Rabu, 23 Oktober 2013

Dongeng Anak Islami Kunci Menuju Syurga

Dongeng Anak Islami Kunci Menuju Syurga

Dalam sebuah hadits menceritakan, pada zaman dahulu ada seorang lelaki wukuf di Arafah. Dia berhenti di lapangan luas itu. Pada saat itu orang yang sedang melakukan ibadah haji. Wukuf di Arafah merupakan rukun haji yang sangat penting. Bahkan wukuf di Arafah itu disebut sebagai haji yang sebenarnya, karena apabila seorang melakukan wukuf di padang Arafah dianggap hajinya telah sempurna, meskipun yang lainnya tidak sempat dikerjakannya. Sabda Rasulullah
"Alhajju Arafat" (Haji itu wukuf di Arafah)
Rupanya lelaki itu tadi masih belum mengenal Islam secara mendalam. Masih dalam istilah "muallaf".

Pada saat orang itu berada di padang Arafah, dia mengambil tujuh buah batu.
"Hai batu-batu. saksikanlah olehmu aku bersumpah, bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad itu utusan Allah,"  katanya.
Setelah dia berkata begitu dia pun tertidur di tempat itu juga. Dia meletakkan ketujuh buah batu itu di bawah kepalanya.

Tidak lama kemudian dia bermimpi seolah-olah kiamat telah datang. Dalam mimpi itu juga dia telah diperiksa segala dosa-dosa dan pahalanya oleh Tuhan. Setelah selesai pemeriksaan, ternyata orang itu harus masuk ke dalam neraka. Maka dia pun digiring ke neraka dan ketika hendak memasuki salah satu dari pintu-pintunya. Tiba-tiba seketika batu kecil yang dikumpulkannya tadi datang menghalangi pintu neraka tersebut. Sehingga para Malaikat tak dapat memasukkan orang itu ke dalam neraka, karena pintunya terhalang oleh batu.

Semua malaikat tidak sanggup rupanya, memasukkan orang itu ke dalam neraka. Kemudian mereka pergi ke pintu lain. Para malaikat itu tetap berusaha untuk memasukkan orang itu ke dalam neraka,  tetapi mereka tetap tidak berhasil, karena batu yang kedua terus mengikuti.

Para malaikat itu pindah lagi ke pintu lain. Tapi batu ketiga yang kini mengikuti. Hingga akhimya sampai di pintu neraka yang ke tujuh, neraka itu tidak dapat menerima orang itu, karena ada batu yang mengikuti dan menghalangi pintunya. Ketujuh batu itu seolah-olah menghalangi lelaki itu agar tidak dapat masuk neraka.

Kemudian orang itu dibawa naik ke Arasy, di langit yang ketujuh. Di situlah Allah berfirman yang maksudnya,
"Wahai hambaku, telah menyaksikan batu-batu yang engkau kumpulkan di padang Arafah. Aku tidak akan menyia-nyiakan hakmu. Bagaimana aku tak memperdulikan hakmu, sedangkan aku telah menyaksikan bunyi 'syahada' yang engkau ucapkan itu. Sekarang masuklah engkau ke dalam syurga."
Baru saja dia mendekati pintu syurga, tiba-tiba pintu syurga itu terbuka lebar. Rupanya kunci syurga itu adalah kalimat "Syahadat" yang diucapkannya dahulu.

Dongeng Anak Islami Kunci Menuju Syurga
READ MORE - Dongeng Anak Islami Kunci Menuju Syurga

Dongeng Anak Islami Enam Persimpangan

Dongeng Anak Islami Enam Persimpangan

Selamat Pagi semuanya, senang bertemu lagi bersama anda. Semoga saja pada hari ini semua dalam keadaan yang sehat walafiat. Untuk menambahi artikel pada blog ini, pagi ini DeCocoz Blog akan berbagi cerita dan dongeng bernuansa islami. Semoga saja dongeng dan cerita pagi ini dapat memberikan manfaat yang baik untuk dibuat contoh cerita kepada buah hati anda semuanya. Yuk daripada kelamaan kalimat pembukanya, langsung aja dibaca ceritanya dibawah ini. Selamat membaca.

Abu Bakar berkata,
"Sesungguhnya iblis berdiri di depanmu, jiwa di sebelah kananmu, nafsu di sebelah kirimu, dunia di sebelah belakangmu dan semua anggota sekitar tubuhmu. Sedangkan Allah di atasmu. Sementara iblis terkutuk mengajakmu meninggalkan agama, jiwa mengajakmu ke arah maksiat nafsu mengajakmu memenuhi syahwat, dunia mengajakmu supaya memilihnya dari akhirat dan anggota tubuhmu mengajakmu melakukan dosa. Dan Tuhan mengajakmu masuk Syurga serta mendapat keampunan-Nya, sebagaimana firmannya yang bermaksud,".....Dan Allah mengajak ke Syurga serta menuju keampunan-Nya..."
Siapa yang memenuhi ajakan iblis, maka hilang agama dari dirinya.
Siapa yang memenuhi ajakan jiwa, maka hilang darinya nilai nyawanya.
Siapa yang mernenuhi ajakan nafsunya, maka hilanglah akal dari dirinya.
Siapa yang memenuhi ajakan dunia, maka hilang akhirat dari dirinya.
Dan siapa yang memenuhi ajakan anggota tubuhnya, maka hilang syurga dari dirinya.
"Dan siapa yang memenuhi ajakan Allah S.W.T., maka hilang dari dirinya semua kejahatan dan ia memperoleh semua kebaikan."

Iblis adalah musuh dari manusia, sementara manusia adalah sasaran daripada iblis. Oleh itu, manusia hendaklah senantiasa berwaspada sebab iblis senantiasa melihat tepat pada sasarannya.

Anda baru saja membaca cerita atau dongeng anak islami dengan judul  Dongeng Anak Islami - Enam Persimpangan, semoga saja dongeng ini sangat bermanfaat bagi anda semuanya. Oh ya, jangan lupa anda baca cerita dan dongeng lainnya yang ada blog ini, Anda bisa share dengan teman-teman anda, dan kalau anda suka bisa kasih like juga ya. Terima Kasih

Dongeng Anak Islami Enam Persimpangan
READ MORE - Dongeng Anak Islami Enam Persimpangan

Dongeng Anak Islami Ganjaran Bagi Orang Yang Telah Meninggalkan Sholat

Dongeng Anak Islami Ganjaran Bagi Orang Yang Telah Meninggalkan Sholat


Diriwayatkan bahwa pada suatu hari Rasulullah S.A.W sedang duduk bersama para sahabat, kemudian datang pemuda Arab masuk ke dalam masjid dengan menangis.
"Wahai anak muda kenapa kamu menangis?"  tanya Rasulullah ketika melihatnya.
"Ya Rasulullah S.A.W, ayah saya telah meninggal dunia dan tidak ada kain kafan serta tidak ada orang yang datang untuk memandikannya,"  jawab pemuda itu.
Lalu Rasulullah S.A.W memerintahkan Abu Bakar dan Umar. mengikuti pemuda itu untuk melihat masalahnya. Setelah sampai di rumah pemuda itu, maka Abu Bakar dan Umar, mendapati ayah pemuda itu telah berubah rupa menjadi babi hitam.

Maka dengan segera Abu Bakar dan Umar  kembali menemui dan memberitahu Rasulullah S.A.W.
"Ya Rasulullah S.A.W kami lihat mayat ayah pemuda itu berubah menjadi babi hutan yang hitam."
Kemudian Rasulullah S.A.W dan para sahabat pun pergi ke rumah pemuda dan beliau berdoa kepada Allah S.W.T, kemudian mayat itu pun kembali kepada bentuk semula, bentuk manusia biasa.

Lalu Rasulullah S.A.W dan para sahabat menyembahyangkan mayat tersebut. Akan tetapi ketika mayat itu hendak dikebumikan, kembali mayat itu berubah menjadi seperti babi hutan yang hitarn. Maka Rasulullah S.A.W pun bertanya kepada pemuda itu.
"Wahai anak muda, apakah yang telah dilakukan oleh ayahmu sewaktu dia masih hidup?"
"Sebenarnya, ayahku ini tidak mau mengerjakan sholat."  jawab pemuda. Kemudian Rasulullah S.A.W bersabda,
"Wahai para sahabatku, lihatlah keadaan orang yang meninggalkan sholat. Di hari kiamat nanti akan dibangkitkan oleh Allah S.W.T seperti babi hutan yang hitam."
Di zaman Abu Bakar ada seorang lelaki yang meninggal dunia dan sewaktu mereka mensholatinya, tiba-tiba kain kafan itu bergerak. Ketika mereka membuka kain kafan itu, mereka melihat ada seekor ular sedang membelit leher mayat tersebut serta memakan daging dan menghisap darahnya.

