Rabu, 31 Juli 2013

The Story of A Cat : Chapter 2

Bab II

Si Kucing Tinggal Bersama Madame de la Grenouillère, Dan Dirawat Oleh Ibu Michel


Kisah Seekor Kucing : Ibu Michel
Ibu Michel
Madame de la Grenouillère tinggal di sebuah rumah besar yang terletak di pojok jalan antara Saint-Thomas-du-Louvre dan Orties-Saint-Louis; di sana ia tinggal menyendiri, hanya ditemani oleh dua orang pelayan utamanya, - Nyonya Michel, pelayan dan sebagai teman, dan M. Lustucru, si pengurus rumah. Pelayan-pelayan ini sudah berumur cukup tua, sehingga ia memanggilnya Ibu Michel dan Bapak Lustucru.

Rupa Ibu Michel seperti sifatnya yang ramah; ia orang yang terbuka dan jujur, berbeda dengan Pak Lustucru yang licik dan suka berpura-pura. Si pengurus rumah pandai membuat alasan sehingga dapat mengelabui orang-orang yang kurang berpengalaman; tapi pengamat yang cermat dapat dengan mudah mengetahui sifat sebenarnya di balik topeng kelakuan baiknya. Mata birunya menyiratkan kepura-puraan, cuping hidungnya menyimpan amarah, ada kelicikan di ujung hidungnya yang lancip, dan ada kedengkian di bentuk bibirnya.
Walau demikian, lelaki ini tidak pernah menunjukkan sesuatu yang bisa mengurangi kehormatannya; ia selalu bisa menjaga tampak luarnya yang kelihatan jujur, dengan menyembunyikan sifatnya yang buruk. Kejahatannya seperti sebuah tambang batu bara yang belum tersulut korek api,- tinggal menunggu untuk meledak.

Kisah Seekor Kucing : Pak Lustucru
Pak Lustucru
Lustucru tidak menyukai binatang apapun, tetapi, untuk menyenangkan nyonyanya, ia berpura-pura memuja mereka. Ketika ia melihat Ibu Michel menggendong si kucing, ia berkata pada dirinya sendiri :"Apa! Lagi-lagi binatang! Orang-orang di rumah ini saja sudah cukup banyak!"
Ia tak tahan untuk tidak melirik dengan antipati pada si pendatang baru; tapi segera ia menutupi perasaannya lalu berseru seolah kagum,-
"Oh, kucing yang cantik! kucing yang rupawan! kucing ini tak ada duanya!" - dan dia mengelus kucing itu dengan belaian khianat.
"Benarkah?" kata Madame de la Grenouillère, "tidakkah kamu melihatnya buruk rupa?"
Kisah Seekor Kucing : Kucing Yang Cantik
Oh Betapa Cantiknya Dia

"Buruk rupa! Tapi, lihatlah matanya yang mempesona. Tapi jika ia menakutkan, kepedulianmu padanya akan mengubahnya.""Tadinya dia membuatku jijik."
"Makhluk yang pada awalnya tak menyenangkan akhirnya akan menjadi yang paling disayangi," jawab Pak Lustucru.
Mereka membawa si kucing ke kamar mandi, yang walaupun sangat takut air, menyerah ketika ia dimandikan; ia tampaknya mengerti bahwa mandi itu untuk memperbaiki penampilannya. Setelah memberi kucing itu makan sekerat daging, yang dimakannya dengan nikmat, mereka merundingkan jadwal makan kucing itu, apa yang dilakukannya sehari-hari, dan di mana ia harus tidur.
Kisah Seekor Kucing : Kucing Mandi
Kucing Mandi

Mereka lalu memikirkan sebuah nama untuk si kucing. Ibu Michel dan Pak Lustucru mengusulkan beberapa nama yang riang, seperti Mistigris, Tristepatte, dan lainnya; tapi nyonya mereka menolak semuanya. Ia ingin sebuah nama yang menunjukkan keadaan ketika kucing itu ia temukan. Ia lalu menemui seorang sarjana tua keesokan harinya. Sarjana itu mengusulkan nama Moumouth yang artinya diselamatkan dari panci.
Kisah Seekor Kucing : Kucing Gemuk
Kucing Menjadi Gemuk

Kisah Seekor Kucing : Mencari Nama
Sarjana Mencari Nama

Beberapa hari kemudian; Moumouth hampir-hampir tak dikenali lagi. Bulu-bulunya mengkilat; makanan bergizi membuat tubuhnya sehat; kumisnya tegak berdiri seperti kumis jago pedang abad ke tujuhbelas; matanya berkilau seperti permata. Ia adalah saksi hidup bahwa perawatan yang baik terbukti berakibat baik. Kucing itu berhutang budi terutama pada Ibu Michel, yang merawatnya dengan kasih sayang; sebaliknya ia jelas-jelas tidak senang pada Pak Lustucru, ia membencinya seperti musuh, dan menolak semua yang diberikan oleh pengurus rumah itu. Walaupun demikian mereka memang jarang sekali bertemu. Hari-hari berlalu amat menyenangkan untuk Moumouth, dan masa depannya tampak begitu cerah; tapi, seperti cerita Damocles dari Yunani, dalam setiap kesenangan ada masalah yang mengancam di atas kepala orang maupun kucing. Pada hari ke-24 bulan Januari 1753, kesedihan yang tidak biasa terlihat di wajah Moumouth; dia diam saja jika Madame de la Grenouillère membelainya dengan lembut; dia tidak mau makan dan sehari-harinya dihabiskan dengan meringkuk di depan perapian, menatap api dengan sedih. Ia punya firasat mendapat musibah, dan akhirnya musibah itu datang.
Kisah Seekor Kucing : Tak Mau Diberi
Dia Tak Mau Menerima Apapun

Kisah Seekor Kucing : Duduk Di Perapian
Kucing Duduk Di Samping Perapian

Pada malam itu seorang utusan datang. Ia datang dari Château de la Gingeole di negeri Normandy. Ia membawa surat untuk si wanita bangsawan dari adiknya yang patah kaki ketika naik kereta kuda. Ia memohon ditemani oleh satu-satunya keluarga yang ia punya, dan ia ingin ditemani segera. Madame de la Grenouillère sangat baik hati, tanpa ragu-ragu ia berkata :"Besok aku akan pergi."
Mendengarnya, Moumouth menatap penolongnya itu dan mengeong pilu, miau.

Kisah Seekor Kucing : Saat Kecil Memelihara Kucing
Saat Kecil Ia Memelihara Kucing

Kisah Seekor Kucing : Aku Pergi Besok
Aku Harus Pergi Besok


"We will take good care of him, madame," said Father Lustucru.
"Don’t you trouble yourself about him, I pray you," interrupted the Countess. "You know that he has taken a dislike to you; your presence merely is sufficient to irritate him. Why, I don’t know; but you are insupportable to him."
"That is true," said Father Lustucru, with contrition; "but the cat is unjust, for I love him and he doesn’t love me."

"Kucing yang malang!" kata Nyonya, "tapi kita harus berpisah! Aku tak bisa membawamu karena adikku tak menyukai binatang sejenismu; dia anggap kalian suka berkhianat. Benar-benar buruk! Saat kecil ia memelihara seekor anak kucing. Karena terlalu bersemangat menunjukkan perhatiannya, anak kucing itu tak sengaja mencakarnya. Apakah karena ia jahat? Bukan, tapi karena memang begitulah anak kucing. Walau demikian sejak saat itu adikku membenci kucing."
Moumouth menanggapi kata-kata tuannya seperti ia berkata,-
"Tapi engkau akhirnya memberi kami keadilan, wanita yang mulia!"
Sesaat Nyonya terdiam dan merenung, lalu ia berkata,-
"Ibu Michel, aku percayakan kucingku padamu."
"Kami akan merawatnya untukmu, Nyonya," kata Pak Lustucru.
"Jangan menyulitkan dirimu sendiri, kumohon," Nyonya menyela, "kamu tahu dia tidak menyukaimu; melihatmu saja sudah membuatnya jengkel. Aku tak tahu kenapa; tapi kamu tak cocok dengannya."
"Benar Nyonya," jawab Pak Lustucru menyesal, "tapi kucing itu tidak adil; aku mencintainya sedang ia tidak!"
Kisah Seekor Kucing : Kupercayakan Kucing Padamu
Kupercayakan Kucingku Padamu

