangkap yang ia pasang.
Si rubah sial itu berpikir cepat. Dia harus memilih, apakah ia akan mati oleh pemburu itu atau ia harus kehilangan ekornya yang indah. Waktunya semakin sempit. Mungkin ia tidak akan selamat. Ia lalu menarik dan berguling-guling sehingga akhirnya ia berhasil lepas, meninggalkan ekornya yang indah dalam perangkap. Tepat sebelum anjing-anjing pemburu itu tiba, ia berlari tersaruk-saruk ke dalam hutan. Dia berlari melintasi sungai agar jejaknya tidak diikuti oleh mereka.
Rubah itu sangat bersyukur karena telah selamat dari perangkap sehingga untuk beberapa lama ia tidak begitu merasa kehilangan ekornya yang indah. Tetapi ketika ia sedang minum di sungai yang jernih, ia menatap dirinya dan menyadari kenyataan pahit. Ekornya yang indah telah hilang. Betapa aneh dan jeleknya ia tampak sekarang. Dia menggelengkan kepalanya dengan sedih. Dia membayangkan betapa binatang lain, terutama sesama rubah, akan menertawakannya. Dia lalu berlari ke hutan yang sepi dan bersembunyi di balik semak-semak yang rimbun.
Tetapi seperti layaknya seekor rubah, ia panjang akal. Setelah lama berpikir, ia merasa mendapatkan ide yang cemerlang. Ia sangat yakin dengan idenya itu.

Pagi-pagi sekali ia berjalan menuju sekumpulan rubah, kumpulan dan sepupunya. Dan sebelum mereka sempat menanyakan apa yang terjadi dengan ekornya, ia lalu berpidato.
"Kalian tentu tidak bisa membayangkan bagaimana enaknya dan agungnya kita tanpa punya ekor," katanya. Dia kelihatannya meyakinkan dan penting. "Aku tidak tahu kenapa aku bisa tahan dengan ekor yang panjang dan berat itu selama ini. Sekarang aku merasa sangat bebas dan ringan tanpanya. Benar-benar sensasi yang luar biasa!"
"Tapi apa yang terjadi dengan ekormu?" tanya seekor rubah dengan terkejut.
"Apa yang terjadi?" ulang si rubah muda itu. "Tentu saja aku memotongnya! Ekor itu terlalu panjang dan terlalu berat, dan selalu terseret seret di tanah membawa debu. Aku untuk pertama kalinya merasa sangat nyaman, dan aku menyarankan agar semua mengikutiku membuang ekor konyol itu selamanya!"
"Dan kamu mengira kita harus percaya bahwa kamu benar-benar memotongnya?" seekor rubah tua bertanya dengan pelan.
"Kenapa tidak?" jawab si rubah muda dengan nada tinggi. "Benda yang mengganggu itu selalu saja tersangkut pada sesuatu, dan ..."
Pada saat itu nenek rubah yang sudah tua tertawa terbahak-bahak. Dan dengan sekejap semua rubah yang lain tertawa bersamanya, semakin keras dan semakin keras. Rubah muda itu tidak tahan lagi, dan jika ia masih punya ekor, sudah pasti ekornya akan ia jepit diantara kakinya ketika ia berlari pergi masuk ke dalam hutan.
"Penderitaan," kata seekor rubah tua yang bijak - walaupun yang lain masih tertawa terbahak-bahak dan tidak mendengarnya - "Orang yang menderita senang ditemani."