Ketika mereka mencoba untuk membunuh ular itu, Tiba-tiba ular itu berkata:
"Laa ilaaha illallahu Muhammadu Rasulullah, rnengapa kalian semua hendak membunuh aku? Aku tidak berdosa dan aku tidak bersalah. Allah S.W.T yang memerintahkan aku, agar menyiksanya hingga sampai hari kiamat nanti."
"Apa kesalahan yang telah dilakukan oleh mayat ini?"  tanya para sahabat. Dia telah melakukan tiga kesalahan. jawab ular itu." di antaranya
1. Apabila dia mendengar adzan, dia tidak mau datang untuk sembahyang berjamaah.
2. Dia tidak mau mengeluarkan zakat dari harta-hartanya.
3. Dia tidak mau mendengar nasihat para ulama. 
Maka inilah ganjarannya!!!

Dongeng Anak Islami Ganjaran Bagi Orang Yang Telah Meninggalkan Sholat
READ MORE - Dongeng Anak Islami Ganjaran Bagi Orang Yang Telah Meninggalkan Sholat

Dongeng Anak Islami Pahala Dari Sebuah Sedekah

Dongeng Anak Islami Pahala Dari Sebuah Sedekah

Dahulu di kota Array terdapat seorang Kadi yang kaya-raya. Suatu hari kebetulan bulan Syura datanglah seorang miskin meminta sedekah. Berkatalah si miskin tadi,
"Wahai tuan Kadi, saya adalah seorang miskin yang mempunyai tanggungan keluarga. Demi kehormatan dan kemuliaan hari ini, saya minta pertolongan tuan. Berilah saya sedekah sekadarnya berupa sepuluh potong roti, lima potong daging dan uang dua dirham." kata si miskin itu.
Kadi menjawab,
"Datanglah setelah waktu dhuhur nanti."  jawab Kadi. Selepas sembahyang dhuhur orang miskin itu pun datang demi memenuhi janjinya. Sayangnya si Kadi kaya itu tidak menepati janjinya dan menyuruh si miskin datang lagi setelah sembahyang Ashar.

Tapi pada ketika si miskin itu datang pada waktu yang dijanjikan untuk kali keduanya itu, ternyata si Kadi tidak memberikan apa-apa. Maka pergilah si miskin meninggalkan rumah si Kadi dengan hati kecewa.

Ketika si miskin jalan mencari-cari, ia lewat di depan seorang Nasrani yang sedang duduk di depan rumahnya.
"Tuan, demi keagungan dan kebesaran hari ini berilah saya sedekah untuk memberi makan keluarga saya," kata si rniskin itu minta sedekah kepada orang Nasrani itu.
"Hari apakah hari ini ?" Tanya orang Nasrani itu.
"Hari ini bulan Syura," jawab si miskin, sambil menerangkan keutamaan dan kisah-kisah bulan Syura.

Rupanya orang Nasrani itu sangat tertarik mendengar cerita si peminta sedekah dan hatinya berkenan untuk memberi sedekah.
"Katakan padaku, apa keinginanmu"  katanya si Nasrani. Berkata si peminta sedekah,
"Saya memerlukan sepuluh potong roti, lima iris daging dan uang dua dirham saja."
Dengan segera orang Nasrani memberi si peminta semua keperluan yang dikatakannnya. Si miskin itu pun pulang dengan hati gembira.

Sementara itu, ketika tidur si Kadi yang ingkar janji itu telah bermimpi.
"Angkat kapalamu"  kata suara dalam mimpinya. Baru saja ia mengangkat kepalanya, Tiba-tiba terhampar di depan matanya dua buah bangunan yang indah. Sebuah istana dibuat dari batu-bata berlapis emas dan sebuah lagi dibuat dari permata yang berkilauan.
"Ya Tuhan, untuk siapa istana yang sangat indah ini ?"  Terdengar jawaban.
"Semua bangunan istana ini adalah untuk kamu andaikan saja kamu mau memenuhi hajat si peminta sedekah itu. Kini istana itu dimiliki oleh seorang Nasrani."

Saat bangun dari tidurnya. Kadi itu segera pergi menemui orang Nasrani yang dimaksudkan dalam mimpinya. Kadi bertanya kepada si Kristian,
"Perbuatan apakah gerangan yang kau lakukan semalam, hingga kau dapat pahala dua buah istana yang sangat indah ?"  tanya si Kadi. Orang Nasrani itu pada mulanya bengong, tak mengerti.

Tapi setelah diterangkan oleh si Kadi berkaitan dengan mimpinya, maka ia bercerita bahwa kemarin yang dilakukannya, bahwa ia telah bersedekah kepada fakir miskin yang memerlukannya pada hari Syura ini.
"Juallah amal itu kepadaku dengan harga seratus ribu dirharn,"  kata si Kadi.
"Ketahuilah, hai Kadi, sesungguhnya amal baik yang diberikan dan dibalas oleh Allah tidak dapat diperjual-belikan. Sekalipun dengan harga bumi serta seisinya."  Kata si Kristian.
"Mengapa anda begitu, sedangkan anda bukan seorang Islam?"  Tanya si Kadi.

Ketika itu juga orang Nasrani itu membuang tanda salibnya dan mengucapkan dua kalimah syahadat serta mengakui kebenaran agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad S.A.W.


Dongeng Anak Islami Pahala Dari Sebuah Sedekah
READ MORE - Dongeng Anak Islami Pahala Dari Sebuah Sedekah

Dongeng Anak Islami Pahala Membantu Tetangga Dan Anak Yatim

Dongeng Anak Islami Pahala Membantu Tetangga Dan Anak Yatim

 Pada suatu ketika Abdullah bin Mubarak pergi berhaji. Dan ia tertidur di Masjidil Haram. Saat tertidur dia bermimpi melihat dua malaikat turun dari langit. Dalam mimpinya itu ia mendengar percakapan kedua malaikat itu.

"Berapa banyak orang-orang yang berhaji pada tahun ini?", tanya malaikat yang satu kepada yang lain.
"Enam ratus ribu," jawab yang lain.
"Berapa banyak yang diterima ?", tanya satunya lagi
"Tidak seorang pun yang diterima, hanya ada seorang tukang sepatu dari Damsyik bernama Muwaffaq, dia tidak dapat berhaji karena suatu hal, tetapi diterima hajinya. Sehingga semua yang haji pada tahun itu diterima berkat hajinya Muwaffaq," jawab yang lain.

Ketika Abdullah bin Mubarak mendengar percakapannya itu, iapun terbangun dari tidurnya, Dengan segera Abdullah berkemas dan langsung berangkat ke Damsyik, untuk mencari orang yang bernama Muwaffaq.

Ketika sampai ke rumah Muwaffaq, diketuknya pintu rumahnya, dan keluarlah seorang lelaki dan segera ia bertanya namanya. Setelah dipersilakan masuk dan mereka saling mengenalkan diri.Abdullah bin Mubarak bertanya
"Kebaikan apakah yang telah engkau lakukan sehingga memperoleh derajat yang sedemikian tinggi ?"  Tadinya aku ingin berhaji tetapi tidak terlaksana karena keadaanku, tetapi mendadak aku mendapat uang tiga ratus dirham dari pekerjaanku membuat dan menambal sepatu. Niatku akan kugunakan pergi haji pada tahun ini, tapi saat ini istriku tengah hamil.
Dan pada suatu hari istriku mencium bau masakan dari rumah tetangga dan istriku menginginkan sekali masakan itu, maka aku pergi ke rumah tetangga itu dan menyampaikan tujuanku sebenarnya.
"Oh, aku terpaksa membuka rahasiaku, sebenarnya anak-anak yatim yang berada di rumah ini sudah tiga hari tanpa makanan." jawab tetanggaku itu.
"Karena itu aku keluar untuk mencari makanan bagi mereka. Tiba-tiba saat dijalanan aku menemukan bangkai kuda di suatu tempat lalu aku potong dan sebagian aku bawa pulang untuk dimasak. Maka masakan ini halal bagi kami dan haram untuk kamu makan."
Ketika aku mendengar jawaban itu. aku segera pulang kembali ke rumah dan mengambil uang tiga ratus dirham dan aku serahkan kepada tetanggaku tadi, dan menyuruhnya membelanjakan uang itu untuk keperluan anak-anak yatim yang ada dalam asuhannya.
"Sebenarnya hajiku ada di depan pintu rumahku." Kata Muwaffaq lagi.