"Saudariku juga tidak adil. Kucing-kucing mungkin menyukainya tapi ia tak menyukai mereka. Aku menghormati keputusannya. Lakukan juga itu untuk Moumouth." Setelah mengucapkan kata-kata itu dengan tegas, Madame de la Grenouillère beralih ke Ibu Michel."Padamu, Ibu Michel, dan hanya padamu, aku mempercayakan kucingku. Kembalikan ia dengan selamat dan aku akan memberimu banyak keuntungan. Aku sudah enampuluh lima tahun sekarang, dan kamu sepuluh tahun lebih muda; mungkin saja kamu yang akan menutup mataku"-  
"Oh, Nyonya! Kenapa berpikir buruk seperti itu?"
"Biar aku selesai bicara. Untuk berjaga-jaga aku sudah berpikir untuk memberimu dana yang cukup; tapi jika kamu merawat Moumouth untukku, aku akan berikan kamu pensiun seribu limaratus keping uang."
"Ah Nyonya!" kata Ibu Michel dengan nada yang tulus, "tak perlu membayar untuk pelayananku ini; aku mencintai kucing itu dengan sepenuh hati, dan aku tak akan meninggalkannya." 
"Itu aku sudah yakin, dan aku juga tahu bagaimana harus menghargai pengorbananmu."
Selama pembicaraan itu, Pak Lustucru berusaha keras untuk menahan rasa cemburunya.
"Semua untuknya, dan tak ada sedikitpun untukku!" ia berkata pada dirinya sendiri. "Seribu limaratus keping uang setahun! Benar-benar harta karun, dan ia yang mendapatkannya! Oh tidak! Dia tak boleh mendapatkannya!"

Kisah Seekor Kucing : Kereta Kuda Siap
Kereta Kuda Sudah Siap

Pagi hari berikutnya jam setengah delapan, empat ekor kuda yang lincah ditambatkan pada kereta kuda yang akan membawa wanita tua yang berhati mulia itu ke negeri Normandy. Ia mengucapkan selamat tinggal kepada kucing kesayangannya, mendekapnya di dadanya lalu naik ke atas kereta.
Hingga saat itu Moumouth hanya merasa sedikit tidak nyaman, tapi akhirnya ia mengerti! Ia melihat penolongnya itu akan pergi, dan menggigil takut kehilangannya, ia mencoba naik ke pangkuannya.
"Kamu harus tinggal di sini," kata Madame de la Grenouillère mencoba menahan air mata.
Percayakah kamu? - kucing itu juga menangis!


Kisah Seekor Kucing : Kucing Ingin Naik Kereta
Kucing Ingin Naik Kereta

Untuk menghentikan keadaan yang membuat sedih itu, Ibu Michel memeluk kucing dengan bahunya dari atas jok kereta; pintu kereta ditutup, kuda-kuda menarik kereta dengan sekuat tenaga, dan segera pergi dengan cepat. Moumouth berguling-guling tak karuan, lalu pingsan. 

Kisah Seekor Kucing : Kucing Pingsan
Si Kucing Pingsan

Madame de la Grenouillère menjulurkan kepalanya keluar kereta, melambaikan saputangan, lalu berteriak dengan sedih:
"Ibu Michel, kupercayakan kucingku padamu!"

Kisah Seekor Kucing : Dia Harus Mati
Dia Harus Mati!

"Tenanglah Nyonya!; Aku berjanji anda akan menemuinya besar dan gemuk ketika anda kembali."
"Be tranquil, madame; I swear you shall find him large and plump when you return."
"Dan aku," Pak Lustucru berbisik dengan suara yang dalam, "Aku janji akan membuatnya mati!"

***

Bab III. Ibu Michel Yang Baik Hati, Pak Lustucru Yang Jahat

lanjutkan >>

Alih bahasa ke bahasa Indonesia oleh Raqim
Sumber www.guttenberg.org
READ MORE - The Story of A Cat : Chapter 2

Senin, 29 Juli 2013

The Story of A Cat : Chapter 1

THE STORY OF A CAT
TRANSLATED FROM THE FRENCH OF
EMILE DE LA BÉDOLLIÈRE
By
THOMAS BAILEY ALDRICH
With Silhouettes by L. Hopkins
Kisah Seekor Kucing


Alih bahasa ke bahasa Indonesia oleh Raqim
Sumber www.guttenberg.org

***

Pendahuluan

Cerita yang mengisahkan perjalanan hidup seorang wanita tua bernama Ibu Michel dan kucingnya karya M. Bédollière dari negeri Perancis. Kisah ini menjadi popular di Inggris setelah dialihbahasakan dalam bahasa Inggris oleh T.B. Aldrich, dan sekarang dikisahkan kembali oleh Raqim dalam bahasa Indonesia.

***

Bab I

Bagaimana Ibu Michel Bertemu Kucingnya

 

Kisah Seekor Kucing : burung nuriDahulu, saat negeri Perancis diperintah oleh Raja Louis ke-15, tinggal di kota Paris seorang wanita bangsawan yang kaya raya bernama Yolande de la Grenouillère. Ia wanita bangsawan yang terhormat dan dermawan. Ia bersedekah bukan hanya pada penduduk di daerah tempat tinggalnya, Saint-Germain-l’Auxerrois, tapi juga kepada orang-orang miskin di tempat lainnya. Suaminya bernama Roch-Eustache-Jérémie, bergelar Count of Grenouillère (Tuan dari Grenouillère), meninggal dalam pertempuran di Fontenoy pada hari ke-11 bulan Mei 1745. Janda yang baik itu selalu teringat almarhum suaminya bahkan kadang ia tiba-tiba menangis sedih sendiri. Sendirian tanpa anak, ia selalu merasa kesepian dan akhirnya ia memiliki kegemaran aneh, ...aneh tapi tidak mengurangi kebaikan dan sifatnya yang mempesona : ia memiliki kegemaran memelihara binatang, tapi kegemaran itu malah membuatnya semakin sedih karena semua binatang yang dipeliharanya akhirnya selalu mati.     
Kisah Seekor Kucing : memberi sedekah
Wanita Bangsawan Memberi Sedekah
Awalnya ia mengasihi seekor burung nuri berbulu hijau. Burung itu tak berhati-hati makan daun peterseli hingga perutnya mulas hebat. Gangguan pencernaan, karena salah makan biskuit manis, menghilangkan nyawa anjing berhidung pesek yang amat disayang Madame de la Grenouillère. Peliharaannya yang ketiga adalah seekor monyet, jenis hewan yang memikat hati. Suatu hari ia lepas dari ikatannya, bermain-main di atas pohon di taman saat hujan. Ia terkena demam dan akhirnya ia berakhir di makam.     
Kisah Seekor Kucing : monyet kehujanan
Monyet Kehujanan Hingga Sakit

Setelahnya wanita bangsawan itu memelihara burung-burung, tapi akhirnya ia selalu kehilangan mereka. Kalau tidak kabur terbang ke angkasa, burung-burung itu mati tersedak biji. Ia amat bersedih dan mencucurkan banyak air mata karena musibah yang terus-menerus terjadi menimpanya. Teman-teman wanita bangsawan itu kasihan melihatnya lalu mereka menawarkan kepadanya tupai, burung kenari, tikus putih, burung kakatua; tapi wanita itu tak mau menerimanya; ia bahkan menolak seekor anjing spaniel yang bisa main kartu, menari, makan sayur, dan mengerti bahasa Yunani.

Kisah Seekor Kucing : menawari peliharaan
Teman-Teman Menawarkan Binatang Peliharaan

"Tidak, tidak," katanya, "Aku tak mau lagi memelihara binatang; udara dalam rumahku membuat mereka sakit."
Kisah Seekor Kucing : anak-anak nakal
Anak-Anak Nakal Mengejar Seekor Kucing

Wanita bangsawan itu akhirnya mempercayai kalau nasibnya memang malang.
Suatu hari ia sepulang dari beribadah, ia melihat anak-anak berkumpul berdesak-desakan dan tertawa terbahak-bahak. Setelah ia naik ke atas kereta kuda, ia bisa melihat apa yang ada di balik kerumunan itu. Ia segera melihat bahwa sumber kehebohan itu adalah seekor kucing yang di buntutnya terikat sebuah panci kaleng, panci yang diikatkan oleh anak-anak nakal itu.

Kucing malang itu pasti sudah berlari jauh sekali, ia tampak luar biasa lelah. Melihat si kucing sudah tak mampu berlari cepat, anak-anak nakal itu mengelilingi si kucing lalu melemparinya dengan batu. Kucing yang tak beruntung itu melihat sekelilingnya dan tak ada seorangpun yang mengasihaninya. Ia sadar dikelilingi oleh orang-orang jahat dan ia menyerah pada nasibnya, tapi ia menerimanya dengan berani seperti seorang pahlawan bangsa romawi. Batu-batu sudah menghantam tubuhnya ketika Madame de la Grenouillère merasa sangat kasihan padanya lalu turun dari kereta kuda, menerobos kerumunan itu lalu berseru, "Aku akan beri sekeping uang emas untuk siapapun yang mau menyelamatkan binatang ini!"

Kisah Seekor Kucing : kucing membungkuk
Makhluk Malang itu Menundukkan Kepala
Kata-katanya sungguh sakti; seketika segerombolan penghukum itu menjadi para pembebas; si kucing bahkan hampir kehabisan nafas karena diperebutkan oleh anak-anak yang ingin membebaskannya dengan selamat... demi sekeping uang emas. Akhirnya seorang anak yang kuat seperti Herkules muda mengalahkan para pesaingnya, menggenggam si kucing yang kepayahan lalu menyerahkannya kepada si wanita bangsawan.

Kisah Seekor Kucing : persembahan kucing
Si Kucing Dipersembahkan Kepada Wanita Bangsawan
"Baiklah!" katanya, "Ini hadiah untukmu sesuai janjiku." Wanita itu memberikan sekeping uang emas berkilau yang baru keluar dari percetakan, lalu ia menambahkan, "Sekarang lepaskan kucing itu dari penderitaannya!"

Si Herkules muda itu menurut. Madame de la Grenouillère mengamati kucing yang ia selamatkan. Sudah jelas kucing itu kucing jalanan. Rupanya yang sudah buruk, tambah jelek lagi karena kejadian yang menimpanya tadi. Bulunya pendek bersalut lumpur, dengan susah payah dapat dilihat bahwa warna bulunya abu-abu bergaris hitam. Ia sungguh kurus hingga tampak tembus pandang, orang bisa menghitung jumlah tulang rusuknya, dan ia sangat lemah bahkan seekor tikus bisa mengalahkannya dengan mudah. Hanya satu keunggulannya, ia punya pesona seekor kucing.

Kisah Seekor Kucing : kucing kampung
Oh, Seekor Kucing Buruk Rupa!
"Oh sayangku, seekor kucing yang buruk rupanya," Madame de la Grenouillère berkata setelah ia mengamati si kucing.
Ketika ia akan naik lagi ke atas kereta kuda, kucing itu menatapnya dengan pandangan yang aneh, tak mampu dijelaskan dengan kata-kata, penuh dengan rasa terimakasih dan menyesali, begitu menyentuh sehingga seketika wanita baik hati itu tertegun. Dari mimik wajahnya, kucing itu seolah-olah berbicara padanya dengan amat fasih...

"Kamu sudah mengikuti kata hatimu; kamu melihatku lemah, menderita, tertekan, dan kamu mengasihaniku. Setelah kebaikan hatimu sudah terpuaskan, rupaku yang buruk membuatmu jijik. Aku kira kamu baik, tetapi ternyata tidak. Jika kamu benar-benar berhati lembut kamu akan merawatku karena aku adalah seekor kucing yang buruk rupanya; kamu akan tahu bahwa nasibku yang malang ini karena rupaku yang buruk, kamu sama saja - jika kamu meninggalkanku di jalanan ini, menyerahkanku pada anak-anak nakal ini - yah hal itu adalah sama saja untukku. Pergilah! Kamu tidak perlu membanggakan dirimu sendiri dengan kebaikanmu yang setengah hati itu! - Kamu sama sekali tidak menolongku; Kamu hanya memperpanjang penderitaanku. Aku kucing buangan, seluruh dunia memunggungiku; Aku akan segera mati; biarlah takdirku terpenuhi sekarang!"   

Madame de la Grenouillère hampir menangis. Kucing itu seperti manusia super -tapi tidak, ia seekor kucing. Baginya ia tampak seperti seekor binatang super! Dia membayangkan kucing itu berubah, bahwa ia dulunya adalah seorang ahli pidato ulung yang sekarang berdiri di hadapannya. Ia berkata kepada pelayannya, Ibu Michel, yang sedang ada di dalam kereta -.
"Bawa kucing itu."
"Apa! Nyonya akan membawanya ke rumah?" Ibu Michel berseru kaget.
"Tentu saja. Selama aku masih hidup, kucing itu bisa tinggal di dekat perapian dan tinggal meja makanku. Jika kamu ingin membuatku senang, perlakukan kucing itu dengan baik seperti engkau memperlakukanku."
"Baik Nyonya, aku akan menurut."
"Bagus. Ayo kita pulang!"
Kisah Seekor Kucing : pulang ke rumah
Ibu Michel Diperintahkan Membawa Si Kucing
  
***

Bab II. Si Kucing Tinggal Bersama Madame de la Grenouillère, Dan Dirawat Oleh Ibu Michel.

lanjutkan >>

Alih bahasa ke bahasa Indonesia oleh Raqim
Sumber www.guttenberg.org


 

READ MORE - The Story of A Cat : Chapter 1

The Cat and The Mouse

 Kucing dan Tikus

 
The cat and the mouse 
Tikus dan kucing
Played in the malt-house:
Bermain di lumbung 

The cat bit the mouse's tail off. "Pray, puss, give me my tail." "No," says the cat, "I'll not give you your tail, till you go to the cow and fetch me some milk."  
Kucing menggigit ekor tikus hingga lepas. "Kucing, kumohon berikan ekorku." "Tidak," kata si kucing, "Aku tak akan beri ekormu hingga kau pergi kepada sapi dan ambilkan untukku sedikit susu."

First she leapt, and then she ran, 
Ia melompat dan berlari,
Till she came to the cow, and thus began,—
Hingga ia bertemu seekor sapi,

"Pray, cow, give me milk, that I may give cat milk, that cat may give me my own tail again." "No," said the cow, "I will give you no milk, till you go to the farmer and get me some hay."
"Sapi, kumohon berikan aku sedikit susu, sehingga kucing dapat kuberi susu, dan kucing mau memberiku ekorku lagi." "Tidak," kata si sapi, "Aku tak akan beri susu hingga kau pergi kepada petani dan ambilkan untukku sedikit jerami."  

First she leapt, and then she ran, 
Ia melompat dan berlari,
Till she came to the farmer, and thus began,—
Hingga ia bertemu dengan petani,

"Pray, farmer, give me hay that I may give cow hay, that cow may give me milk, that I may give cat milk, that cat may give me my own tail again." 
"No," says the farmer, "I'll give you no hay, till you go to the butcher and fetch me some meat."
"Petani, kumohon beri aku jerami untuk kuberi pada sapi, sehingga sapi mau memberiku susu, sehingga kucing dapat kuberi susu, dan kucing mau memberiku ekorku lagi.
"Tidak," kata si petani, "Aku tak akan beri jerami hingga kau pergi ke tukang daging dan ambilkan untukku sedikit daging."   

First she leapt, and then she ran, 
Ia melompat dan berlari,
Till she came to the butcher, and thus began,—
Hingga bertemu tukang daging sapi,

"Pray, butcher, give me meat, that I may give farmer meat, that farmer may give me hay, that I may give cow hay, that cow may give me milk, that I may give cat milk, that cat may give me my own tail again."
"No," says the butcher, "I'll give you no meat till you go to the baker and fetch me some bread."
"Tukang daging, kumohon beri aku daging untuk kuberi pada petani, sehingga petani mau memberi aku jerami, sehingga sapi dapat kuberi jerami, sehingga sapi mau memberiku susu, sehingga kucing dapat kuberi susu, dan kucing mau memberiku ekorku lagi.
"Tidak," kata si tukang daging, "Aku tak akan beri daging hingga kau pergi kepada pembuat roti dan ambilkan untukku sedikit roti."  

First she leapt, and then she ran, 
Ia melompat dan berlari,
Till she came to the baker, and thus began,—
Hingga ia bertemu pembuat roti, 

"Pray, baker, give me bread, that I may give butcher bread, that butcher may give me meat, that I may give farmer meat, that farmer may give me hay, that I may give cow hay, that cow may give me milk, that I may give cat milk, that cat may give me my own tail again."  
"Pembuat roti, kumohon beri aku roti untuk kuberi pada tukang daging, sehingga tukang daging mau memberiku daging, sehingga petani dapat kuberi daging, sehingga petani mau memberi aku jerami, sehingga sapi dapat kuberi jerami, sehingga sapi mau memberiku susu, sehingga kucing dapat kuberi susu, dan kucing mau memberiku ekorku lagi."

"Yes," says the baker, 
"Ya," kata pembuat roti,
"I'll give you some bread, 
"Roti akan kuberi,
But if you eat my meal, 
Tapi jika makananku kau curi,
"I'll cut off your head." '
Kepalamu harus kau beri."

Then the baker gave mouse bread, and mouse gave butcher bread, and butcher gave mouse meat, and mouse gave farmer meat, and farmer gave mouse hay, and mouse gave cow hay, and cow gave mouse milk, and mouse gave cat milk, and cat gave mouse her own tail again! 
Tukang roti memberi tikus roti, dan tikus memberi tukang daging roti, dan tukang daging memberi tikus daging, dan tikus memberi petani daging, dan petani memberi tikus jerami, dan tikus memberi sapi jerami, dan sapi memberi tikus susu, dan tikus memberi kucing susu, dan kucing memberi tikus ekornya lagi!


Sumber : The History of Tom Thumb, and Others, www.guttenberg.org
Interpretasi puisi dalam bahasa Indonesia oleh Raqim


READ MORE - The Cat and The Mouse

Kumpulan Puisi Anak Anak

Kumpulan puisi anak-anak ini berisi beberapa puisi yang merupakan alih bahasa dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia. Sumber puisi adalah dari literatur-literatur yang termasuk dalam domain publik. Puisi dituliskan dalam dua bahasa, yaitu dalam bahasa Inggris sebagai bahasa asalnya dan interpretasinya dalam bahasa Indonesia.

Untuk ayah, ibu, dan buah hati mari bacakan 4 buah puisi anak ini :
1. Puisi Anak - What Is It? - Apakah Ini?
2. Puisi Anak - Guy and The Bee - Si Guy dan Lebah
3. Puisi Anak - Myself - Diriku
4. Puisi Anak - The Foolish Pug - Anjing Pesek Yang Bodoh

***
Beberapa hal yang sebaiknya diperhatikan ketika membacakan puisi, misalkan seorang ayah membacakan sebuah puisi lucu tentang kupu-kupu, maka :
  • Mimik atau air muka wajah menunjukkan wajah yang riang, mata berbinar, mulut tersenyum,
  • Ekspresi atau gerak anggota tubuh lain juga "berbicara" misal tangan mengepak-ngepak menunjukkan kupu-kupu terbang,
  • Artikulasi atau pengucapan penting untuk menghidupkan puisi. Termasuk dalam pengucapan adalah warna suara si ayah, irama (panjang pendek, keras lembut, tinggi rendah), dan lagu suara (tekanan pada kata-kata penting, tinggi rendah suara, cepat atau lambat mengucapkan kata-kata).
Referensi :http://id.wikipedia.org/wiki/Domain_publik
http://id.wikipedia.org/wiki/Puisi
http://www.gutenberg.org/wiki/Main_Page


READ MORE - Kumpulan Puisi Anak Anak

Minggu, 28 Juli 2013

The Foolish Pug

Anjing Pesek Yang Bodoh


A pompous pug once thought that he 
Seekor anjing pesek yang pongah
A dashing swell would try to be,
Ia akan menjadi besar dan gagah
And on his neighbors one and all, 
Kepada tetangganya semua
Sat out to make a stylish call.
Ia bilang sambil duduk bergaya

He wore a glass upon one eye,
Kacamata di sebelah matanya
And on his head a silk hat high;
Dan topi tinggi sutra di kepalanya
A wide, stiff collar around his throat,
Kerah kaku nan lebar di lehernya 
And last an English overcoat.
Dan memakai mantel panjang akhirnya.

So fine and splendid was his air
Dia sungguh menawan tapi pongah
The very birds stood still to stare,
Semua burung menatap terperangah 
As walking on his two hind feet
Ia berjalan dengan dua kaki
He sauntered boldly down the street. 
Berkeliling jalanan dengan berani

But oh, alas! it comes to all
Tapi pelajaran untuk semuanya
To learn that pride must have a fall,
Yang sombong jatuh juga akhirnya
And e'er the corner he had turned
Berbelok ia di tikungan
Poor pug that bitter lesson learned. 
Pahit pelajaran ia dapatkan.

A saucy maid with one great whack,
Gadis pelayan galak mendera tak tanggung tanggung
Brought down her broom upon his back,
Mendaratkan sapu besar di atas punggung
And as he raised a frightened wail
Anjing pesek melolong lolong
Another soused him from her pail. 
Pelayan membanjur dengan air segentong

Poor pug! that night he sat and thought 
Anjing malang semalam duduk merenung
Of all the trouble he had brought
Atas semua musibah yang ia undang
Upon himself, because that he
Pada dirinya sendiri yang malang
A foolish dude had tried to be.
Begitu bodoh ingin terpandang.

Sumber : Cinderella; or, The Little Glass Slipper and Other Stories, www.guttenberg.org

Interpretasi puisi dalam bahasa Indonesia oleh Raqim.
READ MORE - The Foolish Pug

Sabtu, 27 Juli 2013

Myself

Diriku

terjemah inggris indonesiaOne little head so smooth and round,
Kepala kecil licin dan bulat,
With soft hair covered, golden or brown,
Berambut lembut, coklat atau pirang,
One little forehead smooth and white,
Kening mungil halus dan pucat,
Two little eye-brows dark or light.
Dua baris alis gelap atau terang. 
Two little eyes that we see through.
Dua mata kecil memandang.
See us looking, now, at you?
Lihatlah aku melihat padamu sekarang.
Two little cheeks so plump and round,
Dua pipi mungil ranum dan bulat,
Where the red rose of health is found.
Merah mawar warnanya berarti sehat.
Two little ears where sound comes in;
Di dua telinga kecil suara datang;
One little nose and mouth and chin.
Satu dagu, mulut, dan hidung.
Rows of little teeth all in white;
Gigi putih kecil berbaris melintang;
Ready for use when lunch is in sight.
Siap bekerja untuk santap siang. 
One little tongue kind words to say—
Satu lidah selalu berkata baik,
Bright little smiles which round them play.
Saat bermain merekah senyum cilik,
One little head where all are seen.
Di satu kepala mungil semua terpandang.
One little neck which stands between
Satu leher berdiri terpancang
Head and shoulders to hold them fast.
Diantara kepala dan bahu dan mengikat kencang.
Now are we ready to find, at last,
Akhirnya kita temukan,
One little body with arms and hands
Satu tubuh kecil dengan lengan dan tangan,
Two legs and two feet on which it stands.
Di dua kaki semua ditahan.

Sumber : Cinderella; or, The Little Glass Slipper and Other Stories, www.guttenberg.org

Interpretasi puisi dalam bahasa Indonesia oleh Raqim.

READ MORE - Myself

Rabu, 24 Juli 2013

Guy and The Bee

Si Guy dan Lebah

terjemah inggris indonesia


One day a jolly bumble-bee, 
Suatu hari lebah yang riang,
In coat of black and yellow,
Bermantel bulu hitam dan kuning,
Got caught inside a window-pane;
Terjebak di balik jendela bening,
The silly little fellow. 
Sungguh kasihan si kecil yang malang.

He buzzed and buzzed against the glass, 
Menabrak dan menabrak kaca,
To Guy's great enjoyment,
Si Guy bersuka ria,
Who thought to watch this funny thing
Menonton lebah lucu sekali,
Was just the best employment. 
Sungguh ia amat sukai.

But soon to touch those gauzy wings,
Menyentuh sayap yang mengepak kencang,
Became Guy's great desire,
Bagi Si Guy sangat menantang,
Although mama had told him that
Walau ibu sudah bilang,
A bee could sting like fire.
Sengatannya sepanas api arang. 

But Guy, silly as the bee,
Si Guy pandir seperti lebah,
Paid no heed to mama,
Ucapan ibu ia tak tergugah,
He touched the bee, then gave a howl
Melolong ia kala lebah disentuh,
Which could be heard afar. 
Terdengar suaranya hingga jauh.

Mama a soothing poultice mixed,
Ibu meracik obat ramuan,
And on his finger laid.
Di jari Guy ia tempatkan, 
"Another time you'll be more wise,"
"Bijaksanalah lain kali",
Was everything she said.
Kata Ibu baik sekali.

