Jumat, 16 September 2011

Kancil dan Harimau



Pada suatu hari kancil bertemu dengan harimau di hutan. Harimau berkata, “ Kata sepupuku daging kancil sangat lezat. Sekarang aku punya kesempatan untuk mencicipinya.”

Kancil menoleh ke kanan dan kiri, ia harus menemukan akal agar harimau tidak dapat menangkapnya. Lalu ia melihat segumpal  lumpur di bawah pohon.

“Jangan,” kata kancil. “Aku sedang menjaga kue Baginda Raja.”

Ia menggerakkan bahunya ke arah gumpalan lumpur itu.

Harimau sangat lapar, melihat gumpalan lumpur itu, menitiklah air liurnya.
“Kue raja? Nampaknya enak sekali. Aku mau mencobanya.”

“Jangan. Nanti Baginda Raja marah,” kata kancil sambil menghadang harimau di depan lumpur.

“Sedikit saja,” kata harimau.

“Tidak.”

 “Ayolah, raja tidak akan tahu, aku makan sedikit saja.”

“Hmmm... Baiklah, tapi biarkan aku pergi dulu, aku tidak mau disalahkan.”

“Pergilah.”

Kancil pun tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia melesat pergi.

Harimau segera menerkan kue sang raja dan menggigitnya.

“Puuaahh!” Harimau memuntahkan lumpur dari mulutnya.

“Ini lumpur!” kata harimau. “Awas kau kancil, kalau aku bertemu denganmu lagi , aku takkan mengampunimu!”

Esok harinya, kancil kembali bertemu dengan harimau.

“Nah. Jadi juga aku makan daging kancil.”

Kancil kembali mencari akal. Kebetulan ia melihat sarang lebah yang letaknya tidak tinggi.

“Kau tidak tahu, aku sekarang sedang menunggui tambur Baginda Raja? Kalau aku meninggalkan tugasku, seseorang pasti menabuhnya, dan Baginda Raja marah besar.”

“Ah, kau bohong. Mana ada tambur raja di sini?”

“Tentu saja ada. Itu, tuh. Di situ.”

Harimau melihat benda bulat yang tergantung di dahan pohon yang rendah.

“Benar juga kata kancil,” katanya dalam hati. “Tambur milik sang raja, bagaimana bunyinya ya?”

“Kancil,” kata harimau, “Aku tabuh tamburnya ya?”

“Jangan, nanti Baginda Raja marah.”

“Kalau begitu kau pergi dulu, baru aku menabuhnya. Dengan begitu kau tak kena marah.”

“Baiklah. Ingat, tunggu sampai aku agak jauh baru kau menabuh tambur itu, ya?”

Kancil pun lagi-lagi lolos dari bahaya. Ia segera melarikan diri.

Harimau menunggu beberapa saat kemudian mendekati sarang lebah itu. Ia memukulnya sekuat tenaga, berharap mendengar suara tambur yang merdu dan keras. Namun tambur itu hancur berantakan. Dari dalamnya muncul ribuan lebah yang menyengatnya tanpa ampun.

“Nggg! Nggg! Nggg!” Lebah-lebah terus mengejar harimau.

“Aduh! Aduh! Awas kau kancil, kau menipuku lagi!”

Harimau berlari namun lebah-lebah yang marah itu tetap mengejar dan menyengatnya. Harimau akhirnya menceburkan diri ke dalam kolam. Barulah lebah-lebah itu meninggalkannya. Seluruh tubuh harimau bengkak-bengkak akibat sengatan lebah.

Beberapa  hari kemudian, harimau melihat kancil sedang berbaring di bawah pohon. Tanpa menunggu lagi, ia menerkam kancil.

Kancil meronta,”Lepaskan aku! