Rabu, 26 Juni 2013

Burung Gagak dan Ibunya

Seekor gagak muda mencuri sepotong roti dari rumah Pak Tani dan membawanya pulang. Alih-alih menasihatinya, ibu gagak malah mengepakkan sayapnya dengan senang dan memujinya sebagai anak yang baik, karena membawa pulang makanan untuk ibunya yang telah bekerja keras.
"Kamu anak pintar, Nak!" serunya. "Ibu bangga padamu. Lain kali kamu harus membawa pulang daging, atau sesuatu yang lebih berharga, seperti sendok perak atau cincin."
Bahagia karena kata kata pujian ibunya, burung gagak muda itu kemudian mulai mengambil barang lain dengan sungguh-sungguh. Tidak berapa lama dia sudah membawa pulang banyak sekali pisau, garpu, cincin, peniti emas, dan barang barang kecil lain sehingga keluarganya bisa saja membuka sebuah toko. Ibunya berkaok dengan senang dan memberitahukan semua kawan-kawannya, sungguh memalukan anak mereka tidak sepintar anaknya.
Setelah beberapa bulan lamanya, gagak muda yang selalu sibuk itu bosan mencuri dari orang-orang. Hal itu terlalu mudah baginya, sehingga tidak menyenangkan lagi. Ia lalu mencuri di sarang burung yang lain, lagipula ibunya masih selalu bilang padanya bahwa ia ada burung yang terbaik yang pernah ditetaskan seekor gagak. Perbuatannya itu berbahaya sekali, dan ia harus lebih cerdik. Tetapi pikirnya, bagaimana burung lamban seperti jalak atau bahkan elang bisa menangkapnya?
Tapi, ternyata itulah yang terjadi. Dia tertangkap basah, dan dua ekor burung elang yang galak menjaganya untuk dihukum.
Tentunya kamu harus mengerti, bahwa mencuri dari burung yang lain adalah kejahatan berat!
Setengah burung penduduk hutan berkumpul pagi itu untuk menentukan nasibnya. Walaupun para burung gagak membelanya dengan usaha keras, mereka tidak bisa menyelamatkannya dari hukuman. Akhirnya ia minta satu permintaan, yaitu untuk bisa berbicara pada ibunya. Tidak ada yang bisa menolak permintaan yang menyentuh itu, dan semua burung di hutan itu terdiam menyaksikan ia dan ibunya berdiri berdampingan.
Kemudian..., tanpa basa basi, gagak muda itu mencakari dan mematuki ibunya dengan kasar sampai burung lain dengan ketakutan memisahkan mereka. Akhirnya dengan babak belur, si gagak muda itu berhasil meyakinkan mereka untuk mendengarkannya.
"Kalian pikir aku adalah makhluk yang jahat dan kasar," dia bilang. "Dan mungkin memang itulah aku. Tetapi kesalahan bukan semua milikku. Aku tidak akan berada di sini sekarang jika ibuku mengajariku untuk berbuat baik. Malah, ia meyakinkanku bahwa perbuatanku itu adalah perbuatan baik. Jika kalian adil, kalian akan menghukumnya juga. Itulah perkataanku. Sekarang lakukan yang kalian mau!"
Tentu saja pidato gagak muda itu tidak meringankan hukumannya walaupun semua yang dikatakannya itu benar. Mereka kemudian mengikatnya di sebuah pohon elm, sebagai contoh bagi semua burung yang ingin mencuri dari sesamanya.  

Terjemah bebas dari : The Crow and His Mother, Richards Topical Encyclopedia. 1951

Pesan dari cerita ini adalah : perilaku kita dipengaruhi oleh lingkungan sekitar kita, terutama lingkungan terdekat yaitu keluarga. Didiklah anak dengan contoh dan perkataan yang mulia oleh orangtua.
  
READ MORE - Burung Gagak dan Ibunya

Keledai Menyanyi

Disinari sinar matahari pagi, rumput berbalut embun pagi bersinar seperti kilauan kaca. Lagi dan lagi keledai menggosok hidungnya di atasnya. Butiran air menggantung sebentar di hidung hitamnya yang besar dan kemudian menggelinding jatuh seperti kelereng. Badannya kurus, bahkan tulang-tulang iganya tampak menonjol keluar di sisi tubuhnya. Kakinya gemetaran hampir-hampir tidak bisa menyangga tubuhnya. Beberapa kali ia doyong hampir jatuh terlentang.
Pada kondisi inilah Pak Tani menemukannya, dan ia masih menjilat-jilat embun di rerumputan. Jelas sekali keledai ini pasti sakit atau kelaparan. Tetapi ia tidak mau makan tunas rumput yang lunak kesukaannya.
"Semua ini karena musik," kata keledai itu dengan sedih ketika Pak Tani menanyakan kenapa ia merana. "Semua ini untuk musik!"
"Musik?!" Pak Tani berseru keheranan. "Apa hubungannya musik dengan ini?"
"Yah, kamu tahu," jawab keledai. "Aku dengar si jangkrik bisa menyanyi dengan indah sehingga aku ingin bisa bernyanyi seindah mereka. Aku pikir sangat luar biasa jika aku bisa menghibur banyak penonton. Ketika aku tanya bagaimana bisa mereka melakukannya, jawabnya mereka hanya hidup dengan minum embun di rerumputan. Aku sudah tidak makan apa-apa sejak minggu lalu kecuali air embun. Aku sudah mau mati kelaparan. Tapi tetap saja aku hanya bisa meringkik!"
"Dasar kamu bodoh, keledai bodoh!" Pak Tani tertawa. Ia lalu membawakan keledai itu sekumpulan tunas tanaman, lalu berkata, "Kamu pikir jika saya hanya makan rumput lalu saya nantinya bisa meringkik?"    

Terjemah bebas dari : The Donkey Who Tried to Sing, Richards Topical Encyclopedia. 1951

Pesan dari cerita ini adalah : semua orang punya bakat dan kemampuan masing masing. Maksimalkan bakat terpendam yang kamu punya.
  
READ MORE - Keledai Menyanyi

Kodok dan Bocah

Seperti hujan peluru, batu-batu tajam beterbangan menimpa kodok-kodok kecil yang sedang duduk berjemur di atas bunga teratai di permukaan kolam. Mereka segera berlompatan terjun menyelam ke dalam kolam dan menggali lubang di lumpur agar terhindar dari lemparan batu. Tetapi para bocah laki-laki, senang dengan kenakalan mereka, tetap melempar batu, satu demi satu, terbang mendesing di udara.
"Berhenti! Berhenti!" seekor kodok memohon dengan sangat ketika ia pun harus melompat tinggi di atas teratai untuk menghindari batu batu terbang itu. "Berhenti! Kalian menyakiti kami! Tidakkah kalian menyadarinya?"
Tetapi bocah-bocah itu hanya tertawa dan tetap melakukan kesenangan mereka.
Pak Tani, yang kebetulan lewat, melihat apa yang sedang terjadi. Ia kemudian mengumpulkan segenggam batu dan mulai menghujani bocah-bocah laki-laki itu dengan lemparan batu yang jitu. Ketika batu-batu itu mengenai kaki mereka, mereka  berteriak kesakitan dan memohon Pak Tani untuk berhenti.
"Kenapa saya harus berhenti?" jawabnya. "Apakah kalian berhenti melempari kodok-kodok itu?"
Kemudian ia berhenti sejenak dan menasihati dengan bijak, "Kalian lihat! Apa yang menyenangkan untuk seseorang bisa menjadi penderitaan untuk yang lain!"   

Terjemah bebas dari : The Frog and the Boys, Richards Topical Encyclopedia. 1951

Pesan dari cerita ini adalah : Pak Tani memang bijaksana, apa yang menyenangkan untuk seseorang bisa saja membuat orang lain menderita. Pikirkan baik-baik akibat dari perbuatan kita kepada yang lain.
READ MORE - Kodok dan Bocah

Banteng dan Tikus


 Petualangannya dengan si Raja Hutan tentunya membekas dalam di hati si tikus kecil. Keesokan harinya ketika dia keluar dari liangnya dia melihat seekor banteng besar sedang menikmati makan rumput tidak jauh darinya. Penuh dengan sifat jahil, seperti biasanya, si tikus itu merangkak di belakangnya dan mencubit kaki banteng itu pelan-pelan.

Banteng itu melenguh dahsyat dan berlari melompat-lompat dengan keempat kakinya di sekeliling ladang, mengoyak-ngoyak tanah ladang dan matanya jalang seolah-olah mencari musuh. Si tikus kecil itu mengikutinya dari belakang, ia tidak mau ketinggalan tontonan seru itu.
"Seseorang sudah mencubit kakiku!" teriak si banteng. "Seseorang sudah mencubit kakiku, dan aku tidak akan diam sampai aku menemukannya! Aku tidak tahan dengan hal ini!"
"Apakah sakit sekali, ya?" tanya si tikus kecil, kepalanya muncul di balik rerumputan.
"Tidak," kata si banteng, suaranya merendah. "Tapi aku tidak akan membiarkan kakiku dicubit!"
"Aku yang mencubit kakimu, tuan banteng yang mulia," cicit si tikus kecil. "Walaupun aku cuma tikus, aku sudah mengalahkan empat kaki kuat, badan yang besar, dan sepasang tanduk." Sambil menggoyangkan ekornya, ia lalu berlari cepat ke rerumputan tinggi.
Banteng itu menatap tempat di mana tikus itu tadi berada dan kemudian memalingkan tubuhnya perlahan.
"Aku harusnya tahu bahwa tidak ada seseorang pun, yang mengerti akibatnya, yang berani menyerangku," ia berkata pada dirinya sendiri untuk mengembalikan harga dirinya yang hilang. "Lagi pula itu cuma seekor tikus!"   

Terjemah bebas dari : The Bull and the Mouse, Richards Topical Encyclopedia. 1951

Pesan dari cerita ini adalah : jangan mudah terganggu oleh hal remeh. Jangan suka membesar-besarkan masalah.
READ MORE - Banteng dan Tikus

Kekecewaan Serigala

Udara dipenuhi oleh aroma musim gugur, dan asap naik membumbung ke udara dari dalam cerobong asap di sebuah rumah besar yang berdiri gagah di antara pohon-pohon pinus. Saat itu benar-benar waktu yang tepat untuk makan malam.
Dan itulah hal yang paling di nanti dalam pikiran seekor serigala lapar yang berbaring meringkuk di bawah jendela rumah itu. Sangat dekat sehingga ia bisa mendengar semua suara yang ada di dalamnya.