Sumber : Cinderella; or, The Little Glass Slipper and Other Stories, www.guttenberg.org

Interpretasi puisi dalam bahasa Indonesia oleh Raqim.

READ MORE - Guy and The Bee

What Is It?

What Is It

Apakah Ini?


What is that ugly thing I see
Apakah yang kulihat ini,
 Which follows, follows, follows me,
Yang selalu mengikuti,  
 Which ever way I turn or go?
Kemanapun aku pergi,
What is that thing? I want to know.
Apapun itu ingin kuketahui.
***
If I but turn to left or right
Aku kiri atau ke kanan,
 It does the same with all its might;
 Sama persis ia lakukan,
 It looks so ugly and so black
Hitam menakutkan warnanya,
When o'er my shoulder I look back.
Saat ke belakang kumenengoknya.
***
Sometimes it runs ahead of me,
Kadang ia lari di depanku,
Sometimes quite short it seems to be,
Kadang tertinggal di belakangku,
 And then again it's very tall;
Kemudian tinggi melampauiku,
I don't know what it is at all.
Apapun itu aku tak tahu.
***
I'll climb into my little bed,
Ke tempat tidur aku melompat,
And on my pillow lay my bead,
Karena bantalku adalah obat,
For when I'm there I never see
Di situ tak pernah dapat kupandang,
That thing in front or back of me.
Dia di depanku atau di belakang.

Sumber : Cinderella; or, The Little Glass Slipper and Other Stories, www.guttenberg.org

Interpretasi puisi dalam bahasa Indonesia oleh Raqim.

Jawabannya dibaca terbalik, ya! = nagnayab.

READ MORE - What Is It?

Senin, 22 Juli 2013

Serigala dan Singa

Suatu sore serigala mengendap-endap di bawah pagar kandang Pak Gembala. Ia melongok ke kanan ke kiri, sepertinya ia takut ketahuan. Melihat kelakuannya yang mencurigakan, sudah jelas ia akan berbuat jahat. Setelah berhasil melewati pagar, ia menyelinap ke balik kandang domba. Perlahan-lahan ia membuka pintu kandang lalu secepat kilat membawa kabur seekor anak domba.
Ia secepat mungkin keluar kandang, melompati pagar kayu, dan lari terburu-buru ke dalam hutan. Anak domba terkulai lemas terjepit oleh rahangnya yang kuat. "Sebentar lagi aku akan menikmati makan malam yang lezat!" pikir serigala. Tak jauh di depan sana, sarangnya yang nyaman sudah menunggu.
Tikungan terakhir sebelum sampai di rumahnya sudah dekat. Pikiran serigala tak bisa lepas dari lezatnya daging anak domba. Lezat, nikmat, empuk, dan gurih. Air liurnya tak terasa jatuh menetes-netes.
Serigala berbelok di tikungan terakhir, ...dan muncul di balik tikungan adalah seekor singa, si raja hutan yang gagah perkasa. Moncong serigala mencium hidung singa yang besar. Udara panas keluar dari dua cuping hidung si raja hutan, menghembus ke wajah serigala. Matanya yang bulat menatap serigala dengan pandangan mengerikan. Serigala melompat mundur saking kagetnya, tapi ia sudah tak mungkin lari.

"Grrrrrrrr!" singa menggeram, "apa yang kau bawa itu serigala?" Singa tidak mungkin terlalu bodoh atau rabun. Ia sudah tahu bahwa serigala membawa seekor anak domba.
"Akhu membhawaa anakhh dhomva, thuann singhaa," serigala menjawab tapi ia tak mau melepaskan gigitannya pada anak domba.
"Kamu mau main-main denganku!!!" teriak singa murka. Serigala takut bukan kepalang, ia terpaksa meletakkan anak domba di tanah, lalu menjawab, "Tidak tuan! Aku membawa anak domba."
"Bagus!" geram singa. Singa menaruh cakarnya yang besar dan lebar di atas tubuh anak domba. "Sekarang pergi!" perintah singa kepada serigala. Serigala tak mampu melawan, ia melangkah gontai menuju sarangnya. Setibanya di sarangnya yang aman, serigala masih menyimpan kesal. Ia melongok keluar sarang lalu berteriak keras-keras.
"Kamu sudah mengambil milikku dengan curang! Kamu tidak punya hak melakukannya! Dasar kamu tukang rampok!" serigala melampiaskan kekesalannya.
Singa menoleh sambil tertawa membahana. "Jadi anak domba ini milikmu ya! Apa Pak Gembala yang menghadiahkannya untukmu tadi sore?" tanyanya dengan sinis.
Serigala hanya bisa terdiam. Mana ada yang mau menghadiahinya daging anak domba yang lezat, nikmat, empuk dan gurih? Ia menyesali nasibnya, seorang pencuri yang kena rampok.

Terjemah bebas dari The Wolf and the Lion, www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini : mencuri dan merampok sama saja. Perbuatan jahat pasti akan mendapat hukuman yang setimpal.   
READ MORE - Serigala dan Singa

Serigala dan Kambing

 Serigala berjalan-jalan di sebuah lembah. Tak sengaja ia menatap tebing di atasnya. Betapa terkejutnya ia, seekor kambing sedang berada di atas tebing. Kambing itu merumput di tepi jurang.

"Berhenti!" serigala itu berteriak dengan suara yang terdengar cemas.
"Apa?" seru kambing dari atas tebing.
"Hati-hati, kamu berada di tepi jurang. Kamu bisa celaka di atas sana," seru serigala.
"Apaa?" seru kambing, kali ini dengan nada heran.
"Hati-hati! Kamu bisa jatuh terguling ke bawah. Di sana sangat berbahaya!" seru serigala dari bawah.
"Apaaa?" kambing belum lepas dari rasa herannya. Baru kali ini ia bertemu serigala yang baik hati seperti serigala ini. Tapi ia kambing yang tahu sopan-santun, ia lalu menjawab dengan ramah, "Terimakasih Pak Serigala! Aku akan berhati-hati."
"Kenapa kita tidak makan bersama di bawah sini? Rumputnya kelihatan jauh lebih empuk dan segar, dan yang pasti di sini kamu tidak akan terjatuh."
"Anda baik sekali Pak Serigala," jawab kambing, "Tapi tidak, terimakasih! Di sini pun rumputnya empuk dan segar," kambing menjawab sambil menjauh dari tebing. Sebaik-baiknya serigala, mereka tetap menyukai kambing untuk makan malam. Dari atas sana, ia mengamati serigala melangkah pergi menjauh dari bawah tebing.
"Hmmmm," pikir si kambing, "walaupun ia sering berbuat jahat, nasihat serigala itu benar, tapi aku tidak mau makan bersama dengan serigala. Setelah rumputnya kumakan, giliranku jadi makanan serigala." Kambing itu kembali mengunyah rumput tapi dengan lebih hati-hati.

Terjemah bebas dari The Wolf and The Goat, www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini : nasihat yang baik bisa datang dari siapa saja, tapi tetap berhati-hati pasti lebih baik.


READ MORE - Serigala dan Kambing

Dua Kodok Bertetangga

Dua ekor kodok hidup bertetangga. Mereka tinggal tidak berjauhan, tapi tidak juga berdekatan. Kodok yang satu tinggal di sebuah kolam yang asri. Kolam itu berada di tepi hutan, tidak jauh dari jalan raya tapi tersembunyi dari pandangan. Kodok yang satu lagi tinggal di kubangan yang keruh. Kubangan itu berada di tepi jalan raya, tidak jauh dari hutan dan sangat terbuka terlihat dari mana-mana.
Kodok yang satu khawatir dengan keselamatan temannya. Ia berusaha membujuknya untuk tinggal bersamanya, berbagi kolam yang asri dengan dirinya.