Demikianlah cerita yang sangat berkesan bahwa membantu tetangga yang dalam kelaparan amat besar pahalanya, apalagi di dalamnya terdapat anak-anak yatim.
"Ya Rasulullah tunjukkan padaku amal perbuatan yang bila kuamalkan akan masuk syurga," tanya seseorang.
"Jadilah kamu orang yang baik," jawab Rasulullah.
"Ya Rasulullah, bagaimanakah akan aku ketahui bahwa aku telah berbuat baik?" tanya orang itu lagi.
"Tanyakan pada tetanggamu, maka bila mereka berkata engkau baik maka engkau benar-benar baik dan bila mereka berkata engkau jahat, maka engkau sebenarnya jahat,"  jawab Rasulullah.

Dongeng Anak Islami Pahala Membantu Tetangga Dan Anak Yatim
READ MORE - Dongeng Anak Islami Pahala Membantu Tetangga Dan Anak Yatim

Rabu, 16 Oktober 2013

Si Janggut Biru ( Charles Perrault )


          Dahulu kala seorang lelaki kaya, diberi julukan ‘Janggut Biru’ tinggal di istana besar di tengah hutan. Suatu hari ia berkunjung ke keluarga yang mempunyai tiga gadis remaja. Menyaksikan kedatangannya, ketiga gadis muda itu sangat ketakutan oleh warna janggutnya yang biru, sehingga mereka bersembunyi ketika dipanggil. Untuk meyakinkan niat baiknya, maka ia mengundang mereka jalan-jalan ke hutan. Ia datang mengendarai kereta kencana yang indah. Mereka semua, termasuk ibu ketiga putri itu bersedia diajak naik kereta dan menikmati keindahan hutan. Mereka sungguh mengalami tamasya yang menyenangkan. Si Janggut Biru memperlakukan mereka dengan baik. Para gadis muda itu lalu berpikir, “Ah barangkali laki-laki ini tidaklah seburuk yang kuduga.”

            Mereka pulang ke rumah dengan rasa puas. Namun kedua gadis yang terbesar kembali merasakan rasa takut dan curiga dan mereka bersumpah tidak akan mau menemui si Janggut Biru lagi. Sedangkan si Bungsu berpikir, “Kalau laki-laki itu bisa begitu ramah dan baik hati….barangkali ia bukan orang yang jahat.”
       Semakin lama ia memikirkan hal itu, semakin takutnya menghilang, dan semakin pudarlah warna biru janggutnya menurut penglihatan si Bungsu. Maka ketika lelaki berjanggut biru melamarnya, ia menerima. Ia membayangkan menikah dengan lelaki yang elegan. Mereka pun menikah. Segera sesudah upacara pernikahan usai, Si Bungsu diboyong ke istana, tempat kediaman Si Janggut Biru.

          Suatu hari si Janggut Biru berkata kepada isterinya. “Aku mau pergi agak lama, isteriku. Engkau boleh melakukan apa saja yang kau sukai, panggillah saudara-saudaramu, adakanlah perjamuan, dan bersenang-senanglah. Kupercayakan kepadamu kunci-kunci ini. Engkau boleh membuka semua ruang dalam istana ini, pintu mana saja; tapi ada satu kunci yang tak boleh kau gunakan, kunci kecil dengan ukiran di ujungnya, jangan kau gunakan sama sekali,” pesannya.

Si Bungsu menjawab, “Aku akan melakukan pesanmu, kedengarannya menyenangkan. Pergilah suamiku sayang, jangan khawatir dan cepatlah pulang.”

      Beberapa hari kemudian, kedua kakak perempuannya datang, penuh rasa ingin tahu, mereka menanyakan apa saja pesan sang suami yang mesti dikerjakan selama ia pergi. Si Bungsu dengan ceria mengatakan semua yang dipesan oleh suaminya. Lalu ketiga bersaudari itu sepakat melakukan suatu permainan, yakni mencocokkan kunci-kunci tersebut. Istana itu terdiri atas tiga tingkat, dengan ratusan kamar pada setiap sisi.

          Semangat mereka tak kunjung memudar melakukan permainan tersebut. Mereka lebih bersemangat lagi ketika mengetahui semakin tersembunyi ruangan tersebut semakin indah isinya. Akhirnya, mereka sampai di suatu ruang di bawah tanah. Di ujung koridor terdapat pintu, yang mendadak terbuka dan menutup kembali, dengan desis yang aneh. Mereka membukanya kembali, tetapi pintu itu terkunci. Salah seorang berteriak memanggil Si Bungsu, “Adik, kemarilah..bawa kuncinya….Pastilah pintu ini hanya bisa dibuka oleh kunci kecil yang misterius itu.”

        Tanpa berpikir panjang salah seorang di antara mereka memasukkan kunci pada pintu dan memutarnya. Pintu itu akhirnya dapat di buka, tetapi gelap sekali, sehingga sang kakak meminta si Bungsu untuk mengambil lilin. Dan saat cahaya temaram lilin menerangi kamar itu, samar-samar mereka melihat pemandangan mengerikan. Ruang itu penuh darah, bau kematian ada di mana-mana, ada tengkorak dan bagian-bagian tubuh lain.

        Mereka menjerit terkejut dan ketakutan. Dengan gemetaran mereka menutup pintu, menguncinya kembali dan menarik kunci dari pintu. Tetapi malang, ada darah menempel menodai kunci kecil terlarang. Si Bungsu dengan panik berusaha menghilangkan noda darah pada kunci kecil itu. Dicobanya segala alat dan cara, tetapi noda darah tidak menghilang. Disembunyikannya kunci itu di lemari pakaiannya.

         Beberapa hari kemudian, si Janggut Biru pulang dan sangat marah mengetahui bahwa ruang rahasia telah dibuka. Darah pada kunci tak mampu mengelabuinya. Kekejamannya segera muncul, tanpa rasa kasihan ia menarik isterinya ke ruang bawah, hendak membunuhnya di sana. Syukurlah sang putri cerdik, ia tak menyerah, begitu saja. “Suamiku, please, izinkan aku kembali ke kamarku untuk berdoa sebelum kematianku,” ujarnya. Si Janggut Biru berteriak,”Pergilah dan segera kembali!”

          Ternyata si Bungsu tidak berdoa, melainkan memanggil saudarinya minta bala bantuan. Bantuan tiba pada saat yang tepat, persis ketika Si Janggut Biru menyusul ke kamar. Di gang, bala bantuan saudara dan saudari si Bungsu menyambutnya dengan tebasan pedang.

Lelaki berjanggut biru akhirnya dapat dibunuh dan si Bungsu selamat.
READ MORE - Si Janggut Biru ( Charles Perrault )

Selasa, 15 Oktober 2013

Pak Kasim dan Ular



Pak Kasim dan isterinya tinggal di tepi hutan. Mereka berdua saja karena tidak mempunyai anak. Tiap hari pak Kasim mencari kayu bakar di hutan untuk dijual atau ditukar dengan barang kebutuhan lainnya.

Suatu siang, pak Kasim yang sudah mengumpulkan kayu sejak pagi, beristirahat di bawah pohon yang rindang. Tiba-tiba terdengar suara, “Tolong! Tolong keluarkan aku.”

Pak Kasim mencari asal suara itu dan melihat sebatang pohon yang tumbang menutupi sebuah lubang besar. Pak Kasim mengintip ke dalam lubang dan melihat seekor ular besar berusaha mendorong pohon tumbang itu.

Pak Kasim takut dan bermaksud pergi saja dari situ. Tapi ular itu memanggilnya, “Jangan takut. Aku tidak akan menyakitimu.“

Pak Kasim ragu-ragu. Tapi ular itu berbicara lagi. “Tolong pindahkan pohon ini agar aku bisa ke luar. Aku akan mamberikan apa saja yang kauminta.”

Pak Kasim mendorong batang pohon sehingga ular itu bisa ke luar dari lubang.

“Sekarang katakan apa yang kau inginkan.” kata ular.

“Aku orang miskin,” kata pak Kasim. “Aku ingin menjadi kaya.”

“Baiklah,” jawab ular. “Pulanglah.”

Pak Kasim pulang dan rumahnya yang reyot sudah menjadi gedung yang megah. Bahkan isterinya mengenakan pakaian dan perhiasan yang indah. Di meja makan sudah tersedia makanan yang lezat. Sekarang Pak dan Bu Kasim menikmati hidup sebagai orang kaya, bahkan tanpa harus bekerja.