"Aku sudah menunggu seharian," gumamnya kepada seekor bajing yang berlarian di atas dahan di atasnya. "Menunggu, dan menunggu di sini seharian! Kalau saja aku tahu bakal dibeginikan, lebih baik aku mengejar biri-biri di ladang gembala Pak Tani. Tetapi sekarang sudah terlambat, biri-biri itu pasti sekarang sudah aman di kandangnya dan aku harus pergi tidur dengan perut kosong."
 "Lantas, kenapa kamu berdiam diri saja di sini seharian?" tanya si bajing tanpa rasa kasihan. "Kamu harusnya bertanya. Aku bisa saja memberitahumu bahwa di sini tidak ada biri-biri."
 "Bukan biri-biri," kata si serigala dengan nada mencemooh. "Tapi bayi! Aku dengar ibunya bilang padanya, 'jika kamu tidak berhenti menangis, aku akan melemparkanmu ke serigala!' Mendengarnya saja membuat air liurku mengalir. Tetapi si bayi itu tetap saja menangis dan aku menunggu dan menunggu dan sekarang sudah hampir malam dan aku bahkan tidak melihat bayi! Padahal ibu itu benar-benar sudah berjanji padaku! Hal itu sungguh membuatku kesal!"
Bajing itu tertawa diam diam sampai membungkuk-bungkuk karena geli. Ekornya bergoyang-goyang seperti mencemooh.
"Kamu harus mengerti, tidak ada gunanya mendengar orang yang bicara satu hal tapi punya maksud yang lain," katanya dengan bijaksana.  

Terjemah bebas dari : The Dissappointed Wolf, Richards Topical Encyclopedia. 1951

Pesan dari cerita ini adalah : jangan mudah percaya berita yang kita terima.
READ MORE - Kekecewaan Serigala

Jumat, 21 Juni 2013

Kumpulan Kisah Nabi Dan Rasul

Kumpulan Kisah Nabi Dan Rasul

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, masih diberikan kesehatan, pada kesempatan ini Blog DeCocoz akan berbagi seputar cerita Kisah Nabi dan Rasul. Sebagaimana kita mengetahui Nabi dan Rasul merupakan contoh teladan yang sangat baik. Diharapkan nantinya setelah anda membaca para Nabi dan Rasul ini kita dapat lebih berhati-hati dan lebih bersabar dalam menghadapi tantangan dan godaan duniawi.
Perbedaan Nabi dan Rasul.
1. Rasul adalah utusan yang membawa syariat baru sedangkan nabi adalah utusan yang bertugas untuk menyebarkan syariat sebelumnya dan berdakwah mengajarkannya.
2. Rasul adalah nabi yang memiliki kitab suci, sedangkan nabi biasa tidak memilikinya.
3. Rasul pasti diperintahkan untuk menyebarkan wahyu yang diturunkan kepadanya, sedangkan nabi terkadang diperintahkan untuk menyebarkannya dan terkadang tidak.
Tugas Nabi dan Rasul.
Nabi dan Rasul diangkat oleh Allah untuk berdakwah, memberikan pencerahan kepada orang-orang beriman dan beramal sholeh bahwa mereka akan mendapatkan pahala dan imbalan yang baik serta memberikan peringatan dan menyadarkan kepada orang-orang yang kafir yang beramal tidak baik untuk kembali kepada jalan yang benar.
Pengangkatan Nabi dan Rasul.
Nabi dan Rasul dipilih langsung oleh Allah sesuai dengan kehendak-Nya. Jadi, seseorang tidak akan bisa menjadi Nabi meskipun ada seseorang yang berilmu tinggi ataupun taat.
Sifat-Sifat Rasul
Para Rasul bersifat mulia. Ia mempunyai sifat wajib, sifat utama yang membedakan dengan manusia biasa.
1. Shidiq artinya benar dan mustahil bersifat kidzib atau dusta.
2. Amanah artinya terpercaya mustahil untuk bersifat khianat atau curang.
3. Tabligh artinya menyampaikan, mustahil bersifat kitman atau menyembunyikan.
4. Fathonah artinya pandai dan cerdas otaknya, mustahil bersifat baladah atau bodoh.
Nabi dan Rasul adalah juga manusia biasa. Mereka juga merasa haus dan lapar. Bisa sakit dan juga bisa mati. Diantara mereka ada juga yang bekerja sebagai pedagang ada pula yang menjadi raja seperti Nabi Daud dan Nabi Sulaiman.

Ulul 'Azmi.
Diantara 25 Nabi dan Rasul tersebut ada yang disebut dengan Ulul 'Azmi artinya adalah orang-orang yang memiliki kemauan dan jiwa yang teguh serta hati yang kukuh dalam berjuang menegakkan agam Allah. Untuk mempermudah mengingat siapa saja yang termasuk Ulul 'Azmi adalah:
1. Nabi Nuh as
2. Nabi Ibrahim as
3. Nabi Musa as
4. Nabi Isa as
5. Nabi Muhammad saw
Kelima Rasul tersebut diatas mengalami cobaan yang sangat berat jika disandingkan dengan para rasul yang lainnya. Kesengsaraan dan penderitaan dalam menghadapi umatnya hampir melewati batas.

Nama Kitab Yang Diturunkan Kepada Rasul
1. Kitab Taurat diturunkan kepada Nabi Musa
2. Kitab Zabur diturunkan kepada Nabi Daud
3. Kitab Injil diturunkan kepada Nabi Isa
4. Kitab Al-Qur'an diturunkan kepada Nabi Muhammad
Kumpulan Kisah Nabi Dan Rasul
READ MORE - Kumpulan Kisah Nabi Dan Rasul

Kamis, 20 Juni 2013

Dua Sahabat dan Beruang

Padang rumput itu terhampar disinari sinar matahari sore, binatang-binatang berbaring menikmati tidur siang di banyak tempat persembunyian di padang itu. Aliran air di sungai kecil menyusut menjadi hanya seperti riak, dan permukaan jalan tanah berubah keras dan berdebu.
Berjalan dengan lamban, dua orang lelaki muncul dari tikungan jalan, mantel mereka tersampir di atas lengan mereka dan wajah mereka merah, basah oleh keringat. Mereka bercakap-cakap dengan nada ramah bersahabat, tampaknya mereka adalah sahabat karib. Tidak jauh di belakang mereka berjalan seekor beruang hitam besar. Kepalanya yang besar bergoyang dan dia menciumi jejak kaki mereka.
Ketika jalan itu menikung lagi, seorang diantara dua laki-laki itu melihat beruang itu mengintai mereka. Ia berteriak, dan melupakan kawannya, ia lari ke sebuah pohon yang terdekat. Seperti monyet, ia melompat ke batang pohon dan naik hingga ia merasa aman di atas dahan yang lebih tinggi.
Tetapi kawannya itu seorang yang sudah tua dan tidak bisa menggapai dahan pohon itu. Menyadari dirinya ditinggalkan sendirian, ia lalu berusaha mencari tempat sembunyi. Ternyata jalan itu melintas di padang rumput yang luas, selain pohon itu tidak ada lagi tempat sembunyi. Dengan putus asa dia menjatuhkan dirinya ke tanah, jatuh tertelungkup. Dia terbaring tanpa bergerak, menahan nafasnya, pura-pura mati.


Beruang itu menyentuhnya dengan hidungnya yang dingin dan menggeram seperti suara motor di telinganya. Waktu seperti berhenti. Akhirnya, beruang itu menganggapnya telah mati, lalu melangkah pergi.
Si lelaki yang lebih muda, berbaring di tulang rusuknya di atas dahan, mengamati ketika semua itu terjadi. Ia juga dengan menahan nafasnya. Ketika beruang itu telah pergi, ia lalu melompat turun ke tanah.
"Rahasia apa yang dibisikkan beruang itu di telingamu?" tanyanya penasaran. 
"Beruang?" kata si lelaki yang lebih tua, jantungnya masih berdebar keras. "Oh, ia memperingatkan saya agar berhati-hati berkawan dengan lelaki yang meninggalkanmu dalam bahaya dan bahkan tidak mencoba menyelamatkanmu."

Terjemah bebas dari : The Two Friends and the Bear , Richards Topical Encyclopedia. 1951

Pesan dari cerita ini adalah : carilah kawan yang setia dalam suka maupun duka.
READ MORE - Dua Sahabat dan Beruang

Anjing dalam Jerami

Kalau ada yang disukai oleh lembu selain makan, ia sudah tidak ingat lagi. Bahkan, berpikir hal lain selain makan juga membuang-buang waktu menurut si lembu. Lagi pula ia pun selalu sibuk saat ini. Seharian ia membajak ladang, mencabut akar pohon, atau menarik kereta besar untuk tuannya. Ketika malam datang ia sudah sangat lelah dan kakinya memar-memar, tetapi tentu saja yang paling dia inginkan saat itu adalah makan malamnya.
Pada penghujung hari, ketika itu tidak biasanya ia sangat kelaparan, ia harus berjalan pulang lima kilometer jauhnya ke rumah. Setelah minum air dingin ia segera pergi ke kandang. Ia bukan seorang yang rakus, yang ia inginkan hanyalah makan malam yang cukup untuk seekor lembu.
Tetapi pada malam ini, ketika ia baru saja akan mencocokkan hidungnya ke dalam tumpukan jerami, tiba-tiba seekor anjing buldog bangun dari tidur di atas makanannya itu. Anjing itu berusaha menggigitnya dengan galak. Si lembu mundur selangkah, mengedipkan matanya yang coklat dengan sabar, lalu menunggu. Ketika anjing itu berhenti menggeram dan lalu berbaring lagi, si lembu kembali mencoba untuk mencicipi sedikit jerami, kali ini dari ujung tempat jerami miliknya. Tiba-tiba anjing itu menggeram, melompat dan menggigitnya tepat di ujung hidungnya.


Si lembu adalah seorang yang sabar. Ia tidak pernah merasa terkejut dengan apa pun, dan ia sangat benci bertengkar. Tapi di sisi lain, jerami itu adalah miliknya dan si anjing berbaring di atasnya, dan dia hanya ingin mencicipinya sedikit untuk mengurangi rasa laparnya. Ia adalah binatang yang tidak banyak bicara, tetapi setelah mendengar gonggong si anjing dan menerima perlakuan buruknya selama sepuluh menit, ia memutuskan harus melakukan sesuatu untuk hal ini. Sesuatu yang akan selalu diingat binatang berkaki empat itu.
"Anjing," lembu itu berbicara dengan suaranya yang dalam, "aku sama sekali tidak mengerti dirimu. Jika kamu mau makan makananku, aku akan berbagi denganmu. Tetapi anjing tidak suka jerami, dan kamu tidak memakannya dan juga tidak mengijinkanku makan jerami ini. Semua makhluk yang mengganggu kenyamanan makhluk lain adalah kurang ajar. Di samping itu," katanya dengan suara yang lebih dalam lagi, "Aku mulai terganggu. Benar-benar terganggu."
Setelah menyelesaikan pidatonya, lembu itu melangkah mundur dan merendahkan kepalanya yang besar dengan mengancam. Si anjing itu menatap mata lembu yang bersinar marah lalu lari terbirit-birit keluar dari jerami.
"Aku sebenarnya tidak ingin menyakitinya," kata lembu itu pada dirinya sendiri sambil makan jerami kesukaannya. "Tetapi melemparnya sekali atau dua kali tidak akan terlalu menyakitinya. Siapa pun yang tidak tahan melihat yang lain bahagia harus diberi pelajaran!" 