"Kenapa kau tidak tinggal bersama diriku? Aku bersedia membagi tempat tinggalku untukmu."
"Kenapa?" jawab kodok yang satunya. "Kenapa aku harus pindah dari tempatku ini? Aku merasa nyaman tinggal di sini."
"Tempatmu tinggal sangat berbahaya!" kata kodok yang tinggal di kolam.
"Ah! Sudah seumur hidupku aku tinggal di sini. Aku suka pemandangannya. Aku suka melihat kesibukan jalan raya. Aku suka melihat orang-orang hilir mudik. Aku suka melihat pedati-pedati pulang dan pergi. Kuda, keledai, kerbau, kambing bergiliran lewat. Aku suka keramaian," jawab kodok temannya.
"Justru itulah kenapa berbahaya! Dengarkan aku, dan tinggal di tempatku yang lebih aman."
"Ah!" tukas kodok yang tinggal di kubangan, "aku senang di sini, dan aku bisa menjaga diriku sendiri!"
Waktu berlalu, dan mereka masih bertetangga baik. Tapi pada suatu hari, dua pedati besar lewat berpapasan. Dua ekor lembu besar menarik pedati itu. Jalan itu tidak cukup besar untuk dua pedati lewat bersamaan.
"Awas hati-hati!" seru Pak Sais pengendali pedati. Ia memandu pedatinya dengan cekatan, sebelah roda pedati melaju di pinggir jalan. Malang tak dapat ditolak, rodanya menggilas kubangan tempat tinggal si kodok.
"Tolong aku!" seru si kodok menjerit. Kodok temannya yang tinggal di kolam melompat tergesa-gesa berusaha menolongnya, tapi semua sudah terlambat. Roda pedati yang lebar dan besar menggilas kubangan. Air kubangan dan seluruh isinya berhamburan habis tak bersisa. Kubangan air itu sekarang hanya menjadi lubang dangkal berlumpur. Kodok mencari temannya tapi tak dapat menemukannya dimanapun.
Dengan sedih ia berkata, "Oh kawanku yang malang! Jika saja kamu mau mendengarkan aku!"

Terjemah bebas dari The Two Frogs, www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini : orang yang keras kepala, yang sama sekali tidak mau mendengarkan nasihat orang lain, seringkali celaka karena ulahnya sendiri.

READ MORE - Dua Kodok Bertetangga

Si Peniup Terompet


Perang berkecamuk di mana-mana. Semua penduduk yang sudah dewasa diwajibkan untuk turut berperang, tidak ada kecuali. Semua anak lelaki yang sudah bisa memanggul senjata harus turut ke medan perang. Para wanita juga turut berjuang di garis belakang. Mereka menyiapkan bekal dan senjata. Mereka pun mengobati semua korban yang terluka. Semua bekerja dengan tanpa kenal lelah. Musuh sudah di depan mata. Negeri sedang dalam bahaya.
Pasukan musuh tiba di lapangan terbuka di depan gerbang kota. Penduduk sudah bersiap-siap, mereka berbaris membawa senjata di balik gerbang. Zaman dahulu, perang dilakukan oleh dua pasukan yang berhadapan satu sama lain. Mereka berbaris berhadapan di lapangan terbuka yang luas. Masing-masing membawa tambur, genderang, dan terompet. Berbunyi bising sahut menyahut mereka menyemangati serdadu yang akan bertempur mati-matian. Demikian juga kali ini.
Penduduk kota berbaris keluar gerbang. Dua pasukan berhadapan. Terompet musuh berbunyi nyaring. Tot...teretetet...teretetet...teretetet! Pasukan musuh bersorak ganas. Terompet berbunyi lagi lebih nyaring. Tot...teretetet...teretetet...teretetet! Pasukan musuh bersorak lebih ganas. Sekali lagi terompet berbunyi lebih nyaring. Tot...teretetet...teretetet...teretetet! Kali ini pasukan musuh menyahut dengan teriakan perang yang panjang melengking. Mereka berlari kencang seperti dikejar banteng, menerjang pasukan penduduk kota. Serbu!!!
Dua pasukan itu bertempur habis-habisan. Suara pertempuran yang dahsyat terdengar hingga jauh ke pedesaan. Awalnya penduduk kota terdesak hingga ke gerbang kota, tapi mereka melawan balik. Penduduk kota berjuang lebih keras. Mereka bertempur lebih hebat. Mereka harus mempertahankan negeri dari penjajah. Terompet musuh sekarang terdengar sumbang. Toeet...toeet...toeet...pret!
Akhirnya pasukan musuh dipukul mundur. Suara terompet tak terdengar sama sekali. Medan pertempuran sunyi senyap, yang tersisa adalah suara-suara mengaduh serdadu yang minta pertolongan. Para penduduk berkeliling mencari korban yang selamat, dan seorang dari mereka lalu berteriak, "Hei, kemari semua! Aku menemukan si peniup terompet!" 
Peniup terompet musuh tergeletak di tanah, pura-pura mati. Ia tak sempat melarikan diri. Para penduduk berdatangan ke arahnya sambil menodongkan senjata. Ia tak mampu lagi berpura-pura mati, tubuh peniup terompet menggigil ketakutan setengah mati. "Hei! Ia masih hidup!" seru semua orang.
"Mohon ampuni aku! Aku hanya peniup terompet!" seru si peniup terompet. Ia duduk berlutut. "Aku tidak membawa senjata. Aku tidak menyakiti satupun dari kalian. Aku hanya meniup terompet tembaga kuningan ini."
"Justru karena itulah kami akan menghukummu dengan berat!" seru para penduduk. "Kamu tidak bertempur seperti kawanmu yang lain, tapi kamu memberi semangat kepada mereka sehingga mereka mau bertempur habis-habisan!"
Peniup terompet diam seribu bahasa. Ia akan menerima hukuman yang setimpal.

Terjemah bebas dari The Trumpeter Taken Prisoner, www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini : penghasut sama jahatnya dengan penjahat, malah ia lebih buruk karena mendorong orang melakukan kejahatan.

READ MORE - Si Peniup Terompet

Pengelana dan Pohon Ek

Dua orang pengelana berjalan kepayahan di tengah padang rumput. Mereka sudah berjalan jauh dari desa terakhir yang mereka kunjungi, tapi hingga siang hari ini mereka belum mencapai desa berikutnya. Panas matahari membakar kulit mereka. Kulit mereka putih kemerahan seperti udang rebus. Langkah kaki yang tadinya tegap seperti tentara maju ke medan perang perlahan menjadi lambat seperti orang piknik menikmati pemandangan. Mereka berjalan lambat dan semakin lambat, sekarang mereka bahkan berjalan seperti kakek tua, punggung bungkuk, kaki tersaruk-saruk, tongkat di tangan mereka terantuk-antuk pada tanah dan batu.


Kali ini mereka sudah amat lelah. Mata mereka nanar karena perut lapar. Seorang dari mereka berkata, "Ayolah kita berhenti dahulu. Kakiku lemas seperti agar-agar!" "Baiklah, kita makan dahulu di bawah pohon ek itu," jawab kawannya sambil menunjuk sebuah pohon ek di atas bukit di hadapan mereka. Satu-satunya pohon yang mereka lihat di padang rumput yang luas membentang ini.  
Dengan susah payah mereka berjalan menanjak menaiki bukit. Setiba di bawah pohon segera mereka duduk melepas lelah dan membuka bekal. Bekal yang sedikit dan sederhana dengan cepat tandas. Dengan perut terisi mereka berbaring di bawah naungan pohon ek yang teduh. Mereka memandang langit biru bertaburan awan putih dan padang rumput yang luas seperti tak bertepi. Mereka bercakap-cakap dengan santai. 
"Lihatlah pohon ek ini," kata si pengelana.
"Ada apa dengan pohon ini?" tanya kawannya.
"Tidak apa-apa, dan memang itulah maksudku! Tak punya apa-apa! Pohon ek ini tak berguna," kata si pengelana. "Dia tidak menghasilkan buah untuk dimakan. Tidak ada gunanya kita menanam pohon ek..."
Pohon ek sedari tadi diam mendengarkan percakapan mereka, tapi mendengar dirinya disebut tak berguna langsung memotong perkataan si pengelana.
"Dasar kamu manusia tak tahu diuntung! Beraninya kamu berteduh di bawah naunganku lalu mengata-ngatai aku tak berguna! Dasar tak tahu berterimakasih!" seru pohon ek.
Terkejut mendengarnya, dua pengelana itu melompat dan lari tunggang-langgang terguling-guling menuruni bukit.

Terjemah bebas dari The Traveller and the Plane-Tree, www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini : banyak orang tidak mensyukuri apa yang mereka peroleh, padahal mereka telah mendapatkan hal yang baik bahkan yang terbaik.