Tak lama kemudian, para tetangga mulai membicarakan pasangan yang mendadak menjadi  kaya raya itu.

Bu Kasim merasa tidak enak. “Pak,” katanya kepada suaminya. “Para tetangga membicarakan kita. Katanya kira merampok sehingga menjadi kaya.”

“Biarkan saja, bu.” Kata Pak Kasim. “Mereka hanya iri.”

Beberapa hari kemudian, Bu Kasim berkata, “Kita memang kaya dan hidup enak, tapi aku tidak suka karena orang-orang justeru mengejek kita.”

“Pergilah menemui ular itu lagi, pak. Mintalah agar mereka menghormati kita.”

Pak Kasim pergi ke lubang ular itu dan menceritakan apa yang terjadi.

“Baiklah,” kata ular. “Pulanglah. Kau sudah menjadi raja sekarang. Tapi ingat, kau harus menjadi raja yang adil dan bijaksana.”

Pak Kasim pulang. Baru saja ia masuk ke rumah, ada orang mengetuk pintunya. Ternyata beberapa pengawal berdiri di depan rumahnya. Mereka menceritakan bahwa raja telah turun tahta dan menjadi pertapa. Sekarang mereka ingin pak Kasim menjadi raja.

Pak Kasim dibawa ke istana dan dinobatkan menjadi raja. Bu Kasim menjadi permaisuri. Semua orang menghormati mereka dan melakukan semua perintah mereka.

Pada suatu hari, permaisuri ingin memakai gaun kesayangannya. Tapi baju itu belum kering setelah dicuci. Permaisuri kesal.

Esok harinya, matahari bersinar terik sekali. Permaisuri kepanasan. Ia pergi ke kolam di istana bersama beberapa pelayan. Tapi sinar matahari membuat kulitnya terbakar.

Permaisuri menemui raja. “Pak, biar pun kita raja dan ratu, tapi kita hanya dihormati oleh manusia.  Pergilah ke ular itu dan mintalah agar matahari mematuhi kita.”

Raja pergi ke hutan menemui ular dan mengutarakan keinginannya. Ular menjadi marah.
“Pulanglah, pak Kasim,” kata ular. “Aku tak dapat menuruti keinginanmu. Kau terlalu serakah dan mementingkan diri sendiri.”
Pak Kasim pun pulanglah ke istana. Ia merasa lega. Setidaknya ia masih menjadi raja.

Tapi esok harinya, raja yang asli kembali dari pertapaan. Pak Kasim dan isterinya dipersilakan kembali ke rumah mereka. Bu Kasim tidak puas, tapi tidak dapat berbuat apa-apa.
Ketika mereka tiba di depan rumah, gedung megah mereka sudah tidak ada lagi. Di sana hanya ada rumah tua mereka yang sudah reyot.






READ MORE - Pak Kasim dan Ular

Senin, 14 Oktober 2013

Angsa Bertelur Emas


        
           Hiduplah seorang petani miskin dan istrinya. Mereka memiliki sebidang tanah yang sempit, yang dapat memberinya sedikit hasil. Mereka juga memiliki seekor angsa kesayangan. Setiap hari angsa itu memberi mereka sebutir telur.

        Pada suatu pagi ketika petani itu mengambil telur, dia menemukan sebutir telur emas di dalam kandang angsa. Dengan sangat gembira ia bergegas menemui istrinya untuk memperlihatkan telur itu. Melihat apa yang ditunjukkan suaminya si istri berteriak kegirangan, “Sekarang kita akan kaya. Telur ini terbuat dari emas murni!”

        Petani dan istrinya itu kemudian menjual telur emas itu dengan harga mahal. Dan kini mereka dapat membeli banyak barang yang mereka butuhkan.

        Angsa itu selalu bertelur setiap pagi maka si petani segera menjadi kaya. Mereka dapat membangun rumah yang indah dan membeli banyak sawah. Akan tetapi pada suatu hari istri petani itu berkata kepada suaminya, “Mendapat satu telur setiap hari terlalu lama. Sekarang jika kita belah indung telur angsa pasti kita akan menemukan banyak telur di dalamnya.” Petani merasa itu suatu gagasan yang bagus, maka segera mereka menangkap angsa, menyembelihnya, dan membuka indung telurnya. Akan tetapi mereka sangat kecewa karena tak mendapati satu telur emas pun di dalam indung telur angsa. Petani dan istrinya itu kini sedih dan sangat menyesal.
READ MORE - Angsa Bertelur Emas

Seorang Raja dan Nelayan ( Hartwell James )


Kerajaan yang dialiri oleh sungai Tigris dan Euphrates pernah di perintah oleh seorang raja yang sangat gemar dan menyukai ikan.

Suatu hari dia duduk bersama Sherem, sang Ratu, di taman istana yang berhadapan langsung dengan tepi sungai Tigris, yang pada saat itu terentang jajaran perahu yang indah; dan dengan pandangan yang penuh selidik pada perahu-perahu yang meluncur, dimana pada satu perahu duduk seorang nelayan yang mempunyai tangkapan ikan yang besar.

Menyadari bahwa sang Raja mengamatinya, dan tahu bahwa sang Raja ini sangat menggemari ikan tertentu, nelayan tersebut memberi hormat pada sang Raja dan dengan ahlinya membawa perahunya ketepian, datang dan berlutut pada sang Raja dan memohon agar sang Raja mau menerima ikan tersebut sebagai hadiah. Sang Raja sangat senang dengan hal ini, dan memerintahkan agar sejumlah besar uang diberikan kepada nelayan tersebut.

Tetapi sebelum nelayan tersebut meninggalkan taman istana, Ratu berputar menghadap sang Raja dan berkata: "Kamu telah melakukan sesuatu yang bodoh." Sang Raja terkejut mendengar Ratu berkata demikian dan bertanya bagaimana bisa. Sang Ratu membalas:

"Berita bahwa kamu memberikan sejumlah besar hadiah untuk hadiah yang begitu kecil akan cepat menyebar ke seluruh kerajaan dan akan dikenal sebagai hadiah nelayan. Semua nelayan yang mungkin berhasil menangkap ikan yang besar akan membawanya ke istana, dan apabila mereka tidak dibayar sebesar nelayan yang pertama, mereka akan pergi dengan rasa tidak puas, dan dengan diam-diam akan berbicara jelek tentang kamu diantara teman-temannya."

"Kamu berkata benar, dan ini membuka mata saya," kata sang Raja, "tetapi tidakkah kamu melihat apa artinya menjadi Raja, apabila untuk alasan tersebut dia menarik kembali hadiah yang telah diberikan?" Kemudian setelah merasa bahwa sang Ratu siap untuk membantah hal itu, dia membalikkan badan dengan marah dan berkata "Hal ini sudah selesai dan tidak usah dibicarakan lagi."

        Bagaimanapun juga, dihari berikutnya, ketika pikiran sang Raja sedang senang, Ratu menghampirinya dan berkata bahwa jika dengan alasan itu sang Raja tidak dapat menarik kembali hadiah yang telah diberikan, dia sendiri yang akan mengaturnya. "Kamu harus memanggil nelayan itu kembali," katanya, "dan kemudian tanyakan, 'Apakah ikan ini jantan atau betina?' Jika dia berkata jantan, lalu kamu katankan bahwa yang kamu inginkan adalah ikan betina, tetapi bila nelayan tersebut berkata bahwa ikan tersebut betina, kamu akan membalasnya dengan mengatakan bahwa kamu menginginkan ikan jantan. Dengan cara ini hal tersebut dapat kita sesuaikan dengan baik."

           Raja berpendapat bahwa ini adalah jalan yang terbaik untuk keluar dari kesulitan, dan memerintahkan agar nelayan tadi dibawa ke hadapannya. Ketika nelayan tersebut, yang ternyata adalah orang yang sangat pandai, berlutut di hadapan raja, sang Raja berkata kepadanya: "Hai nelayan, katakan padaku, ikan yang kamu bawa kemarin adalah jantan atau betina?"