Terjemah bebas dari : The Dog in the Manger , Richards Topical Encyclopedia. 1951

Pesan dari cerita ini adalah : jangan diam saja jika hak milik kita dirampas.
READ MORE - Anjing dalam Jerami

Kura Kura dan Elang

Seekor kura-kura berjemur di sebuah batu datar di samping sebuah kolam. Ia memperhatikan seekor elang terbang tinggi di angkasa naik ke atas awan. Sekarang tampaknya hanya seperti titik di angkasa. Setelah berapa lama, burung itu melayang turun dan bertengger di bebatuan dekat dengan kura-kura.
"Halo," kata elang dengan ramah, "bagaimana kabarmu?"
"Oh, aku pasti baik-baik saja jika bisa terbang," kura-kura itu menjawab dengan menghembuskan nafas berat. "Aku bosan merayap terus di tanah. Aku ingin terbang tinggi di angkasa seperti dirimu!"
Burung elang yang bijak berusaha menasihatinya, tetapi kura-kura itu hanya menatap sayap-sayap elang yang tertutup bulu lalu berkata, "Ajarkan aku untuk terbang dan aku akan memberimu harta karun yang terpendam di dalam kolam ini."


Elang lalu mencengkeram kura-kura itu dengan cakarnya dan membawanya terbang tinggi, dan semakin tinggi jauh ke angkasa. Mereka terbang beberapa kilometer, menembus awan dan terbang rendah di atas pucuk pohon.
"Sekarang," seru si elang lebih keras dari deru angin, "kamu sudah tahu caranya!" Kemudian ia melonggarkan cengkeramannya dan melepaskan kura-kura itu "terbang" di udara.
Kura kura itu jatuh bebas di angkasa, berputar-putar tak tentu arah. Akhirnya ia jatuh hancur berkeping-keping di bebatuan di samping kolamnya.
"Kura-kura tua yang malang," kata elang itu sambil terbang melayang pergi. "Dia pasti masih hidup jika dia menikmati hidupnya tinggal di kolam yang indah itu."  
 
Terjemah bebas dari : The Turtle and the Eagle, Richards Topical Encyclopedia. 1951

Pesan dari cerita ini adalah : seringkali kita tidak bersyukur dengan kehidupan yang kita jalani, dan malah ingin menjadi orang lain.
READ MORE - Kura Kura dan Elang

Pak Tani dan Anak-Anaknya

Tiga kakak beradik itu bertengkar dengan sengit tentang perintah yang sudah ditugaskan ayah mereka. Yang paling tua berdiri depan pintu lumbung, mengayun-ayunkan tangannya dengan marah. Yang paling muda, menghadapinya, mengepalkan tangannya. Anak yang lain bersandar dekat sumur, tangannya di dalam saku, wajahnya tampak murung.
Pak Tani melihat anak-anaknya bertengkar dan kemudian keluar dari rumahnya membawa tiga buah batang kayu yang terikat kuat.
"Anak-anak!" ia memanggil mereka, "berhentilah bertengkar barang sebentar, saya minta kalian mematahkan seikat batang kayu ini."
Tiga anaknya masing-masing lalu mencoba mematahkan seikat kayu tadi, setiap orang mencoba mematahkannya dengan membengkokkan di atas lutut mereka. Tetapi kayunya tetap kukuh.
Kemudian Pak Tani itu melepaskan ikatan yang mengikat batang-batang kayu itu, dan menyerahkan satu batang kepada masing masing anaknya. Kemudian ia berkata, "Sekarang cobalah!"
Tentu saja batang kayu itu dengan mudah mereka patahkan.
"Kalian lihat, anak-anakku!" kata Pak Tani itu, "jika kalian seperti batang kayu yang terpisah-pisah itu, semua orang bisa mematahkanmu dengan mudah. Tetapi jika kalian bersama-sama, kalian akan lebih mampu menghindari semua hal buruk, dan tanah ini akan menjadi makmur."



Terjemah bebas dari : The Farmer and His Sons, Richards Topical Encyclopedia. 1951

Pesan dari cerita ini adalah : bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.
READ MORE - Pak Tani dan Anak-Anaknya

Ayam Jantan dan Rubah

Pada pagi hari yang cerah, seekor rubah menyelinap di pinggir desa mencari makan pagi. Tiba-tiba ia mendengar seekor ayam jantan berkokok. Segera ia diam berhenti seperti kena tembak.
"Aha!" ia bernafas pelan sambil menatap ke depan. "Ada di mana dia?"
Segera ia tahu di mana ayam itu berada. Ayam jantan itu tinggal di pertanian yang pernah ia lewati berkali-kali sebelumnya. Hanya memikirkan ayam dan bebek-bebek yang gemuk sudah membuatnya menelan ludah dengan rakus. Tapi ekornya bergoyang goyang kesal. Ia sudah mengelilingi pertanian itu sebelumnya, tetapi pertanian itu dipagari dengan rapat, bahkan seekor rubah yang paling pintar dan lapar pun tidak bisa masuk ke dalamnya.
"Aku akan lihat lagi saja lah, sekali lagi!" dia memutuskan, "Kalau kalau saja ..."
Ia kemudian menuruni bukit, melintasi sungai kecil, dan mengendap-endap di bawah pohon tidak jauh dari pagar. Pertanian itu tepat di hadapannya. Ketika ia baru saja akan merayap lebih dekat lagi, ayam jantan itu berkokok lagi. Bulu-bulunya berdesir karena gembira. Ayam itu tidak di dalam pertanian! Ayam jantan itu bertengger di atas dahan tepat di atasnya, memang tidak terjangkau, tapi tak akan lama, pikir si rubah. Setiap rubah yang tidak bisa merayu seekor ayam jantan turun dari atas pohon, tidak layak dapat ayam untuk makan pagi. Tanpa membuang waktu, rubah itu lalu berbicara.

"Wah, wah. Ternyata kawan baikku!" ia memanggil ayam jantan itu. "Tak ada yang ingin kutemui selain engkau. Turunlah, turun kemari dan berjabat tangan. Kita harus saling sapa seperti yang dilakukan semua sahabat lama lakukan."
"Tentu saja aku mau," kata si ayam jantan. "Tapi ada satu hal. Ada seekor binatang berkaki empat yang suka membunuh ayam lalu memakannya. Dan jika aku sampai dimakan, aku tidak akan memaafkan diriku sendiri."
"Wah wah wah!" kata si rubah. "Pasti kamu belum mendengar kabar baik ini. Mulai sekarang semua binatang adalah sahabat dan hidup berdampingan dalam damai. Jadi turunlah, sepupuku ayam! Mari kita rayakan hari bahagia ini bersama-sama."
Ayam jantan bingung harus berbuat apa. Jika ia ingin kembali ke pertanian, ia harus turun ke tanah. Tapi rubah itu masih di sana.
Tapi dia punya akal. Sebelum ia menjawab, ia lalu meregangkan tubuhnya dan berdiri di atas jari-jarinya, seolah-olah memandang ke arah bukit di kejauhan. Dia tidak bicara apa pun, tetapi ia menjulurkan lehernya sepanjang mungkin.
Rubah selain punya sifat licik juga punya sifat ingin tahu yang besar. Ia penasaran apa yang sedang terjadi.
"Apa yang sedang kamu lihat?"
"Oh tidak ada! Kamu pasti tidak tertarik!" jawab si ayam jantan. "Hanya sekumpulan anjing pemburu sedang berlarian menuruni bukit. Kelihatannya mereka akan ke sini. Oh, alangkah cepatnya mereka berlari!"
Rubah itu segera bersiaga.
"Ah!" teriaknya. "Ingatanku buruk sekali! Pagi ini aku berjanji akan berburu kelinci dengan..., eh maksudku, aku mau mengunjungi sepupuku. Maaf."
"Tetapi tunggu sebentar," kata ayam jantan itu, ia melompat ke dahan yang lebih rendah. "Sebentar lagi aku akan turun ke tanah, dan kita bisa bercakap-cakap."
Tapi rubah itu sudah memilih jalan untuk melarikan diri.
"Tentunya kamu sudah tidak takut lagi dengan anjing pemburu. Bukankah seperti katamu tadi, semua binatang sudah berdamai sekarang?" kata si ayam jantan.
"Tentu saja tidak," jawab si rubah sambil berlari, "Tapi mungkin saja mereka belum mendengar kabar itu."
"Rubah pasti sangat bodoh!" kata si ayam jantan sambil merapikan bulu-bulunya. "Itulah yang ia dapatkan jika merendahkan kemampuan ayam!"       
 
Terjemah bebas dari : The Cock and the Fox, Richards Topical Encyclopedia. 1951

Pesan dari cerita ini adalah : jika kita pintar, tidak akan mudah diperdaya oleh orang lain.
READ MORE - Ayam Jantan dan Rubah

Semut dan Jangkrik


Musim dingin akan sangat panjang kali ini. Tidak ada yang tahu tentang itu lebih baik daripada semut. Ia bekerja keras terus-menerus memindahkan pasir dan ranting kesana kemari. Dia menggali lubang untuk dua buah kamar tidur dan sebuah dapur baru untuk rumahnya. Dan tentu saja dia sudah menyiapkan makanan yang cukup hingga musim semi. Dia mungkin semut yang paling sibuk saat ini.
Dia masih bekerja keras, ketika pada satu siang di musim gugur, seekor jangkrik yang kedinginan dan setengah kelaparan, berjalan tertatih-tatih dan meminta sedikit makanan. Jangkrik itu sangat kurus dan lemah sehingga ia tidak bisa melompat jauh. Semut itu bahkan hampir tidak bisa mendengar suaranya yang bergetar.
"Bicaralah," kata semut itu. "Tidakkah kamu lihat aku sedang sibuk? Aku baru bekerja lima belas jam hari ini, dan aku tidak mau waktuku terbuang!"
Dia meludahi dua telapak kaki depannya lalu mengangkat sebutir gandum dua kali lebih berat dari tubuhnya. Kemudian ketika jangkrik itu sedang bersender lemah pada sebuah daun kering, semut itu pergi. Tetapi tak lama sudah kembali lagi dengan tergesa-gesa.
"Apa katamu?" tanyanya lagi, sambil mengangkat beban yang lain. "Bicaralah lebih keras!"
"Aku bilang, apapun yang kamu berikan!" kata si jangkrik memohon. "Sebutir gandum, sedikit jelai. Aku hampir mati kelaparan."
 Kali ini semut itu menghentikan pekerjaannya, dan beristirahat sejenak, mengusap keringat di dahinya.
"Apa yang kamu lakukan pada musim panas ketika aku sedang menanam dan memanen?" tanyanya.
"Oh, jangan kira aku diam saja," kata si jangkrik terbatuk. "Aku bernyanyi setiap saat." Semut itu berlalu di depan si jangkrik sambil membawa beban lagi di punggungnya. "Jadi kamu bernyanyi selama musim panas," ulangnya. "Tahukah kamu?"
Jangkrik itu membuka matanya yang bersinar redup.
"Tidak," kata jangkrik berharap. "Apa?"
"Setahuku," jawab si semut itu. "Kamu bisa berdansa selama musim dingin."
Dan semut itu lalu bergegas mengangkat beban di tempat yang lain.