READ MORE - Pengelana dan Pohon Ek

Pelancong dan Anjingnya

Seorang lelaki tinggal di sebuah rumah di pinggir kota. Ia senang berjalan-jalan keliling kota, apalagi pada sore hari. Ia suka berjalan santai di taman-taman kota yang rindang. Ia senang melihat-lihat barang-barang yang dipajang para pedagang di etalase toko-toko mereka. Ia menikmati duduk-duduk di warung kopi langganannya, bisa seharian ia duduk di sana menyeruput secangkir kopi. Dia bisa duduk berjam-jam berdiam di tukang cukur. Ia suka berjemur di pinggir sungai, melancong di sana bersama pelancong yang lain. Dan ia selalu bepergian bersama anjingnya yang setia.

Hari ini sudah waktunya ia pergi melancong lagi. "Cepat bersiap! Kita akan pergi," serunya pada anjingnya. Ia masuk ke kamar untuk berdandan rapi, bahkan terlalu necis untuk sekedar pergi melihat-lihat pasar. Tapi ini memang kebiasaannya untuk selalu bersolek. Lama ia berdiri mematut-matut dirinya di depan cermin. Bolak-balik memilih kemeja yang cocok untuk cerahnya cuaca hari ini. Ia harus berpikir keras untuk menentukan sepatu mana yang cocok dengan kemejanya. Ia harus memilih topi yang senada dengan warna saputangannya. Dan ia ingin mantelnya dikenakannya dengan sempurna. Selama itu anjingnya menunggu dengan sabar, tapi lama-kelamaan matanya terasa berat dan akhirnya ia tertidur pulas.
Akhirnya! Sempurna! Aku memang tampan! pikir si lelaki dengan hati senang. "Sudah saatnya kita pergi," ia berseru memanggil anjingnya, tapi anjingnya tidak datang menemuinya. "Kemana anjing itu? Aku bisa terlambat pergi hari ini!"
Dengan menghentakkan kaki tak sabar ia melangkah menuju pintu keluar dan ia menemukan anjingnya sedang berbaring terlentang di keset pintu.
"Di sini kamu rupanya! Dasar anjing malas! Ayo kita pergi! Kita sudah terlambat!" lelaki itu memarahi anjingnya.
Si anjing menggeliat, ia menguap lebar, merentangkan semua kakinya lalu berdiri. Ia menatap tuannya, matanya berkedip-kedip. "Tuan!" katanya, "aku sudah siap, malah aku sudah menunggu tuan dari tadi."

Terjemah bebas dari The Traveller and His Dog, www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini : yang lamban, jika terlambat, sering menyalahkan temannya yang lain.


READ MORE - Pelancong dan Anjingnya

Minggu, 21 Juli 2013

Burung Layang-Layang dan Kawan-Kawannya


Pagi itu Pak Tani bergegas menuju ladang. Ia membawa sebuah kantung. Tiba di ladang ia membuka kantungnya dan menyebarkan isinya di seluruh ladang. Burung layang-layang dan burung-burung lainnya mengamati dari atas pohon di tepi ladang. Burung-burung bersorak kegirangan, mereka berkicau riang, "Pak Tani membawa sekantung biji-bijian, makanan enak untuk kita semua!"
Sepulangnya Pak Tani dari ladang, burung-burung berpesta pora. Mereka turun ke ladang mematuki biji-bijian dengan ramai. Burung layang-layang turut turun berpesta. Segera ia tahu biji apa yang ditebar Pak Tani. Ia berteriak kepada kawan-kawannya,"Oiii, burung semuanya dengarkan dengan baik!"
Semua kawan burungnya mendongak ke arahnya, pasti ada hal penting yang akan dia sampaikan, pikir mereka. Burung layang-layang berteriak, "Ingat kawan! Semua biji ini harus dimakan, jangan sampai ada satupun yang tertinggal, kalau tidak kita akan menyesal!" Kawan-kawannya yang tadinya terdiam mendengarkan, ramai menggerutu, "Oh! Kami kira ada apa, kalau cuma begitu, tidak perlu diingatkan pun kita pasti makan dengan lahap!" Mereka melanjutkan mematuk biji-biji benih dengan bersemangat. Setelah puas, mereka terbang meninggalkan ladang.
Dengan cepat mereka melupakan ladang dan pesta biji-bijian tadi. Semua lupa kecuali burung layang-layang. Tak terasa waktu berlalu, beberapa biji tertinggal tumbuh bertunas. Tunas-tunas tanaman bermunculan di ladang Pak Tani. Tunas itu tumbuh menjadi pohon tinggi yang ramping. Pohon itu adalah pohon rami.
Pak Tani mengambil beberapa batang pohon rami. Ia membawanya pulang. Serat-serat pohon rami ia pintal menjadi tali rami yang lentur dan kuat. Tali itu ia jalin menjadi jaring yang lebar. Jaring itu ia ikat di batang-batang pohon rami di ladangnya. Pak Tani membawa lagi sebuah kantung. Ia sebarkan isinya di ladang dan burung-burung beramai-ramai mengamatinya dari atas pohon. Burung-burung bersorak lagi kegirangan, mereka berkicau riang, "Pak Tani membawa sekantung biji-bijian, makanan enak untuk kita semua!"
Pak Tani pulang dan burung-burung turun untuk berpesta. Mereka terbang turun ke ladang rami. Tapi malang, bukannya berpesta mereka malah terjerat. Burung-burung menggelepar dalam jaring tak mampu melepaskan diri. Burung layang-layang yang lewat di atas ladang hanya bisa menyaksikan dengan sedih, "Ahhh, jika saja mereka mau mendengarkan peringatanku!"

Terjemah bebas dari The Swallow and the Other Birds, www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini : Lebih baik mencegah kejelekan sedari dini daripada menyesal kemudian.
READ MORE - Burung Layang-Layang dan Kawan-Kawannya

Orang Kaya dan Tukang Samak

Di sebuah desa ada seorang penyamak kulit. Sudah turun temurun keluarganya bekerja mengolah kulit. Ia mengolah kulit binatang mentah menjadi bahan kulit yang kuat dan tahan lama. Pekerjaannya sungguh bermanfaat. Ia menyiapkan bahan kulit untuk dibuat menjadi berbagai barang idaman para penduduk negeri.

Suatu hari seorang saudagar kaya pindah ke desa itu. Ia menempati rumah besar di samping kediaman si tukang samak yang sederhana. Dan segeralah ia menyesal tinggal di rumah barunya. Baru sehari ia tinggal, ia tidak tahan dengan bau busuk kulit-kulit mentah. Baunya benar-benar busuk, baunya seperti ada makhluk mati yang tergeletak di atap rumahnya. Sebagai orang kaya, tentunya bukan ia yang harus mengalah, begitu pikir saudagar itu. Tidak ada kata lain, si tukang samak harus pindah dari rumahnya! Esok harinya ia mendatangi rumah tukang samak.
"Hai Tukang Samak! Aku tetangga barumu dan aku tidak tahan dengan bau busuk dari rumahmu ini. Segeralah kamu pindah dari sini!" saudagar kaya berucap tanpa basa-basi.
Tukang samak melongo. Sudah seumur hidup ia tinggal di rumah itu, malah sudah turun temurun keluarganya tinggal di desa ini, namun tiba-tiba ada seseorang yang mengusirnya pergi. Seseorang yang baru sehari menjadi tetangganya! Tukang samak itu melihat saudagar itu dari ujung kaki hingga kepala. Wah, aku berurusan dengan orang kaya begitu pikirnya, dan aku tak mau mendapat kesulitan karenanya. Tukang samak akhirnya menjawab perlahan, "Baik Tuan! Tapi ijinkan aku menyelesaikan pekerjaan-pekerjaanku ini dahulu. Masih banyak kulit mentah yang harus kuolah dulu. Jika sudah habis maka aku akan segera pindah."
"Bagus! Kamu cukup pandai untuk tidak macam-macam denganku! Aku akan beri kamu seminggu," saudagar kaya berkata dengan ketus sambil menjepit hidungnya dengan jari 4 jari.
Beberapa hari kemudian, saudagar kaya menemui lagi tukang samak. Ia mengingatkan tukang samak agar segera pindah dari rumahnya yang berbau busuk itu. "Tapi kulit-kulit mentahku masih ada untuk disamak, tuan saudagar. Aku minta seminggu lagi," pinta tukang samak. "Baiklah!" saudagar kaya mengabulkannya sambil menjepit hidung dengan 3 jari.
Seminggu kemudian tukang samak belum juga pindah dari rumahnya. Saudagar itu kembali memperingatkannya, tapi lagi-lagi masih ada kulit mentah yang belum disamak dan tukang samak meminta kelonggaran lagi. "Baiklah!" seru saudagar kaya sambil menutup hidung dengan 2 jari.
Kulit mentah si tukang samak sepertinya tak habis-habis. Waktu berlalu, satu minggu menjadi dua minggu, dua minggu menjadi tiga minggu, tiga minggu menjadi sebulan. Saudagar kaya tak lupa mengingatkan, kali ini dengan berkacak pinggang.
Seperti biasa si tukang samak sudah menunggu kedatangan si saudagar kaya. Kali ini bahan kulit mentahnya sudah tinggal beberapa lembar, ia tak punya alasan lagi untuk menunda kepindahannya. Ia menunggu kedatangan saudagar dengan cemas. Tapi hari berlalu dan saudagar tak datang juga. Sore harinya setelah selesai menyamak, tukang samak penasaran dan mengunjungi tetangganya itu. Saudagar kaya sedang berada di halaman, dia sedang menikmati udara sore.
"Selamat sore, Tuan Saudagar!" kata tukang samak dengan sopan.
"Selamat sore, Tukang Samak! Aku sedang menghirup udara segar sore ini!" seru saudagar. "Seminggu ini aku senang bau busuk dari rumahmu lama kelamaan menghilang. Kau lanjutkan saja pekerjaanmu dan tak usah pindah," katanya, tangannya melambai senang.
Tukang samak tersenyum. Ia berterimakasih dan tidak bilang apa-apa lagi. Ia tahu bau busuk pekerjaan menyamaknya tidak hilang sama sekali, ...hanya saja hidung saudagar kaya itu sekarang sudah terbiasa dengan baunya.