Nelayan tersebut menjawab, "Ikan tersebut bukan jantan dan bukan betina." Saat itu sang Raja tersenyum mendengar jawaban yang sangat cerdik, dan untuk menambah kejengkelan sang Rau, memerintahkan bendahara istana untuk memberikan sejumlah uang yang lebih banyak kepada nelayan tersebut.
Kemudian nelayan itu menyimpan uang tersebut dalam kantong kulitnya, berterima kasih kepada Raja, dan memanggul kantong tersebut diatas bahunya, bergegas pergi, tetapi tidak lama kemudian, dia menyadari bahwa dia telah menjatuhkan satu koin kecil. Dengan menaruh kantong tersebut kembali ke tanah, dia membungkuk dan memungut koin itu dan kembali melanjutkan perjalanannya, diikuti dengan pandangan mata Raja dan Ratu yang mengawasi semua tindakannya.

"Lihat! betapa pelitnya dia!" kata Sherem, sang Ratu, dengan bangga atas kemenangannya. "Dia benar-benar menurunkan kantongnya hanya untuk memungut satu buah koin kecil karena mungkin dia akan sangat merasa kehilangan hanya dengan berpikir bahwa koin tersebut akan diambil oleh salah seorang pelayan Raja, atau seseorang yang lebih miskin, yang membutuhkannya untuk membeli sebuah roti dan yang memohon agar raja dikaruniai umur panjang."

"Sekali lagi kamu berbicara benar," balas sang Raja, merasakan kebenaran dari komentar Ratu; dan sekali lagi nelayan tersebut dibawa untuk menghadap ke istana. "Apakah kamu ini manusia atau binatang buas?" Raja bertanya kepadanya. "Walaupun kamu mungkin sudah kaya tanpa harus bekerja keras lagi, tetapi sifat pelit dalam dirimu tidak membiarkan kamu untuk meninggalkan satu koin kecil untuk orang lain." Lalu sang Raja memerintahkan nelayan tersebut untuk pergi dan tidak menampakkan lagi wajahnya di dalam kota kerajaannya.

        Saat itu nelayan tersebut berlutut pada kedua kakinya dan menangis: "Dengarkanlah hamba, Oh sang Raja, pelindung rakyat miskin! Semoga Tuhan memberkahi Tuanku dengan umur panjang. Bukan nilai dari koin tersebut yang hamba pungut, tetapi karena pada satu sisi koin tersebut tertera tulisan pujian atas nama Tuhan, dan disisi lainnya tergambar wajah Raja. Hamba takut bahwa seseorang, mungkin dengan tidak sengaja karena tidak melihat koin tersebut, akan menginjaknya. Biarlah sang Raja yang menentukan apakah yang saya lakukan ini pantas untuk dicela atau tidak."


         Jawaban tersebut membuat sang Raja sangat senang tidak terhingga, dan memberikan lagi nelayan terseut sejumlah besar uang. Dan kemarahan Ratu saat itu juga menjadi reda, dan dia menjadi sadar dan melihat dengan ramah terhadap nelayan tersebut yang pergi dengan kantung yang dimuati dengan uang.

READ MORE - Seorang Raja dan Nelayan ( Hartwell James )

Keladai dan Garam Muatannya ( Aesop )



                 Seorang pedagang, menuntun keledainya untuk melewati sebuah sungai yang dangkal. Selama ini mereka telah melalui sungai tersebut tanpa pernah mengalami satu pun kecelakaan, tetapi kali ini, keledainya tergelincir dan jatuh ketika mereka berada tepat di tengah-tengah sungai tersebut. Ketika pedagang tersebut akhirnya berhasil membawa keledainya beserta muatannya ke pinggir sungai dengan selamat, kebanyakan dari garam yang dimuat oleh keledai telah meleleh dan larut ke dalam air sungai. Gembira karena merasakan muatannya telah berkurang sehingga beban yang dibawa menjadi lebih ringan, sang Keledai merasa sangat gembira ketika mereka melanjutkan perjalanan mereka.

           Pada hari berikutnya, sang Pedagang kembali membawa muatan garam. Sang Keledai yang mengingat pengalamannya kemarin saat tergelincir di tengah sungai itu, dengan sengaja membiarkan dirinya tergelincir jatuh ke dalam air, dan akhirnya dia bisa mengurangi bebannya kembali dengan cara itu.

                Pedagang yang merasa marah, kemudian membawa keledainya tersebut kembali ke pasar, dimana keledai tersebut di muati dengan keranjang-keranjang yang sangat besar dan berisikan spons. Ketika mereka kembali tiba di tengah sungai, sang keledai kembali dengan sengaja menjatuhkan diri, tetapi pada saat pedagang tersebut membawanya ke pinggir sungai, sang keledai menjadi sangat tidak nyaman karena harus dengan terpaksa menyeret dirinya pulang kerumah dengan beban yang sepuluh kali lipat lebih berat dari sebelumnya akibat spons yang dimuatnya menyerap air sungai.
READ MORE - Keladai dan Garam Muatannya ( Aesop )

Minggu, 13 Oktober 2013

Dua Ekor Kambing Jembatan ( Aesop )


      

       Dua ekor kambing berjalan dengan gagahnya dari arah yang berlawanan di sebuah pegunungan yang curam, saat itu secara kebetulan mereka secara bersamaan masing-masing tiba di tepi jurang yang dibawahnya mengalir air sungai yang sangat deras. Sebuah pohon yang jatuh, telah dijadikan jembatan untuk menyebrangi jurang tersebut. Pohon yang dijadikan jembatan tersebut sangatlah kecil sehingga tidak dapat dilalui secara bersamaan oleh dua ekor tupai dengan selamat, apalagi oleh dua ekor kambing. Jembatan yang sangat kecil itu akan membuat orang yang paling berani pun akan menjadi ketakutan. Tetapi kedua kambing tersebut tidak merasa ketakutan. Rasa sombong dan harga diri mereka tidak membiarkan mereka untuk mengalah dan memberikan jalan terlebih dahulu kepada kambing lainnya.

        Saat salah satu kambing menapakkan kakinya ke jembatan itu, kambing yang lainnya pun tidak mau mengalah dan juga menapakkan kakinya ke jembatan tersebut. Akhirnya keduanya bertemu di tengah-tengah jembatan. Keduanya masih tidak mau mengalah dan malahan saling mendorong dengan tanduk mereka sehingga kedua kambing tersebut akhirnya jatuh ke dalam jurang dan tersapu oleh aliran air yang sangat deras di bawahnya.
READ MORE - Dua Ekor Kambing Jembatan ( Aesop )

Kerbau dan Kambing ( Aesop )


   
           Seekor kerbau jantan berhasil lolos dari serangan seekor singa dengan cara memasuki sebuah gua dimana gua tersebut sering digunakan oleh kumpulan kambing sebagai tempat berteduh dan menginap saat malam tiba ataupun saat cuaca sedang memburuk. Saat itu hanya satu kambing jantan yang ada di dalam gua tersebut. Saat kerbau masuk kedalam gua, kambing jantan itu menundukkan kepalanya, berlari untuk menabrak kerbau tersebut dengan tanduknya agar kerbau jantan itu keluar dari gua dan dimangsa oleh sang Singa. Kerbau itu hanya tinggal diam melihat tingkah laku sang Kambing. Sedang diluar sana, sang Singa berkeliaran di muka gua mencari mangsanya.

          Lalu sang kerbau berkata kepada sang kambing, "Jangan berpikir bahwa saya akan menyerah dan diam saja melihat tingkah lakumu yang pengecut karena saya merasa takut kepadamu. Saat singa itu pergi, saya akan memberi kamu pelajaran yang tidak akan pernah kamu lupakan."
READ MORE - Kerbau dan Kambing ( Aesop )

Dua Orang Pengembara dan Seekor Beruang ( Aesop )



          Dua orang berjalan mengembara bersama-sama melalui sebuah hutan yang lebat. Saat itu tiba-tiba seekor beruang yang sangat besar keluar dari semak-semak di dekat mereka.

Salah satu pengembara, hanya memikirkan keselamatannya dan tidak menghiraukan temannya, memanjat ke sebuah pohon yang berada dekat dengannya.

Pengembara yang lain, merasa tidak dapat melawan beruang yang sangat besar itu sendirian, melemparkan dirinya ke tanah dan berbaring diam-diam, seolah-olah dia telah meninggal. Dia sering mendengar bahwa beruang tidak akan menyentuh hewan atau orang yang telah meninggal.

Temannya yang berada di pohon tidak berbuat apa-apa untuk menolong temannya yang berbaring. Entah hal ini benar atau tidak, beruang itu sejenak mengendus-endus di dekat kepalanya, dan kelihatannya puas bahwa korbannya telah meninggal, beruang tersebutpun berjalan pergi.

Pengembara yang berada di atas pohon kemudian turun dari persembunyiannya.
"Kelihatannya seolah-olah beruang itu membisikkan sesuatu di telingamu," katanya. "Apa yang di katakan oleh beruang itu"

"Beruang itu berkata," kata pengembara yang berbaring tadi, "Tidak bijaksana berjalan bersama-sama dan berteman dengan seseorang yang membiarkan dan tidak menghiraukan temannya yang berada dalam bahaya."
READ MORE - Dua Orang Pengembara dan Seekor Beruang ( Aesop )

Pemerah Susu dan Embernya ( Aesop )



Seorang wanita pemerah susu telah memerah susu dari beberapa ekor sapi dan berjalan pulang kembali dari peternakan, dengan seember susu yang dijunjungnya di atas kepalanya. Saat dia berjalan pulang, dia berpikir dan membayang-bayangkan rencananya kedepan.

"Susu yang saya perah ini sangat baik mutunya," pikirnya menghibur diri, "akan memberikan saya banyak cream untuk dibuat. Saya akan membuat mentega yang banyak dari cream itu dan menjualnya ke pasar, dan dengan uang yang saya miliki nantinya, saya akan membeli banyak telur dan menetaskannya, Sungguh sangat indah kelihatannya apabila telur-telur tersebut telah menetas dan ladangku akan dipenuhi dengan ayam-ayam muda yang sehat. Pada suatu saat, saya akan menjualnya, dan dengan uang tersebut saya akan membeli baju-baju yang cantik untuk di pakai ke pesta. Semua pemuda ganteng akan melihat ke arahku. Mereka akan datang dan mencoba merayuku, tetapi saya akan mencari pemuda yang memiliki usaha yang bagus saja!"

Ketika dia sedang memikirkan rencana-rencananya yang dirasanya sangat pandai, dia menganggukkan kepalanya dengan bangga, dan tanpa disadari, ember yang berada di kepalanya jatuh ke tanah, dan semua susu yang telah diperah mengalir tumpah ke tanah, dengan itu hilanglah semua angan-angannya tentang mentega, telur, ayam, baju baru beserta kebanggaannya.
READ MORE - Pemerah Susu dan Embernya ( Aesop )

Grethel yang cerdik ( Grimm Bersaudara )

      

          Dahulu kala ada seorang tukang masak yang bernama Grethel yang suka memakai sepatu bertumit merah, yang ketika keluar rumah selalu merasa bebas dan memiliki perasaan yang sangat baik. Ketika dia kembali ke rumah lagi, dia selalu meminum segelas anggur untuk menyegarkan diri, dan ketika minuman anggur tersebut memberi nafsu makan kepadanya, dia akan memakan makanan yang terbaik dari apapun yang dimasaknya hingga dia merasa cukup kenyang. Untuk itu dia selalu berkata "Seorang tukang masak harus tahu mencicipi apapun".

Suatu hari tuannya berkata kepadanya "Grethel, saya menunggu kedatangan tamu pada malam ini, kamu harus menyiapkan sepasang masakan ayam".

"Tentu saja tuan" jawab Grethel. Lalu dia memotong ayam, membersihkannya dan kemudian mencabuti bulunya, lalu ketika menjelang malam, dia memanggang ayam tersebut di api hingga matang. Ketika ayam tersebut mulai berwarna coklat dan hampir selesai dipanggang, tamu tersebut belum juga datang.

"Jika tamu tersebut tidak datang cepat" kata Grethel kepada tuannya, "Saya harus mengeluarkan ayam tersebut dari api, sayang sekali apabila kita tidak memakannya sekarang justru pada saat ayam tersebut hampir siap." Dan tuannya berkata dia sendiri akan berlari mengundang tamunya. Saat tuannya mulai membalikkan badannya, Grethel mengambil ayam tersebut dari api.

"Berdiri begitu lama dekat api," kata Grethel, "membuat kita menjadi panas dan kehausan, dan siapa yang tahu apabila mereka akan datang atau tidak! sementara ini saya akan turun ke ruang penyimpanan dan mengambil segelas minuman." Jadi dia lari kebawah, mengambil sebuah mug, dan berkata, "Ini dia!" dengan satu tegukan besar. "Satu minuman yang baik sepantasnya tidak disia-siakan," dia berkata lagi "dan tidak seharusnya berakhir dengan cepat," jadi dia mengambil tegukan yang besar kembali. Kemudian dia pergi keatas dan menaruh ayam tadi di panggangan api kembali, mengolesinya dengan mentega. Sekarang begitu mencium bau yang sangat sedap, Grethel berkata, "Saya harus tahu apakah rasanya memang seenak baunya," Dia mulai menjilati jarinya dan berkata lagi sendiri, "Ya.. ayam ini sangat sedap, sayang sekali bila tidak ada orang disini yang memakannya!"

Jadi dia menengok keluar jendela untuk melihat apakah tuan dan tamunya sudah datang, tapi dia tidak melihat siapapun yang datang jadi dia kembali ke ayam tersebut. "Aduh, satu sayapnya mulai hangus!" dan berkata lagi, "Sebaiknya bagian itu saya makan." Jadia dia memotong sayap ayam panggang tersebut dan mulai memakannya, rasanya memang enak, kemudian dia berpikir,

"Saya sebaiknya memotong sayap yang satunya lagi, agar tuanku tidak akan menyadari bahwa ayam panggang tersebut kehilangan sayap disebelah." Dan ketika kedua sayap telah dimakan, dia kembali melihat keluar jendela untuk mencari tuannya, tetapi masih belum juga ada yang datang.

"Siapa yang tahu, apakah mereka akan datang atau tidak? mungkin mereka bermalam di penginapan."Setelah berpikir sejenak, dia berkata lagi "Saya harus membuat diri saya senang, dan pertama kali saya harus minum minuman yang enak dan kemudian makan makanan yang lezat, semua hal ini tidak bisa disia-siakan." Jadia dia lari ke ruang penyimpanan dan mengambil minuman yang sangat besar, dan mulai memakan ayam tersebut dengan rasa kenikmatan yang besar. Ketika semua sudah selesai, dan tuannya masih belum datang, mata Grethel mengarah ke ayam yang satunya lagi, dan berkata, "Apa yang didapat oleh ayam yang satu, harus didapat pula oleh ayam yang lain, sungguh tidak adil apabila mereka tidak mendapat perlakuan yang sama; mungkin sambil minum saya bisa menyelesaikan ayam yang satunya lagi." Jadi dia meneguk minumannya kembali dan mulai memakan ayam yang satunya lagi.

Tepat ketika dia sedang makan, dia mendengar tuannya datang. "Cepat Grethel," tuannya berteriak dari luar, "tamu tersebut sudah datang!" "Baik tuan," dia menjawab, "makanan tersebut sudah siap." Tuannya pergi ke meja makan dan mengambil pisau pemotong yang sudah disiapkan untuk memotong ayam dan mulai menajamkannya. Saat itu, tamu tersebut datang dan mengetuk pintu dengan halus. Grethel berlari keluar untuk melihat siapa yang datang, dan ketika dia berpapasan dengan tamu tersebut, dia meletakkan jarinya di bibir dan berkata, "Hush! cepat lari dari sini, jika tuan saya menangkapmu, ini akan membawa akibat yang buruk untuk kamu; dia mengundangmu untuk makan, tetapi sebenarnya dia ingin memotong telingamu! Coba dengar, dia sedang mengasah pisaunya!"

 Tamu tersebut, mendengarkan suara pisau yang diasah, berbalik pergi secepatnya. Dan Grethel berteriak ke tuannya, "Tamu tersebut telah pergi membawa sesuatu dari rumah ini!".
"Apa yang terjadi, Grethel? apa maksud mu?" dia bertanya.
"Dia telah pergi dan membawa lari dua buah ayam yang telah saya siapkan tadi."

"Itu adalah sifat yang buruk!" kata tuannya, dia merasa sayang pada ayam panggang tersebut; "dia mungkin mau menyisakan satu untuk saya makan." Dan dia memanggil tamunya dan menyuruhnya untuk berhenti, tetapi tamu tersebut seolah-olah tidak mendengarnya; kemudian tuannya tersebut mulai berlari mengejar tamunya dengan pisau masih ditangan dan berteriak,"hanya satu! hanya satu!" dia bermaksud agar tamu tersebut setidak-tidaknya memberikan dia satu ayam panggang dan tidak membawa kedua-duanya, tetapi tamu tersebut mengira bahwa dia menginginkan satu telinganya, jadi dia berlari semakin kencang menuju kerumahnya sendiri.
READ MORE - Grethel yang cerdik ( Grimm Bersaudara )

Kakek Batu

Dahulu kala hidup dua orang pemuda kakak beradik. Mereka bekerja menggarap ladang sayur mereka. Ketika sang kakak menikah, ia memberikan sebuah mantel  hujan dari ilalang dan sebuah cangkul. Disuruhnya adiknya mencari tanah sendiri. Pada masa itu, orang Cina tidak membeli jas hujan di toko. Mereka membuat jas hujan dari rumput dan ilalang. 