Terjemah bebas dari : The Ant and the Grasshopper, Richards Topical Encyclopedia. 1951

Pesan dari cerita ini adalah : selalu bersiap siap terlebih dahulu untuk menghadapi keadaan buruk yang mungkin akan terjadi.
READ MORE - Semut dan Jangkrik

Anjing Kehilangan Tulang

Anjing tua itu membawa sebuah tulang yang besar sekali, yang ia gigit diantara kedua rahangnya. Ia sedang melintasi sebuah jembatan di atas sungai kecil yang jernih. Belum jauh ia berjalan, ia melihat ke bawah dan melihat sepertinya ada seekor anjing lain di bawahnya. Yang lebih aneh lagi, anjing itu juga membawa sebuah tulang yang besar.


Tidak puas dengan satu tulang untuk makan malamnya, anjing rakus itu ingin punya tulang yang lain. Dia menggeram dan menggonggongi anjing yang berada di dalam air. Akibatnya tulang yang ia gigit terlepas dan jatuh ke dalam lumpur tebal di dasar sungai.
Ketika tulangnya jatuh tercebur, hilang juga anjing di dalam sungai, karena tentu saja itu hanya bayangannya saja.
Dengan sedih anjing itu menatap air, lalu pulang ke rumahnya dengan lapar. Ekornya terlipat di antara kakinya. Kasihan anjing pandir itu! Dia mengejar bayangan sehingga kehilangan tulang yang sebenarnya. 

Terjemah bebas dari : The Dog Who Lost His Bone, Richards Topical Encyclopedia. 1951

Pesan dari cerita ini adalah : jangan rakus, mengejar sesuatu yang belum pasti sehingga kehilangan yang sudah di dapat.
READ MORE - Anjing Kehilangan Tulang

Singa dan Penasehatnya

Dahulu kala, singa yang memang bertabiat buruk, bertemu dengan seekor sigung yang juga bertabiat buruk dan suka bertengkar. Sigung tidak pernah kalah beradu mulut dengan semua binatang di hutan. Serigala, beruang,  bahkan singa tidak membuatnya takut. Bahkan, ia menjadi sangat kasar dan gegabah sehingga berkeliling hutan hanya untuk mencari gara-gara.

 Pada suatu hari ia bertemu dengan singa, dan baru beberapa kata saja, mereka berdua mulai bertengkar. Tanpa pikir panjang, singa mengangkat cakarnya yang besar untuk menghajar sigung berkelakuan buruk itu, berniat melemparnya ke kumpulan pohon mawar berduri. Tapi ia tidak berhasil memukulnya. Sigung itu melawannya lebih cepat, tentu saja dengan caranya sendiri. Singa tidak bisa melihat dan surainya basah berbau busuk. Dia sangat malu dan tidak pulang ke sarangnya selama tiga hari. Tapi bahkan tiga hari terlalu cepat baginya.

Pada pagi hari ketika ia kembali, pasangannya berdiri sejauh mungkin. Akhirnya, dengan memegangi hidung dengan sebelah cakarnya, ia menumpahkan kekesalannya.
"Kenapa kamu tidak berburu gajah saja, atau mengunjungi ibumu!" sarannya. "Sarang ini sekarang berbau busuk sekali." katanya dengan ketus. "Bukankah sudah kuberitahu berkali-kali. Jangan berkelahi dengan sigung! Kamu belum pernah menang melawannya."      
Ekor singa berkibas marah. "Aku si raja hutan!" ia berbalik marah, lalu mengaum keras keras untuk menunjukkan kehebatannya.
Pasangannya sekarang menutup hidungnya dengan dua cakarnya. Singa menatapnya dengan kesal dan kemudian melompat keluar sarang dengan langkah lebar.
Jika ia sedang kesulitan, biasanya ia akan memanggil tiga binatang untuk dimintai nasehat. Kali ini ia tidak yakin apa yang ia inginkan sebenarnya, tapi akhirnya ia tetap memanggil tiga binatang itu, yaitu beruang, serigala, dan rubah.
"Kawanku beruang," katanya. "Bisakah kamu memberitahuku apakah badanku berbau tidak enak?"
Beruang itu mengira singa ingin jawaban yang sebenarnya lalu menjawab dengan jujur.
"Kawanku singa," jawabnya. "Aku benci mengatakannya, tapi kenyataannya bau badanmu benar benar busuk. Buatku baunya..."
Tapi itu menjadi kata-kata terakhir yang beruang katakan. Singa yang marah besar menerjang dan mencabik-cabiknya menjadi serpihan kecil.
"Dan kamu, serigala!" katanya. "Apa yang kamu pikirkan. Kamu punya hidung yang tajam."
Serigala, yang tak mau bernasib sama seperti beruang, menjawab cepat. Dia yakin inilah jawaban yang diinginkan oleh singa.
"Tuanku," dia menjawab dengan suara yang manis, "ketika aku berdiri di sampingmu, yang aku pikirkan adalah harum madu dan bunga mawar. Bahkan jika tuan tidak memiliki kekuatan dan kepintaran seperti sekarang, anda pun bisa tetap menjadi pemimpin kita karena harumnya badanmu..."
Singa tak tahan lagi mendengarnya, dan serigala penjilat itu segera ia terkam. Yang tertinggal hanyalah rubah, singa menatapnya lalu mengulangi lagi pertanyaannya.
"Bicaralah, kawanku rubah!" perintahnya. "Apakah bau badanku tidak enak?"
Rubah itu lama tak menjawab karena terbatuk-batuk. Kemudian setelah menelan ludahnya, ia menjawab dengan suara parau.
"Sayang sekali, hamba tidak bisa menolongmu, tuan." jawabnya. "Aku sedang merasa demam, sehingga tidak bisa mencium bau apapun."
Jika terlalu berbahaya untuk bicara, diam adalah tindakan paling bijaksana.       

Terjemah bebas dari : The Lion and His Councillors, Richards Topical Encyclopedia. 1951

Pesan dari cerita ini adalah : kadang-kadang diam lebih baik daripada berbicara.
READ MORE - Singa dan Penasehatnya

Serigala Berbaju Domba


Jalanan membentang terlihat lebih gelap dalam kabut pagi hari, naik ke atas bukit. Dan di sana, menggantung di atas dahan pohon, tergantung seekor serigala yang sudah mati. Seutas tali melilit di lehernya. Kulit domba menyelubungi tubuhnya, sehingga kelihatannya serigala itu seperti domba besar yang sedang tergantung di pohon. Pak Tani yang sedang membajak ladang di seberang jalan, sesekali menatap serigala itu dengan marah.
"Kenapa kamu melakukan itu?" tanya tetangga Pak Tani. Ia menunjuk serigala itu.
"Kenapa penipu itu melakukannya?" jawab Pak Tani dengan marah. "Seekor dombaku mati, dan aku meninggalkan kulitnya di ladang. Serigala itu menemukannya lalu membungkus dirinya dengan kulit domba itu, ia lalu datang ke ladang gembalaanku dan menerkam dua ekor domba. Bahkan ia berani ikut masuk ke dalam kandang, dan dikurung bersama domba-dombaku. Untungnya aku perlu daging domba, dan ketika aku masuk ke kandang, aku menyembelih domba pertama yang kutemui. Tetapi bukannya domba, aku malah mendapatkan serigala itu! Dan dia sekarang tergantung di sana, dia pantas mendapatkannya!"
"Tipuan licik akan mendapat balasannya!" jawab kawan Pak Tani itu.

Terjemah bebas dari : The Wolf in Sheep's Clothing, Richards Topical Encyclopedia. 1951

Pesan dari cerita ini adalah : perbuatan buruk pasti mendapatkan balasannya.
READ MORE - Serigala Berbaju Domba

Bagian Singa

Suatu hari singa merasa lelah untuk berburu sendiri, ia lalu mengundang beruang dan rubah untuk berburu bersamanya. Jarang sekali singa mau mengajak rakyatnya untuk berburu bersamanya, beruang dan rubah merasa senang dan terhormat untuk menerima undangannya. Dan semua berjalan dengan baik, untuk sementara.
Mereka sangat beruntung. Sebelum malam tiba mereka telah berhasil menangkap beberapa ekor kelinci, dua kambing, dan seekor rusa. Singa lalu berkemah di dekat sarangnya, sambil menjilati cakarnya ia lalu memerintahkan beruang untuk membagi hasil buruan mereka.

Beruang yang jujur dan cekatan segera membagi hasil buruan mereka. Ia membaginya sama rata. Dia terlalu sibuk membagi buruan itu menjadi tiga bagian yang sama, sehingga ia tidak memperhatikan ke arah singa. Ternyata singa terlihat sangat marah, cakarnya mengais-ais tanah, ekornya dikibas-kibaskan. Semakin lama ia semakin marah. Akhirnya, sebelum beruang itu selesai membagi, singa melompat ke arahnya dan dengan mengaum keras mencabik-cabik beruang itu. Lebih lapar daripada sebelumnya, singa lalu menatap rubah dengan tidak sabar.
"Sekarang, mari kita lihat apakah kamu bisa membagi buruan ini dengan lebih baik," ia memerintah rubah. "Dan lakukan dengan cepat!"
Tanpa banyak bicara, rubah itu bekerja dengan cepat. Ia lalu menumpuk hampir seluruh buruan itu, termasuk tubuh beruang, menjadi satu bagian besar. Untuk bagiannya ia hanya mengambil satu ekor kelinci mungil.
Singa menganggukkan kepalanya yang besar tanda setuju.
"Ini baru pembagian yang baik!" katanya. "Kamu binatang yang pandai!"
Ketika rubah itu hendak pergi dengan bagiannya, singa berkata lagi. "Kawanku rubah," tanyanya. "Siapa yang sudah mengajarimu untuk membagi dengan begitu cermat?"
"Aku sebenarnya tidak begitu paham," jawab si rubah. "Aku baru saja belajar dari kawan kita, si beruang."