Terjemah bebas dari : The Fox Who Lost Her Tail, Richards Topical Encyclopedia. 1951

Pesan dari cerita ini adalah : janganlah berbohong hanya untuk menutupi kekurangan kita.
READ MORE - Rubah yang Kehilangan Ekor

Minggu, 06 Januari 2013

Kelinci dan Kura-Kura

Para binatang memenuhi pinggiran jalan yang mengelilingi hutan. Hari itu ada pertandingan lomba lari antara Bung Kelinci dan Pak Kura-kura. Bung Kelinci yang lincah mencemooh Pak Kura-kura yang lamban dan berjalan pelan lalu menantangnya berlomba lari. Semua binatang sudah yakin siapa yang akan jadi pemenang lomba ini, tapi mereka tetap saja menonton pertandingan ini. Menonton para pelari itu pasti akan menyenangkan.
Di bawah jembatan di atas sungai kecil, Bung Kelinci dan Pak Kura-kura bersalaman. Mereka memulai lomba tepat setelah gagak hitam yang menjadi juri berteriak memberi aba-aba. Jauh di sana Pak Kura-kura berlari bersusah payah, berjalan terhuyung huyung dengan empat kakinya yang pendek dan gemuk. Di sampingnya Bung Kelinci melompat-lompat, berhenti setiap saat untuk mencium dan mencicipi tunas tanaman yang tumbuh di tepi jalan.
Akhirnya, Bung Kelinci sengaja berbaring di atas tumpukan daun semanggi, hanya untuk menunjukkan bahwa ia meremehkan pertandingan ini. Akan tetapi Pak Kura-kura tetap berlari susah payah dengan lamban, setapak demi setapak.
"Hey, pertandingannya sudah mulai!" teriak Pak Kambing mengingatkan dari pinggiran jalan.
Tetapi Bung Kelinci menjawab dengan tidak sabar,"Aku tahu! Aku tahu!" Tapi Pak Kura-kura paling baru akan sampai di garis akhir di ujung hutan nanti siang!" Dia menjawab sambil membaringkan dirinya dengan nyaman lalu tertidur pulas.
Para penonton semakin heboh ketika melihat Pak Kura-kura dengan gigih tetap berjalan maju dengan lamban sedangkan Bung Kelinci masih tetap tertidur pulas. Setiap langkahnya membawanya mendekat ke garis akhir. Dengan pelan dia semakin dekat. Semua leher penonton mendongak ke arah Bung Kelinci, yang meringkuk seperti bola bulu berwarna coklat, masih tidur siang.
Waktu seperti tak ada habisnya, sampai Pak Kura-kura kemudian memanjangkan lehernya dan memandang jalanan di depannya. Hanya beberapa meter lagi, garis akhir yang harus dicapainya. Dia sudah kecapaian karena harus berjalan dengan laju tercepat yang bisa dilakukannya, tapi dia berusaha sekuat tenaga untuk lari penghabisan ke garis akhir.


Pada saat itulah Bung Kelinci terbangun! Dia melihat Pak Kura-kura hampir mencapai akhir, lalu lari cepat seperti terbang di udara. Dia berlari seperti melayang saking cepatnya. Dia bahkan terlihat hanya seperti bayang-bayang berwarna coklat.
Para burung bercuit-cuit! Singa mengaum membahana! Para penonton yang lain melompat lompat kegirangan. Mereka tidak menyangka pertandingan bisa seseru ini. Mereka berteriak riuh mendukung Pak Kura-kura yang masih berjalan lamban beberapa langkah lagi ke garis akhir sedangkan Bung Kelinci sudah sangat dekat. Sekarang sudah beberapa senti lagi dan Bung Kelinci sudah ada di belakang punggungnya.
Pak Kura-kura meregangkan lehernya panjang sekali dan menyentuh garis akhir sesaat lebih cepat daripada Bung Kelinci.
Pak Kura-kura memenangkan lomba!
Para penonton bertepuk tangan dengan riuh. Mereka mengarak Pak Kura-kura di atas punggungnya dan bernyanyi betapa baik dan bahagianya dia.
"Pak Kelinci seperti biasa terlalu yakin pada dirinya sendiri," begitu kata seekor burung hantu kepada burung elang. "Sekarang dia harus menyadari bukan hanya lari cepat yang bisa memenangkan lomba."

Terjemah bebas dari : The Hare and the Tortoise, Richards Topical Encyclopedia. 1951

Pesan dari cerita ini adalah : yakin pada diri sendiri itu baik, tetapi kemudian menjadi sombong adalah perbuatan yang buruk.




   
READ MORE - Kelinci dan Kura-Kura