Sang adik pergi ke gunung mencari tanah untuk dijadikan ladang. ia menemukan tanah yang diinginkannya dan mulai mencangkul di dekat sebuah batu besar.

Pemuda itu beristirahat dan duduk di samping batu besar. Dilihatnya batu itu berbentuk seperti seorang kakek tua.

Saat itu matahari mulai muncul setelah hujan berhenti. Pemuda itu berkata kepada batu besar, "Selamat siang, kakek batu. Tolong kau jaga mantel  hujanku yang berharga ini."

Sore itu, pemuda itu berhenti bekerja dan mulai berbicara dengan batu itu seolah-olah mereka sahabat lama.

READ MORE - Kakek Batu

Sabtu, 12 Oktober 2013

Gadis Landak

Dahulu kala, hidup sepasang suami isteri di sebuah rumah kecil. Adik lelaki sang suami juga tinggal bersama mereka.

Pada suatu hari sang isteri berkata, “Adikmu sudah dewasa. Sudah waktunya menikah. Berikan saja setengah harta kita dan suruh dia mencari tempat tinggal sendiri.” Suaminya tidak tega menyuruh adiknya pergi, tapi isterinya mendesaknya terus.  Akhirnya ia setuju. 

Esok harinya , ia menyuruh adiknya memakai pakaian baru  lalu mengajaknya berjalan-jalan.
Mereka berjalan mendaki bukit dan ketika tiba di hutan, sang kakak memberikan sejumlah uang dan mengatakan bahwa sudah waktunya sang adik memulai hidup sendiri. Walaupun sedih, sang kakak menyuruh adiknya pergi dan ia sendiri pulang ke rumahnya.

Sang adik terus berjalan walaupun ia tidak punya tujuan. Malam tiba. Ia melihat sebuah gubuk.  Ia meminta ijin kepada pemburu pemilik gubuk itu untuk tinggal semalam.  

Malam itu, pemuda itu melihat seekor landak terikat pada tiang. Landak itu terus memandanginya.

“Tuan,” katanya kepada pemburu, “Mengapa kau mengikat landak itu di tiang?”

“Aku akan mengambil kulitnya dan memakan dagingnya.”

“Tapi tuan, lihatlah, landak itu sedih sekali. Tolong lepaskan dia.”

“Aku lelah sekali berburu hari ini, dan hanya landak itu yang kudapat. Tidak, aku tak mau melepaskannya.”

“Kalau begitu, biarlah aku membelinya!” kata pemuda itu sambil menunjukkan uang pemberian kakaknya.

Pemburu menjual  landak itu kepada pemuda itu.  Pemuda itu membawa landak pergi. Setelah cukup jauh dari gubuk pemburu, ia melepaskan tali pengikat  landak dan berkata. “Pergilah jauh-jauh. Kalau kau tertangkap lagi, belum tentu ada yang menolongmu.”

Landak itu memandangi sang pemuda lama sekali. Lalu ia pergi ke semak-semak dan menghilang.

Tiba-tiba terdengar suara gemerisik dan ilalang di dekatnya bergerak-gerak. Alangkah terkejutnya pemuda itu, seorang gadis muda muncul. Gadis itu cantik sekali. Ia membawa sehelai selimut tebal.

“Tuan,” kata gadis itu, “Kau tentu kedinginan.” Ia memberikan selimut yang dibawanya kepada pemuda itu.

“Terima kasih, Nona. Kau baik sekali,” kata pemuda.

“Apakah kau tidak punya rumah?” tanya gadis itu.

“Tentu saja aku punya rumah.”

“Lalu mengapa kau ada di sini?”

Pemuda itu menceritakan perpisahannya dengan kakaknya.

“Apakah kau tidak rindu kepada rumahmu?” tanya gadis itu.

"Aku rindu kepada kakakku, tapi aku tidak berani kembali ke rumah."

“Jangan kuatir, aku akan membawamu ke rumahmu sendiri. Tapi kau harus menikahiku dulu.”

Walaupun agak bingung, pemuda itu setuju. Malam itu mereka mengucapkan sumpah pernikahan dan menjadi pasangan suami isteri.

Esoknya, pagi-pagi sekali, wanita muda itu berkata, “Tutuplah punggungku dengan selimut itu. Lalu naiklah ke punggungku. Berpeganganlah erat-erat dan tutup matamu sampai aku menyuruhmu membukanya.”

Suaminya mengikuti semua perkataan sang isteri. Dan pemuda itu merasa ia sedang terbang. Angin bertiup kencang di telinganya. Tapi dengan patuh ia tetap menutup kedua matanya.

Akhirnya, ia mendengar isterinya berkata, “Sekarang kau boleh membuka matamu.” Pemuda itu membuka matanya dan melihat mereka berada di tepi desanya sendiri.

“Suamiku,” kata sang isteri, “Jangan kembali ke rumah kakakmu dulu, ayo kita mencari tempat tinggal kita sendiri.”

Pemuda itu mengajak isterinya ke sebuah kedai.  Ia mengenal pemilik kedai itu. Ia mengenalkan isterinya kepada pemilik kedai dan mereka bercakap-cakap.

“Paman,” kata wanita muda itu, “Kami ingin menetap di desa ini. Dapatkah paman mencarikan sebidang tanah yang akan dijual?’

“Baiklah, aku akan mencarikan tanah yang baik untukmu,” kata paman.

Esok harinya, paman menunjukkan sebidang tanah yang akan dijual, tapi pemiliknya memasang harga yang sangat tinggi. “Kalau kalian sabar, aku akan mencarikan tanah yang lain,” kata paman.

Tapi wanita muda itu berkata, “Tidak usah, paman. Kami punya cukup uang untuk membeli tanah itu.” Wanita itu mengeluarkan uang dan meminta suaminya membeli tanah itu.

Malam itu suami isteri itu melihat tanah yang baru mereka beli.  Sang isteri mencabut jepit rambutnya dan membuat gambar rumah di tanah. Ketika ia menarik kembali jepit rambutnya, terdengar suara gemuruh dan bumi bergetar. Sekarang di depan mereka berdiri sebuah rumah besar yang indah dan megah.

“Ini rumah kita,” kata sang isteri, “ Ayo kita masuk.”

Rumah itu  sudah lengkap dengan perabotan yang indah. Di belakang rumah ada gudang  besar yang penuh bahan makanan . Di sampingnya berdiri sebuah kandang berisi belasan kuda. Mereka tinggal di sana dengan tenang dan bahagia.

Tiga tahun berlalu. Pada suatu hari, sang isteri berkata kepada suaminya. “Kita sudah lama menikah, tapi kita tidak dikaruniai anak. Kurasa kau harus mengambil seorang isteri lagi.”

Suaminya tidak setuju. “Aku bahagia hidup denganmu, walaupun kita tidak punya anak.”

“Kau tidak mengerti,” kata isterinya. “Aku tak akan lama hidup bersamamu.”

Wanita itu kemudian menjelaskan bahwa ia adalah landak yang dulu diselamatkan pemuda itu dari pemburu.  Ia mengubah dirinya menjadi manusia untuk membalas budi. Ia mendesak suaminya untuk mencari calon isteri.

Pemuda itu pergi mencari calon isteri yang baik. Ia telah bertemu banyak sekali gadis namun tak ada yang menurutnya sebaik gadis landak, isterinya.

Pada suatu hari ia melihat seorang gadis yang menarik hatinya. Pemuda itu menemui ayah sang gadis untuk melamar. Ayah gadis itu seorang pedagang kaya.  Ia setuju anak gadisnya dipersunting sang pemuda, dengan satu syarat. Ia minta pemuda membawa tujuh kereta penuh uang perak.

Pemuda itu kembali ke rumahnya dan menceritakan perjalanannya hingga menemukan seorang gadis. Ia menjelaskan syarat yang diminta ayah gadis itu. “Hanya itu syaratnya?” tanya gadis landak.

Esok harinya gadis landak meminta suaminya pergi ke rumah calon isteri barunya. Di halaman rumah sudah menunggu tujuh kereta lengkap dengan kuda dan kusir.