Terjemah bebas dari : The Lion's Share , Richards Topical Encyclopedia. 1951

Pesan dari cerita ini adalah : selalu memperhatikan keadaan di sekelilingmu, berpikirlah dengan cerdik.
READ MORE - Bagian Singa

Matahari dan Angin

Jauh di atas hutan, tersembunyi di balik awan tebal, matahari dan angin sedang berdebat tentang siapa di antara mereka yang lebih kuat.
"Tentu saja aku!" kata matahari. "Sinarku begitu kuat. Aku bisa membakar bumi menjadi arang."
"Ya. Tapi aku bisa meniup hingga gunung-gunung jungkir balik, rumah-rumah hancur menjadi serpihan kayu, dan pohon-pohon besar di hutan tercabut sampai ke akarnya."
"Tapi aku," kata matahari, "dapat membakar hutan dengan panas sinarku!"
"Dan aku," kata angin, "dapat memutar bumi dengan tiupanku yang kencang!"
Semakin lama mereka semakin banyak membual tentang kehebatan masing masing. Tiba-tiba seorang petani tampak berjalan keluar hutan, menuju padang rumput. Dia mengenakan mantel tebal dan topinya terikat erat di kepalanya.

"Aku tahu apa yang harus kita lakukan," kata matahari. "Siapa dari kita yang bisa melepaskan mantel petani itu adalah yang lebih kuat!"
 "Baiklah!" jawab angin. Ia lalu menggembungkan kedua pipinya dan meniup dengan kencang.
Dia meniup dengan kencang, dan semakin kencang. Pohon-pohon di hutan bergoyang. Pohon-pohon besar bahkan harus rebah mengikuti arah angin yang bertiup tanpa ampun. Ombak di lautan bergulung-gulung, Semua binatang di hutan lari bersembunyi dari angin ribut itu.
Petani itu mengencangkan mantelnya dan tetap berjalan.


Kehabisan nafas, angin lalu menghentikan tiupannya dengan kecewa. Kemudian matahari muncul dari balik awan. Dia menatap bumi yang babak belur ditimpa angin ribut, lalu ia memancarkan sinarnya sambil tersenyum kepada pepohonan di bawahnya. Keadaan sangat tenang, binatang-binatang keluar dari tempat persembunyian mereka. Kura-kura merangkak naik ke atas batu hangat untuk berjemur, dan domba-domba pergi ke padang memakan rerumputan.
Petani itu menatap ke atas, melihat wajah matahari yang sedang tersenyum. Dengan lega ia lalu melepaskan mantelnya dan melanjutkan perjalanannya.
"Kau lihat!" kata matahari kepada angin. "Kadang yang harus dilakukan adalah kelemah lembutan." 

Terjemah bebas dari : The Sun and The Wind , Richards Topical Encyclopedia. 1951

Pesan dari cerita ini adalah : berbuat lemah lembut bisa menghasilkan sesuatu yang lebih baik daripada berbuat kasar.
READ MORE - Matahari dan Angin

Semut dan Merpati

Pada suatu siang yang panas, seekor semut bergegas lari ke sebuah sungai. Ia amat kehausan. Karena tergesa-gesa ia jatuh terpeleset ke dalam air yang segera menghanyutkannya ke tengah sungai.
"Tolong! Tolong aku!" ia megap-megap meminta pertolongan. Sebentar lagi ia akan tenggelam.


Seekor burung merpati bertengger di atas dahan, di sebuah pohon di pinggir sungai itu. Ia memperhatikan apa yang terjadi, dan menjatuhkan sehelai daun ke dalam sungai. Dengan susah payah, semut itu merangkak naik ke atas daun yang mengapung, yang tak lama membawanya selamat ke tepi sungai.
Tak lama kemudian, seorang penangkap burung, berjalan mengendap-endap di bawah pohon tempat si merpati hinggap. Tangannya menggenggam ketapel. Semut yang mengetahui maksud si penangkap burung, dengan sigap menggigit kakinya. Pemburu itu menjatuhkan ketapelnya menjerit kesakitan. Burung merpati menyadari ada bahaya yang mengancam dengan cepat terbang tinggi ke angkasa.

Terjemah bebas dari : The Ant and the Dove , www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini adalah : perbuatan baik akan mendapatkan balasan yang baik.
READ MORE - Semut dan Merpati

Kera dan Dua Pengelana

Dua orang lelaki berkelana bersama. Pengelana yang satu adalah seorang yang jujur, ia selalu berkata apa adanya. Sedangkan pengelana yang lain senang berkata bohong. Tak sengaja mereka sampai di sebuah tempat yang dikuasai oleh gerombolan kera.
Seekor kera, yang memimpin gerombolan kera itu, lalu memerintahkan mereka untuk ditangkap dan dibawa ke hadapannya. Ia ingin tahu apa yang dikatakan manusia tentang kera.


Ia lalu memerintahkan semua kera-kera untuk berbaris di kanan dan kirinya. Lalu ia duduk di singgasana dan memakai mahkota. Persis seperti raja di dunia manusia. Setelah semuanya siap ia lalu memberi tanda agar dua pengelana itu dibawa ke depan singgasananya.
Raja kera menyambut mereka, lalu bertanya,"Raja yang bagaimana aku ini menurut pendapatmu, wahai pengelana?"
"Bagiku anda adalah seorang raja yang paling berkuasa dan paling kuat," jawab si pembohong.
"Dan bagaimana menurutmu pengikutku ini?" tanya raja kera itu lagi.
"Mereka ini," jawab si pembohong, "benar-benar pengikut yang sangat setia. Mereka cocok diangkat menjadi duta besar dan pemimpin pasukan yang kuat."
Gerombolan kera itu merasa sangat tersanjung dengan pujian si pembohong, lalu memberikannya hadiah yang sangat indah. Si pengelana jujur melihat semua itu, lalu berkata pada dirinya sendiri. "Jika dengan berbohong saja, ia bisa memperoleh hadiah yang indah itu, seperti di tempat asalku, tentu aku akan mendapat hadiah yang lebih indah dengan berkata jujur."
Raja kera lalu berpaling kepadanya. "Dan bagaimana menurutmu, aku dan pengikutku ini?"
"Anda adalah kera yang paling unggul," jawab si jujur. "Dan pengikut anda adalah contoh kera-kera yang unggul juga."
Raja kera murka mendengar jawaban si jujur. lalu menghadiahi si jujur dengan cakaran dan gigitan dari para pengikutnya.
 
Terjemah bebas dari : The Apes and Two Travelers, www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini adalah : punyailah sifat jujur dan berlakulah cerdik. Kadang kita bertemu orang-orang, yang seperti gerombolan kera itu, yang lebih menghargai berita bohong yang menyenangkan daripada kata-kata jujur.
READ MORE - Kera dan Dua Pengelana

Keledai dan Anjing Kesayangan

Pak Tani punya seekor keledai dan seekor anjing piaraan, anjing kecil yang cantik. Keledai itu tinggal di dalam kandang, selalu terisi penuh dengan jerami dan banyak gandum untuk dimakan. Sedangkan anjing itu tinggal bersama Pak Tani di rumahnya.
Anjing itu pintar, ia punya banyak trik untuk menyenangkan hati tuannya. Anjing itu sangat disayangi Pak Tani dan menjadi binatang kesayangannya. Pak Tani senang memeluknya dan setiap kali ia pergi makan di luar, ia selalu membawa pulang sedikit makanan untuk anjingnya di rumah.
Si keledai setiap hari harus memutar penggilingan jagung, mengangkut kayu bakar dari hutan, dan mengangkat beban di ladang. Dia mengeluhkan hidupnya yang harus bekerja keras, sedangkan si anjing piaraan itu hidup bermewah-mewahan dan tinggal diam sepanjang hari.


Suatu hari tali kekang keledai lepas dari tambatan. Ia berlari pergi ke rumah Pak Tani. Kakinya menendang-nendang dan pantatnya bergoyang goyang riang. Kemudian ia bermaksud meniru kelakuan si anjing, dengan melompat ke pangkuan Pak Tani, tapi akibatnya ia menghancurkan meja dan memecahkan semua piring hingga hancur menjadi debu. Lalu ia mencoba menjilat muka Pak Tani dan melompat ke belakang punggungnya, persis seperti kelakuan si anjing.
Pembantu Pak Tani mendengar semua keributan itu, lalu berusaha membebaskannya dari kelakuan si keledai. Dengan cepat ia menghalau keledai itu dengan pukulan tongkat dan mengikatnya dengan belenggu.
Keledai itu kembali ke kandang dengan babak belur, ia merintih kesakitan sambil bicara, "Semua ini salahku sendiri. Kalau saja aku bekerja seperti biasa dengan kawan-kawanku di sini, dan tidak mencoba meniru anjing itu yang hanya tinggal diam sepanjang hari!"   

Terjemah bebas dari : The Ass and the Lapdog, www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini adalah : merasa cukup dengan yang kita punya lebih baik daripada menginginkan sesuatu yang kita tidak pantas mendapatkannya.
READ MORE - Keledai dan Anjing Kesayangan

Keledai dan Serigala

Hari itu sangat cerah. Burung-burung berkicau riang, dan udara hangat oleh sinar mentari pagi. Seekor keledai asyik memakan rumput di padang ketika tiba-tiba ia menyadari seekor serigala sedang mengintai di belakangnya. Ia adalah mangsa yang empuk untuk serigala itu.
Keledai itu berpikir cepat, lalu ia berpura-pura berjalan pincang. Serigala itu berdiri menghalangi jalannya, tapi keledai itu tidak berusaha melarikan diri. Ia berdiri tertatih-tatih dengan tiga kakinya.
 "Apa yang terjadi dengan satu kakimu itu? Kenapa kau berjalan terpincang-pincang" tanya serigala kepada calon mangsanya.
"Kakiku tertusuk duri yang amat tajam, tuan serigala. Aku tidak bisa berlari menghindarimu. Tapi jika kamu ingin memakanku, berhati-hatilah pada duri di kakiku ini.  Lebih baik kau mencabut duri ini dulu. Aku takut duri ini akan melukai tenggorokanmu ketika kamu menelanku." jawab keledai.