Terjemah bebas dari The Rich Man and the Tanner, www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini : hal apapun, yang buruk maupun yang baik,  jika dibiasakan akan menjadi kebiasaan. Tentunya yang kita inginkan tentu kebiasaan baik, maka biasakanlah melakukan sesuatu hal yang baik.




READ MORE - Orang Kaya dan Tukang Samak

Rabu, 17 Juli 2013

Pohon Delima, Pohon Apel, dan Belukar


Di sebuah kebun hidup berdampingan pohon delima dan pohon apel. Mereka hidup tidak rukun. Selalu saja mereka bertengkar tentang sesuatu. Mereka senang sekali menyombongkan diri mereka sendiri.
"Lihatlah diriku yang tinggi dan rimbun!" seru pohon delima. Tak mau kalah pohon apel membalas, "Tak serindang dan sehijau daun-daunku!"
Ketika pohon delima berbunga, ia berkata, "Alangkah indahnya diriku ini, dihiasi oleh bunga-bunga mekar indah rupawan!"
Ketika giliran bunga pohon apel mekar, ia berseru, "Amboi betapa senang semua orang melihat diriku bertaburan bunga-bunga yang sedang mekar!" 
Jika musim buah delima tiba, ia selalu berkata, "Oh, alangkah ranumnya buah delima. Semua orang menyukai buahku yang segar dan manis. Aku pohon kebanggaan Pak Tani."
Jika musim buah apel tiba, giliran pohon apel yang berseru, "Oh, lihatlah buah apel yang besar menggoda. Buahku lebih manis berair, membuat Pak Tani tak sabar ingin memetiknya!"
Dan begitulah mereka. Setiap musim mereka membanggakan diri mereka sendiri. Suatu ketika mereka bertengkar hebat sekali.
"Aku lebih tinggi!" kata pohon delima.
"Ya, tapi buahmu masam!" jawab pohon apel. "Lihat daun-daunku lebih rimbun!"
"Ya, tapi bungamu putih pucat!" seru pohon delima.
Kali ini ada yang sudah tidak tahan lagi mendengarnya. Sejumput belukar yang tumbuh di tepi kebun sudah bosan mendengar pertengkaran mereka. Ia tanaman yang tumbuh pendek, tak berbuah, dan tidak rindang. Semakin kesal dirinya mendengar kesombongan mereka berdua.
Ia lalu berteriak, "Hai kalian berdua! Hentikan pertengkaran kalian! Jika kalian tidak bisa saling menghargai satu sama lain, bisakah kalian menghargai diriku ini?"
Pohon delima dan pohon apel saling memandang. Lalu mereka menatap belukar yang bertubuh pendek, tidak pernah berbuah, dan berdaun jarang. Mereka saling memandang lagi, lalu diam tertunduk malu.

Terjemah bebas dari The Pomegranate, the Apple-Tree, and Bramble, www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini : tidak hanya yang bertengkar yang saling menyakiti, bisa jadi tanpa disadari lebih banyak orang lain yang disakiti.

READ MORE - Pohon Delima, Pohon Apel, dan Belukar

Selasa, 16 Juli 2013

Pak Tani dan Pohon Rambutan

Kebun Pak Tani luas sekali. Di dalamnya banyak sekali pohon buah. Ada pohon apel, pohon pisang, jambu, jeruk, nangka, durian, rambutan dan masih banyak pohon lainnya. Sungguh senang sekali jika sudah saatnya panen buah. Buah-buahan yang ranum bergantungan di dahan pohon, menunggu untuk dipetik. Buah apel hijau besar bergelayutan di dahan. Buah jambu air berwarna merah manis berair saat dikunyah. Buah pisang kuning langsat rasanya manis legit. Buah jeruk berwarna jingga manis asam menggoda lidah. Buah nangka besar dan hijau, jika dibelah harumnya tak tertahankan, daging buahnya kuning dan empuk. Dan jangan ditanya jika pohon durian yang sedang berbuah. Wah! Harum durian tersebar ke seluruh kebun! Pak Tani sangat bersuka cita dengan hasil kebunnya.
Tapi ada satu yang disayangkan Pak Tani. Sudah bertahun-tahun ia menunggu pohon rambutannya berbuah, tapi akhir penantiannya tak kunjung tiba juga. Pohon rambutannya tetap tidak mau berbuah. Pohon itu hanya menjadi tempat tinggal banyak burung pipit dan kenari. Kesabarannya habis sudah. Ia mengambil kapak untuk menebang pohon itu.


Burung-burung yang tinggal di pohon rambutan mengetahui maksud Pak Tani. Mereka lalu mengerubunginya, memohon agar pohon itu tidak ditebang.
"Cuit-cuit! Pak Tani yang baik hati! Kami mohon agar kamu tidak menebang pohon ini. Pohon ini adalah tempat tinggal kami. Mohon berbaik hatilah!" seru mereka dengan ramai.
Tapi Pak Tani tidak bergeming. Ia melangkah tegap ke arah pohon rambutan.
"Cuit-cuit! Pak Tani yang baik budi! Janganlah kau tebang pohon ini, biarkan kami menggantinya. Kami akan menyanyi setiap hari untuk menghiburmu," begitu kata burung-burung kenari. "Dan kami akan membantumu merawat kebunmu," tambah burung-burung pipit.
Tapi Pak Tani tak juga bergeming. Ia mengayunkan kapaknya. Duak! Duak! Duak! Suara kapak menghantam batang rambutan terdengar membahana. Tiba-tiba sesuatu mengenai kepalanya. Benda lengket menempel di rambutnya. Apa itu? Pak Tani segera saja berburuk sangka. "Burung-burung tadi pasti buang air di kepalaku!" Pak Tani berkata geram. Ia melepaskan kapaknya, tangan kirinya menyapu rambutnya. Dengan jijik Pak Tani mengamati tangannya yang lengket berwarna kuning. Ia mencium baunya. Yeek! Kotoran! pikirnya jijik. Tapi mulut Pak Tani berkata lain. Pak Tani malah berseru kaget, "Wooowww!!"
Ternyata benda lengket yang menimpanya adalah sarang madu. Lebah madu bersarang di dalam pohon rambutannya! Madu menetes-netes keluar dari dalam lubang pohon. Pak Tani tertawa gembira. Madu dari pohon rambutanku! Segera ia berlari pulang, menyimpan kapak dan membawa botol kosong untuk wadah madu miliknya. Pak Tani tidak jadi menebang pohon rambutannya. Ia merawatnya lebih baik dari sebelumnya. Semua burung menyaksikan dan bernyanyi gembira. Cuit-cuit! Tralala! Cuit-cuit! Trilili!

Terjemah bebas dari The Peasant and the Apple-Tree, www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini : seringkali orang sering lupa untuk memperhatikan kepentingan orang lain, dan lebih mementingkan kepentingannya sendiri.
 
  
READ MORE - Pak Tani dan Pohon Rambutan