Setelah menikah dengan puteri pedagang, pemuda itu membawa isteri barunya pulang. Mereka disambut hangat oleh gadis landak.

Esok harinya, gadis landak sudah tidak ada. Pemuda itu tidak pernah lagi melihat isteri pertamanya. 

Setahun kemudian, isteri keduanya melahirkan sepasang anak kembar seperti yang diinginkan gadis landak.

READ MORE - Gadis Landak

Burung Phoenix Berkepala Dua

Dahulu kala, hidup dua orang sahabat. Mereka bersahabat selama bertahun-tahun dan berbagi apa saja di antara mereka. Mereka bahkan lebih dekat dari dua orang bersaudara.

Suatu saat, salah satu dari mereka sakit. Penyakitnya makin parah dan akhirnya ia meninggal. Sahabatnya sangat sedih. Tak lama kemudian ia juga jatuh sakit dan meninggal.

Beberapa waktu kemudian, kedua sahabat itu dilahirkan kembali dalam wujud seekor burung phoenix berkepala dua. Kedua kepala burung itu sama seperti kedua sahabat itu dulu. Mereka pergi bersama-sama, mencari makanan bersama.

Pada suatu hari seorang pemburu melihat burung itu. Pemburu itu sudah siap menembak burung itu, namun ketika ia melihat kedua kepala burung itu begitu saling menyayangi, ia tidak sampai hati membunuhnya. Akhirnya ia membiarkan burung itu pergi.

Pemburu menceritakan burung istimewa itu kepada teman-temannya. Tersiarlah kabar ke mana-mana bahwa ada seekor burung phoenix berkepala dua hidup di hutan. Burung phoenix adalah hewan yang jarang ada. Apalagi yang berkepala dua!

Berita itu sampai juga ke telinga raja. Raja memerintahkan agar burung itu ditangkap hidup-hidup. Akhirnya burung itu tertangkap dan dibawa kepada raja.

Raja meletakkan burung itu dalam sebuah sangkar besar. Tiap hari ia mengagumi keindahan burung itu.

Raja memberi makan salah satu kepala burung di sebelah kanan. Burung itu menerima makanan dan memberikan sebagian kepada saudaranya. Ketika raja memberikan makanan kepada kepala yang di kiri, kepala itu juga membagi makanannya kepada kepala di kanan. Demikian seterusnya.

Raja memberikan makanan lagi kepada salah satu kepala, lalu ketika kepala itu hendak membagi makanan kepada saudaranya, raja menghalanginya. Kepala yang menerima makanan tidak menelan makanannya, tapi justru membuangnya. Demikian juga dengan kepala satunya.

Raja menjadi marah. Ia merasa burung itu tidak mematuhi perintahnya. Raja lalu memanggil penasihat dan menyuruhnya memisahkan kedua kepala itu.

Penasihat tidak mau bagaimana melakukan tugas itu. Ia berusaha mengulur waktu dengan minta raja megijinkannya membawa burung itu pulang dan minta waktu selama sebulan. Raja setuju dan penasihat membawa burung itu pulang. Raja berjanji memberikan setengah kerajaannya jika penasihat berhasil menyelesaikan tugasnya

Selama berhari-hari penasihat mengamati burung itu dan tidak menemukan cara untuk memisahkan kedua kepala itu. Bagaimana caranya?

Pada suatu hari, penasihat melihat kedua kepala itu menghadap ke arah yang berlawanan. Itu terjadi beberapa kali dalam sehari. Penasihat mendapat akal.

Ketika kepala-kepala burung menghadap ke arah yang berbeda, penasihat berbisik kepada kepala di sebelah kanan, “Tu... tu... tu... tu... tu...” lalu ia pergi dan mengintip dari kejauhan.
Kepala burung yang kiri bertanya kepada saudaranya, “Apa yang dikatakannya kepadamu?”

Saudaranya menjawab, “Bukan apa-apa, kok.”

Pada waktu lain penasihat membisikkan lagi “Tu... tu... tu...tu ... tu” kepada kepala kanan. Kepala kiri bertanya lagi, dan mendapat jawaban, “Bukan apa-apa. Sesuatu yang tak ada artinya.”  Kepala kiri mulai merasa tidak senang, tapi ia diam saja.

Begitu seterusnya, penasihat membisikkan “Tu... tu... tu...tu ... tu” kepada kepala kanan, kepala kiri bertanya dan kepala kanan menjawab, “Bukan apa-apa,” atau “Tak ada artinya.”

Kepala kiri makin marah dan penasaran. Hingga akhirnya ketika penasihat membisiki kepala kanan lagi, ia bertanya. “Apa sih yang ia katakan tadi? Juga kemarin?"

Kepala kanan mengatakan, “Aku sudah bilang, ia mengatakan sesuatu yang tak ada artinya.”

“Bisa saja kau bohong,” kata kepala kiri. Setelah bertahun-tahun bersahabat, baru sekarang mereka saling curiga.

“Jadi kau tak percaya kepadaku?” Kepala kanan berteriak, “Saudaramu sendiri?”

“Mengapa kau tidak mau mengatakannya kepadaku?”

“Baiklah, ini yang dia bisikkan selalu kepadaku ‘Tu... tu... tu...tu ... tu.’”

“Kau pikir aku percaya?”

“Saudaraku, hanya itu yang dikatakannya.”

“Kalau hanya itu, mengapa ia datang berkali-kali kepadamu? Dan hanya kepadamu? Pasti kau menyembunyikan sesuatu dariku.”

Kepala kanan menjadi sangat marah. “Aku menghormatimu lebih dari saudara. Tapi kau tidak percaya kepadaku.”

Kepala kiri tak kalah panas. “Kau memang saudaraku, tapi menurutku kau  tidak dapat dipercaya."

Akhirnya mereka bertengkar. Makin lama makin sengit. Mereka saling berteriak, gaduh sekali. Penasihat mengamati dari kejauhan.

Tak lama kemudian kedua kepala itu saling menyerang sambil berteriak-teriak. Mereka saling mematuk dan mendorong. Penasihat bersiap-siap untuk menghentikan perkelahian itu. Kalau burung itu terluka dan mati, ia akan mendapat hukuman berat.

Perkelahian makin seru. Mereka saling mendorong sambil berkata, “Pergi, kau!” dan “Aku tidak mau punya sahabat sepertimu.”

Tiba-tiba terdengar suara letusan keras, dan ajaib, burung itu sudah menjadi dua ekor burung phoenix, masing-masing punya satu tubuh, satu kepala, dua sayap, dua kaki dan  seperti layaknya dua ekor burung. Mereka saling menjauh dan membelakangi. Penasihat cepat-cepat memindahkan satu burung ke sangkar yang lain.

Esok harinya, penasihat membawa kedua burung itu kepada raja. Ia sangat senang dan puas. Tugasnya berhasil dilaksanakan dengan baik walaupun ia harus malakukan tindakan tidak terpuji.  Sekarang ia akan minta hadiah yang dijanjikan raja, setengah kerajaan. Berkat kecerdikannya, sebentar lagi ia akan menjadi raja.

Raja senang sekali. Ia mengambil kedua sangkar burung itu dan menyuruh penasihat pergi.

“Maaf...Yang Mulia...?” kata penasihat. Ia harus meminta hadiahnya sekarang juga.

“Ya, penasihat,” kata raja. “Kau boleh pulang dan beristirahat.”

“Tapi Tuanku...,” kata penasihat gugup, “Mengenai perjanjian kita...”

“Perjanjian apa?” kata raja sambil terus memandangi burung-burung phoenix.

“Perjanjian tentang...” kalimat penasihat tidak pernah selesai.

“Apakah aku pernah membuat perjanjian denganmu?” kata raja. “Mengenai apa? Aku tidak ingat.”

“Begini saja,” lanjut raja. “Aku tahu kau lelah sekali. Sekarang pulanglah. Pergilah berlibur.”

“Baik, tuanku.” Penasihat pergi dengan sangat kecewa.

Raja sangat senang dengan kedua burung phoenix itu. Burung-burung itu sekarang tidak saling membagi makanan atau apa pun lagi, mereka bahkan tidak saling berbicara. Persahabatan yang berlangsung begitu lama hancur berantakan karena mereka membiarkan orang lain mengadu domba mereka.

Sementara, penasihat mendapatkan apa yang pantas menjadi hadiahnya. Raja tidak mengakui pernah menjanjikan  setengah kerajaannya kepada penasihat.
READ MORE - Burung Phoenix Berkepala Dua