Serigala itu melangkah semakin dekat pada si keledai. Ia mengamati kaki keledai yang pincang itu dari dekat, bermaksud mencabut duri, tentu saja sebelum ia menelan keledai itu bulat-bulat. Tapi dengan gerakan cepat keledai itu menendang serigala tepat di mulutnya, merontokkan taringnya, lalu melompat pergi melarikan diri.
Serigala itu terlentang dengan muka lebam, meratapi keadaannya. "Oh, aku layak menerimanya! Kenapa aku mencoba-coba menjadi tukang obat, sedangkan ayahku hanya pernah mengajariku untuk menjadi tukang jagal."

Terjemah bebas dari : The Ass and the Wolf, www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini adalah : bertindaklah sesuai dengan kemampuan yang kau miliki.
READ MORE - Keledai dan Serigala

Keledai berbaju Singa


Seekor keledai menemukan kulit singa tergeletak di padang rumput. Dengan hati hati ia membungkus dirinya dengan kulit singa itu, lalu dengan bangga ia lalu berkeliling hutan. Ia sangat senang melihat binatang binatang lari menjauh darinya dengan ketakutan.

Tak sengaja ia berjumpa seekor rubah. Rubah itu tak sempat lari, dan terpojok di bawah sebuah pohon besar. Mengamati rubah yang kebingungan itu, si keledai bermaksud lebih membuatnya takut. Lalu ia mengaum menirukan suara singa, tapi yang keluar dari mulutnya hanya ringkikan keledai. "He hah! He hah!" ringkiknya.
Mendengar suara ringkik keledai, rubah itu tertawa dan berkata mencemooh, "Jika bukan karena suaramu itu, tentu aku sudah mati ketakutan."

Terjemah bebas dari : The Ass in Lion's Skin, www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini adalah : penampilan bisa saja menipu, tapi perkataanmu lah yang menentukan seberapa bijak dirimu.
READ MORE - Keledai berbaju Singa

Otak Keledai

Singa dan rubah pergi berburu bersama. Rubah lalu menyarankan singa untuk mengirim pesan  kepada keledai. Isi pesannya adalah ajakan untuk membuat persekutuan antara dua keluarga besar mereka, keluarga besar singa dan keledai. Keledai sangat gembira dengan ajakan persekutuan itu, lalu ia pergi ke tempat pertemuan yang sudah dijanjikan dengan tanpa curiga.
Keledai itu, karena kebodohannya, masuk perangkap singa. Lalu dengan sekali pukul, keledai itu dijatuhkan singa dengan mudah. Singa lalu berkata pada rubah.
"Nah, makan malam kita sudah tersedia. Aku akan tidur siang dulu sekarang. Jangan coba-coba makan tanpa persetujuanku." Singa itu lalu pergi untuk tidur siang.
Singa itu ternyata pergi lama. Rubah itu menunggu, dan menunggu, tapi tuannya itu tidak datang juga. Kelaparan, rubah itu lantas mencicipi otak keledai lalu menelannya sampai habis.


Tak berapa lama, singa bangun dari tidur siangnya dan datang menemui buruannya. Ia dengan segera mengetahui otak keledai tidak ada di dalam kepalanya. Dengan suara mengerikan, singa itu menggeram, "Kau apakan otak keledai ini, rubah?!"
Rubah itu menjawab cepat. "Keledai ini tidak punya otak, tuan! Jika ia punya, tentu ia tidak akan masuk ke dalam perangkapmu dengan mudah." 

Terjemah bebas dari : The Ass's Brain, www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini adalah : kecerdikan bisa mengalahkan kekuatan.
READ MORE - Otak Keledai

Orang Tamak dan Orang Dengki

Dua orang hidup bertetangga. Mereka masing-masing memiliki sifat buruk. Yang satu orangnya tamak. Ia tidak pernah puas dengan apa yang ia peroleh. Yang satu lagi orangnya pendengki. Ia tidak pernah suka jika tetangganya memperoleh kebahagiaan.
Dalam ketamakannya, si tamak berdoa agar semua keinginannya selalu dikabulkan. Dan karena kedengkiannya, si dengki berharap agar apa pun yang didapat si tamak, ia ingin mendapatkan dua kali lebih banyak.
Suatu saat si tamak berdoa mengharapkan sebuah kamar penuh terisi emas, dan doanya terkabul. Demikian juga doa si dengki turut dikabulkan, ia mendapatkan dua buah kamar yang penuh terisi emas. Dua kali lebih banyak daripada si tamak.


Kebahagiaan si tamak tidak berlangsung lama, begitu ia tahu, tetangganya yang pendengki mendapatkan harta dua kali lebih banyak. Tak tahan melihatnya, tak sengaja ia berucap, "Butakan saja sebelah mataku sehingga aku tidak perlu melihat tetanggaku memilikinya!"
Dan doanya terkabul. Demikian juga doa tetangganya yang pendengki. Ia mendapatkan dua kali lebih banyak. Sekarang kedua matanya tidak dapat melihat. 

Terjemah bebas dari : Avaricious and Envious, www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini adalah : perbuatan jahat pasti mendapat balasannya.
READ MORE - Orang Tamak dan Orang Dengki

Bocah Mandi

Hari itu amat panas. Tak sedikit pun angin bertiup. Pohon-pohon diam tak bergoyang. Burung-burung hanya bertengger di balik rimbun dedaunan. Binatang hutan bersembunyi dalam lubangnya. Alangkah sejuk jika bisa mendinginkan tubuh di sungai. Dan itulah yang dipikirkan anak laki laki itu. Segera ia bergegas menuju sungai di tepi hutan.
Ia berlari sepanjang jalan kereta di tengah ladang, lalu berbelok di antara pepohonan menyusuri jalan setapak, hingga ia sampai di sungai jernih yang cukup dalam. Dengan segera ia melompat ke dalam sungai, badannya sudah tidak tahan dengan panas yang menyengat.
Tanpa disadarinya ia berenang terlalu jauh ke tengah, kakinya kebas dan tangannya lelah melawan arus sungai. Ia hampir tenggelam. Pada saat itulah seorang pejalan kaki lewat di jalan setapak di tepi sungai. Anak itu berteriak minta tolong.


"Tolong! Tolong saya! Saya hampir tenggelam!" teriaknya meminta pertolongan.
Bukannya memberikan pertolongan, lelaki pejalan kaki itu malah berdiri di tepian sungai dan memarahi si anak itu karena bertindak sembrono.
"Jika kamu berhati-hati, tentu kamu tidak akan berenang hingga ke tengah sungai!" teriaknya.
"Oh tuan!" teriak si anak putus asa. "Tolonglah dulu saya sekarang. Setelah itu barulah caci maki saya sepuasmu!" 
  
Terjemah bebas dari : The Boy Bathing, www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini adalah : tidak ada gunanya jika hanya menasihati tapi tanpa membantu.
READ MORE - Bocah Mandi

Lalat dan Botol Madu


Lalat-lalat berterbangan dari berbagai penjuru rumah. Mereka menemukan sebuah guci berisi madu yang pecah berserakan di lantai dapur. Gadis pembantu di rumah itu tidak sengaja menjatuhkannya dari atas lemari.
Suara lalat mendengung mendadak hilang. Ternyata lalat-lalat itu telah hinggap di atas guci, mereka sedang menikmati manisnya madu itu. Mereka makan dengan rakus. Tak mereka sadari, kaki mereka penuh berlumuran madu yang lengket melekat di kaki mereka. Ketika mereka hendak terbang setelah puas menikmatinya, kepakan sayap mereka tak kuasa melepaskan kaki mereka yang terjebak dalam madu. Semakin mereka berusaha semakin kuat mereka terjerat, dan tubuh mereka perlahan-lahan tenggelam dalam genangan madu.
"Oh, betapa mengenaskan nasib kita," sesal seekor lalat. "Untuk mengejar kesenangan sebentar, kita menghancurkan diri kita sendiri!"
 
Terjemah bebas dari : The Flies and the Honeypot, www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini adalah : mengejar kesenangan sesaat akibatnya harus menderita seumur hidup.
READ MORE - Lalat dan Botol Madu

Bocah dan Gula Gula

Seorang anak lelaki kecil bertandang ke rumah tetangganya. Tampak di atas meja, satu toples berisi penuh dengan kembang gula. Merah, kuning, hijau, biru, bermacam macam warnanya seperti pelangi. Ia segera meraihnya, menjulurkan tangannya ke dalam toples dan memenuhi genggaman tangannya dengan kembang gula.

Ketika ia akan menarik tangannya, yang penuh dengan segenggam kembang gula, ternyata tangannya tidak muat keluar dari leher toples. Dengan bersusah payah ia berusaha menariknya keluar, tapi tidak berhasil. Dia ingin melepaskan tangannya dari toples itu, tapi ia pun tak ingin kehilangan kembang gulanya. Akhirnya ia hanya bisa duduk bersila dengan kecewa dan akhirnya menangis tersedu-sedu.
Tetangganya menatapnya sambil tersenyum, "Ambilah dulu setengahnya, sehingga dengan mudah tanganmu bisa kau tarik keluar!"

Terjemah bebas dari : The Boy and the Filberts, www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini adalah : jangan rakus. Jangan harapkan dapat semua hanya dengan sekali berusaha.

gambar dari www.scientificamerican.com : how many candy in a jar?
READ MORE - Bocah dan Gula Gula

Badut dan Orang Dusun

Lapangan di pinggir desa itu terdengar bergemuruh ramai. Hampir semua penduduk desa itu datang berkumpul. Tidak hanya penduduk desa itu, orang-orang berduyun-duyun datang dari dusun yang lebih kecil di sekelilingnya. Ternyata ada pasar malam di desa.
Tenda berwarna-warni mekar seperti jamur di lapangan yang biasanya kosong. Panggung didirikan di tengahnya. Berbagai alat musik berbunyi bersahutan meramaikan suasana.
Orang-orang berkumpul di sekeliling panggung. Mereka tertawa terbahak-bahak menonton seorang badut yang bisa menirukan berbagai suara binatang. Pertunjukan diakhiri dengan menirukan suara kambing, dia mengembik begitu mirip sehingga orang-orang mengira ia menyembunyikan seekor kambing di balik baju yang kedodoran.
Seorang orang dusun yang berdiri menonton berteriak mencemooh, "Kamu tadi bilang itu suara kambing mengembik? Sama sekali tidak mirip! Besok aku akan tunjukkan suara kambing!" 
Para penonton tertawa melihat tingkahnya. Tapi ternyata benar saja ia datang besok harinya dan muncul di atas panggung. Para penonton segera berkumpul menyaksikannya. Orang dusun itu lalu menundukkan kepalanya dalam-dalam lalu terdengar suara kambing mengembik panjang.
"Mbeeeeeeeeeeeeek!" Suaranya sangat mirip, tapi begitu memelas suara kambing itu! Suaranya amat mengenaskan. Para penonton tak tahan mendengarnya, berteriak teriak menyuruhnya diam lalu melemparinya dengan batu. Tapi orang dusun itu tetap saja mengembik. "Mbeeeeeeeeeeeek!"
"Dasar orang orang bodoh!" teriak orang dusun itu. "Lihatlah! Ini yang seharusnya kalian suruh diam!" sahutnya sambil mengeluarkan kambing kecil dari balik bajunya, kambing yang ia jewer telinganya agar mengembik keras keras.

Terjemah bebas dari : The Buffoon and the Countryman, www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini adalah : kadang-kadang orang lebih menghargai yang imitasi daripada yang asli.
READ MORE - Badut dan Orang Dusun

Banteng dan Kambing

Seekor banteng lari lintang pukang di dalam hutan. Ia menerjang apa pun yang menghalanginya. Ternyata seekor singa berlari di kejauhan membuntuti di belakangnya. Banteng itu berlari sangat cepat, naifasnya terengah-engah, uap panas menghembus dari kedua cuping hidungnya, matanya jalang mencari tempat sembunyi.
Ia berbelok menuju bukit batu, berlari di antara semak-semak, menghilang dari pandangan singa. Di balik rimbun rerumputan, ternyata ada gua yang tersembunyi di baliknya. Menyibakkan rumput di mulut gua, segera ia menyelinap masuk. Banteng itu lalu berbalik menghadap pintu gua, memicingkan mata mengamati keadaan di luar.
Seekor kambing ternyata telah lebih dulu diam di dalam gua, dan Ia tidak mau berbagi gua itu dengan siapa pun. Dengan tidak senang ia memandang banteng yang sedang berbalik memunggunginya. Kakinya mengais tanah tanda amarah. Tanpa peringatan, kambing itu menerjang si banteng. Tanduknya yang tajam menghantam pantat banteng. Tapi banteng itu tidak bergeming. Kulitnya sangat tebal, dan ototnya begitu kuat. Ia hampir tidak merasakan tandukan kambing.

Berkali kali kambing itu menyerudukkan kepalanya, tapi banteng hanya mendengus padanya.
"Tanduk saja sesukamu! Aku tidak takut padamu. Jika saja singa di luar itu sudah pergi, akan aku tunjukkan padamu bedanya kekuatan banteng dan kambing!"

Terjemah bebas dari : The Bull and the Goat, www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini adalah : sungguh tidak baik jika mengganggu kawanmu yang sedang kesulitan.
READ MORE - Banteng dan Kambing

Ayam dan Mutiara

Hari ini seperti hari biasa di pertanian. Sebelum matahari terbit, ayam jantan sudah terbangun meregangkan badannya yang kaku setelah terlelap semalaman. Ia akan melakukan tugas hariannya, berkokok mengingatkan seluruh penghuni pertanian bahwa malam sudah berakhir. Sudah saatnya bangun pagi.
Pak Tani bangun dari ranjangnya yang sederhana. Setengah mengantuk, ia menuju sumur di belakang rumah, meraih timba dan menarik ember penuh berisi air. Wajahnya dibasuh dengan air sedingin es. Seketika kantuknya hilang, lalu dengan bersemangat Pak Tani bergegas menuju kandang ayam.
Segera diraihnya pintu kandang. Palang pintu dilepaskan dan pintunya dibiarkan terbuka lebar. Sudah saatnya ayam-ayam mencari makan sendiri di halaman.

Ayam-ayam betina berlompatan keluar kandang, anak-anak mereka berlarian mengikuti induknya. Bersuara, "Ciap! Ciap!" dengan ribut. Mengikuti di belakang mereka, si ayam jantan melangkah perlahan menuruni tangga kandang. Dadanya membusung, jenggernya berdiri tegak di atas kepalanya, ia tampak sangat gagah.  
Tak berapa lama mereka berpencar di halaman, masing-masing mengais tanah mencari cacing dan bulir padi.
Ayam jantan memilih mengais jerami di ujung halaman bersama beberapa ayam betina, lalu tiba-tiba sebuah benda berkilauan menarik perhatiannya. "Ho Ho! Itu untukku!" teriaknya girang. Cakarnya menyibakkan jerami yang menutupinya. Tak berapa lama sebuah benda bulat berwarna putih cemerlang menggelinding keluar dari jerami, sebutir mutiara besar yang amat indah!
Ayam jantan itu dengan sigap mematuk mutiara itu dan mencoba menelannya. Tapi dengan segera ia memuntahkannya.
"Bentukmu memang indah, tapi rasanya tidak enak!" kokok si ayam jantan. "Untukku, sebulir padi lebih berharga dari dirimu!"    

Terjemah bebas dari : The Cock and the Pearl, www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini adalah : benda sederhana akan berharga jika kita bisa menghargainya, dan juga sebaliknya barang yang mewah bisa menjadi tidak berharga jika kita tidak bisa memanfaatkannya.
READ MORE - Ayam dan Mutiara

Gagak dan Kendi

Seekor burung gagak terbang mencari air. Ia sangat kehausan. Ia hinggap di sebuah gubuk di tengah ladang. Tak disangka di dalam gubuk itu ia menemukan sebuah kendi berisi air. Tapi sayang beribu sayang, ketika ia menjulurkan paruhnya ke dalam kendi, airnya tidak bisa ia jangkau. Ia mencoba dan mencoba, menekan kepalanya ke dalam leher kendi, tetapi usahanya sia-sia dan ia pun hampir putus asa.
Tenggorokannya kering. Ia hampir mati kehausan. Dengan sekuat tenaga ia berpikir keras mencari jalan untuk mendapatkan air itu. Lalu tiba-tiba terpikirkan olehnya suatu cara.
Ia mematuk sebutir batu, lalu menjatuhkannya ke dalam kendi.

Sebutir batu lagi jatuh dalam kendi.
Sebutir batu lagi jatuh dalam kendi.
Sebutir batu lagi jatuh dalam kendi.
Sebutir batu lagi jatuh dalam kendi.
Sebutir batu lagi jatuh dalam kendi.
Sebutir batu lagi jatuh dalam kendi.
Sebutir batu lagi jatuh dalam kendi.
Sebutir batu lagi jatuh dalam kendi.  
Sebutir batu lagi jatuh dalam kendi.
Sebutir batu lagi jatuh dalam kendi.
Perlahan-lahan air naik mendekati mulut kendi. Gagak itu dengan gembira memasukkan lagi beberapa butir batu, dan dengan mudah paruhnya bisa menggapai air itu. Ia minum hingga puas. Rasanya luar biasa nikmat,  dan ia pun selamat dari mati kehausan.

Terjemah bebas dari : The Crow and the Pitcher, www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini adalah : berusahalah sedikit demi sedikit, lambat laun akan mendekati keberhasilan.
Pesan yang lain adalah : dalam kondisi kepepet biasanya kita akan berusaha lebih keras untuk mencari solusi.
READ MORE - Gagak dan Kendi

Rusa di Tepi Sungai


Seekor rusa jantan berdiri di pinggir sungai. Air sungai itu begitu jernih, mengalir dengan lambat ke hilir. Rusa mereguk air itu dengan perlahan. Begitu segar untuk dirinya yang sangat kehausan.
Air itu sangat bening sehingga ia bisa melihat bayangan dirinya di permukaan sungai. Perlahan ditatapnya bayangan dirinya, mulai dari tanduknya hingga ujung kakinya.
"Oh, alangkah indahnya tandukku ini. Begitu besar dan kuat. Membuatku terlihat gagah dan berwibawa," seru si rusa jantan dengan bangga. Ia menelengkan kepalanya, memamerkan tanduknya yang indah pada bayangannya di atas air.
"Tapi betapa kurusnya kaki-kakiku," keluhnya. Ia menatap kakinya yang tampak lemah dan kurus. "Tak sebanding dengan kegagahan tandukku ini!"
Tak disangka, ketika ia sedang sibuk memandangi bayangannya, seekor singa mengintai di balik pepohonan.
Dengan cepat singa itu melompat keluar dari rimbunan semak, berlari cepat ke arah si rusa jantan.
Rusa itu terkejut bukan kepalang, tapi dengan segera ia berlari melarikan diri dari kejaran singa. Ia berlari sangat kencang jauh meninggalkan sang singa, menerobos pepohonan di tepi sungai. Ketika ia menyangka sudah bisa melepaskan diri dari kejaran, tiba tiba tanduknya yang besar tersangkut pada ranting-ranting pohon. Ia meronta sekuat tenaga, tapi semakin keras ia berusaha semakin kuat ia terjerat. Singa tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, lalu dengan mudah ia menerkam rusa jantan itu.
"Betapa bodohnya aku memandang rendah kakiku ini, padahal ia bisa menyelamatku. Sedangkan aku malah bangga pada tandukku yang malah membuatku celaka!" kata rusa itu dengan penuh sesal.
  
Terjemah bebas dari : The Stag at the River, www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini adalah : seringkali kita tidak menghargai sesuatu yang sebenarnya sangat berharga bagi kita.
READ MORE - Rusa di Tepi Sungai

Merak dan Burung Bangau

Dahulu kala ada seekor merak yang sangat sombong. Ia memiliki bulu yang sangat indah. Yang paling indah dari dirinya adalah ekornya yang begitu lebar dan berwarna-warni. Ia sangat bangga pada dirinya sendiri.
Pada suatu hari ia bertemu dengan seekor burung bangau. Tanpa basa basi, burung merak itu mencela burung bangau dengan suara lantang. "Lihatlah bulu-bulumu yang pucat itu! Tak sebanding dengan keindahan bulu-buluku ini yang indah ini. Aku berpakaian begitu indah seperti raja."
Ia lalu membentangkan ekornya, mempertontonkan keindahan warnanya yang berkilau seperti pelangi di bawah sinar matahari.
Burung bangau itu hanya tersenyum mendengarnya. "Itu memang betul," jawabnya. "Akan tetapi aku bisa terbang tinggi ke angkasa. Aku bisa melihat dunia dan semua keindahannya dari atas sana. Sedangkan kamu, kamu hanya bisa duduk diam saja di sini seperti seekor ayam."   

Terjemah bebas dari : The Peacock and the Crane, www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini adalah : semua orang memiliki kelebihan dan kekurangan masing masing. Tak baik untuk saling mencela.
Pesan yang lain : pakaian yang indah tidak lantas membuatmu menjadi pribadi yang lebih baik.
READ MORE - Merak dan Burung Bangau

Kodok dan Sumur

Keluarga kodok sudah lama sekali tinggal di sebuah rawa yang dangkal di tepi hutan. Mereka hidup berkecukupan. Tapi kemudian musim kemarau panjang menimpa mereka. Rawa tempat tinggal mereka perlahan kering. Airnya menghilang. Lumpurnya menjadi kering dan mengeras. Kering kerontang. Panas seperti di atas panggangan.

Seperti kita semua tahu, kodok senang tempat yang lembab, dan akhirnya mereka terpaksa mencari tempat tinggal yang baru. Berlompatan mereka keluar dari rawa, pergi mencari sumber air.   
Mereka berjalan amat jauh, mendaki bukit, melintasi padang. Sampai akhirnya mereka sampai di tepi ladang Pak Tani. Betapa besar kegembiraan mereka ketika mereka menemukan sebuah sumur. Satu per satu mereka duduk di tepi sumur, menjulurkan kepala mereka ke dalamnya. Sumur itu dalam, penuh terisi air dan lembab.
Seekor kodok muda dengan bersemangat berseru, "Tempat ini sangat cocok untuk kita! Ayo kita melompat ke dalamnya!" Ia segera mengambil ancang-ancang hendak melompat.
Seekor kodok tua yang bijaksana menepuk pundaknya, lalu berkata dengan lembut, "Jangan terburu-buru, anak muda! Jika kita melompat ke dalam sumur sekarang, bagaimana jika tiba-tiba sumur ini mengering seperti rawa tempat tinggal kita? Bagaimana kita bisa melompat keluar dari sumur yang sangat dalam ini?" 

Terjemah bebas dari : The Frogs and the Well, www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini adalah : pikirkan dahulu dengan sebelum bertindak.
READ MORE - Kodok dan Sumur

Kelinci dan Kodok

Para kelinci tinggal di padang rumput di tepi hutan. Mereka tinggal di dalam lubang, hidup dengan ketakutan setiap hari. Binatang-binatang pemangsa selalu mengintai mereka setiap saat.  Singa, serigala, rubah, dan anjing pemburu menganggap mereka makanan yang amat lezat. Para kelinci merasa mereka adalah makhluk paling teraniaya di dunia ini. Mereka begitu merasa ketakutan, sehingga jika mereka mendengar ada seekor binatang saja berlari mendekat, kelinci akan segera lari lintang pukang.
Pada suatu hari, mereka mendengar suara bergemuruh. Segera mereka melihat ke kejauhan. Ternyata sekumpulan kuda sedang berpacu ke arah mereka. Debu tebal beterbangan di belakangnya. Dengan panik mereka berlarian pergi ke tepi hutan menuju sebuah danau luas di sana. Mereka bertekad, lebih baik tenggelam daripada harus hidup selalu ketakutan seperti ini.

 Derap langkah para kelinci yang berlarian menuju danau, membuat kaget para kodok yang sedang berjemur di tepi danau. Mereka berlompatan dengan panik, menceburkan diri ke dalam air danau yang dingin.
Kelinci-kelinci berhenti berlari, menatap ratusan kodok yang sibuk berenang, menyelam lebih dalam. Seekor kelinci lalu berkata, "Melihat para kodok itu, sebenarnya keadaan kita tidak terlalu buruk!"   

Terjemah bebas dari : The Hares and the Frog, www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini adalah : di luar sana, selalu ada orang yang lebih menderita daripada kita.

 
READ MORE - Kelinci dan Kodok

Kuda, Pemburu, dan Rusa Jantan

Suatu ketika, seekor kuda bertengkar hebat dengan rusa jantan. Mereka akhirnya berpisah mengambil jalan masing-masing. Akan tetapi si kuda pergi dengan rasa marah yang masih membara. Ia membawa dendam dalam hatinya.
Ia pergi menemui seorang pemburu yang tinggal di tepi hutan. Tak lama ia berhasil menemuinya dan mengutarakan maksudnya untuk membalas dendam. Pemburu itu setuju untuk membantunya.
"Baiklah! Aku akan membantumu membalaskan dendam pada rusa jantan itu," jawabnya. "Tapi dengan syarat! Kamu harus mengijinkan aku untuk menyimpan besi ini di antara kedua rahangmu sehingga aku bisa memandu langkahmu. Kamu juga harus mengijinkan aku meletakkan sadel ini di punggungmu, sehingga aku bisa duduk dengan kokoh ketika kita mengejar musuhmu itu."
"Baiklah!" jawab kuda. "Aku setuju!"
Pemburu itu lalu memasangkan tali kekang dan sadel. Lalu mereka berangkat mencari si rusa jantan.
Setelah beberapa lama, mereka berhasil menemukan dan menaklukan rusa jantan itu. Dendam telah terbalaskan, kuda lalu berseru pada si pemburu.
"Sekarang turunlah kamu! Lalu lepaskan benda ini dari mulutku dan punggungku!" ringkik si kuda.
"Tidak sekarang, kawan," jawab si pemburu. "Aku sudah memasangkan tali kekang dan sadel ini padamu. Aku akan membiarkannya terpasang di tubuhmu untuk waktu yang lama."          

Terjemah bebas dari : The Horse, Hunter and Stag, www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini adalah : jika kita memanfaatkan orang lain untuk kepentingan kita, maka bersiaplah orang lain akan berbalik memanfaatkan diri kita untuk kepentingan mereka.
READ MORE - Kuda, Pemburu, dan Rusa Jantan

Pemburu dan Penebang Kayu

Alkisah, ada seorang pemburu yang tinggal di sebuah desa kecil. Walaupun ia seorang pemburu, sayangnya ia tidak begitu pemberani.
Akhir-akhir ini seekor singa sering datang memangsa ternak milik para penduduk. Ia sudah menelan domba, biri-biri, kambing, kuda, sapi, dan banteng. Para penduduk lalu meminta pemburu itu untuk menangkap binatang ganas itu segera.

Pemburu itu berkemas dengan malas. Ia membawa senjatanya pergi ke dalam hutan. Tak berapa lama, ia bertemu dengan seorang penebang kayu. Penebang itu sedang mengayunkan kapaknya ke sebuah pohon besar.    
"Hai penebang kayu!" pemburu itu menyapa dengan gagah. "Apakah kamu melihat jejak singa di sekitar sini?"
"Tak hanya jejaknya, atau bahkan sarangnya. Aku akan membawa singa itu kepadamu sekarang!" jawab penebang kayu.
Seketika wajah pemburu itu menjadi pucat seputih kapas. Sambil menggigil ketakutan, ia menjawab, "Tidak usah! Terimakasih! Bukan singa yang aku cari. Aku hanya mencari jejaknya saja!"

Terjemah bebas dari : The Hunter and the Woodman, www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini adalah : keberanian itu ditunjukkan bukan oleh omongan, tapi dengan perbuatan.
READ MORE - Pemburu dan Penebang Kayu

Pak Tani dan Burung Bangau

Sekarang awal musim penghujan. Pak Tani dengan gembira menabur benih di ladang jagung miliknya. Sudah saatnya ia kembali bercocok tanam. Tak jauh dari ladang, burung-burung bangau bergerombol. Menunggu Pak Tani lengah, mereka mencuri benih untuk dimakan. 
Pak Tani mencoba menakuti mereka. Ia membuat sebuah katapel dari batang kayu. Setiap hari ia berlari di sekeliling ladangnya, berteriak-teriak menakuti burung burung itu dengan mengayunkan katapel di atas kepalanya. Pada awalnya burung-burung itu terbang tinggi menghindari kejaran Pak Tani. Terbang jauh ke padang rumput jauh dari ladang. Tapi lama kelamaan timbul keberanian mereka. Mereka hanya terbang sebentar, pindah dari ujung ladang ke ujung ladang yang lain. Burung-burung itu tidak takut lagi pada Pak Tani, bahkan beberapa di antara mereka hanya diam saja dan terus mematuk benih.
"Pak Tani terlalu lamban untuk bisa menangkap kita. Yang dia lakukan berteriak ribut membuat bising. Kayu yang dia bawa juga sama sekali tidak bisa menyakiti kita," celoteh seekor burung pada kawannya.   
Pak Tani semakin kesal dengan tingkah laku burung-burung itu. Ia lalu mengumpulkan banyak batu sebesar kelereng, lalu mulai membidik mereka dengan katapelnya. Batu berdesing terlontar dari katapel. Satu demi satu burung bangau menjerit kesakitan terkena tembakan batu.
"Sekarang rasakan kerasnya batu-batu ini, bangau!" teriak Pak Tani. "Jika kalian tidak takut dengan suaraku, sebaiknya kalian takut dengan katapelku!"    

Terjemah bebas dari : The Farmer and the Cranes, www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini adalah : jika nasehat saja tidak bisa menghentikan perbuatan buruk, maka pelakunya sangat layak mendapat hukuman.
READ MORE - Pak Tani dan Burung Bangau

Ayam Jago dan Burung Elang

Dua ekor ayam jago saling berhadapan di tengah lapang di halaman. Mata mereka terkunci pada musuhnya. Masing-masing bersiap untuk menerjang lawannya lebih dulu. Setelah lama terdiam, tanpa aba-aba mereka melompat hampir berbarengan. Kaki lebih dulu di depan, sayap mereka berkepak, taji di kaki mereka terhunus. Debu-debu beterbangan seperti angin ribut kecil di halaman.
Mereka berkelahi dengan gagah berani. Saling pukul, saling tendang, saling patuk. Jengger di kepala mereka yang tadinya berdiri tegak, lambat laun terkulai lemas. Bulu-bulu mereka kusut penuh debu. Keduanya sudah kelelahan, tapi yang satu tampak lebih kepayahan. Ia berjalan limbung, pandangannya berkunang kunang, lantas ia kabur, meninggalkan arena. Malu karena kekalahannya, ia menyembunyikan diri di pojok halaman yang sunyi.
Si pemenang mengibaskan seluruh bulu di tubuhnya, dari kepala hingga ke ekor. Debu yang menempel di buluya berhamburan. Bulunya merah kehitaman muncul mengkilat, berkilauan terkena sinar matahari. Setelah membersihkan diri, ia lalu melompat, terbang dan bertengger di tembok pagar yang paling tinggi. Seluruh penghuni pertanian harus tahu bahwa akulah si pemenang, pikirnya.  
Menarik nafas panjang, ia membusungkan dadanya dan berkokok keras sekali.
"Kukuruyuk! Sekarang akulah penguasa di pertanian ini!" teriaknya.
Tak disangka, seekor elang melayang turun dari langit, menangkap si ayam jago dengan cakarnya yang tajam dan kuat, lalu terbang tinggi lagi ke angkasa. Elang itu telah lama terbang mengitari pertanian, mengintai pertarungan dua jagoan itu  
Ayam jago yang kalah, keluar dari tempat persembunyiannya dan sejak saat itu menjadi pemimpin para ayam di pertanian itu.
 
Terjemah bebas dari : The Fighting Cock and the Eagle, www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini adalah : saat sedang berjaya janganlah sombong.
READ MORE - Ayam Jago dan Burung Elang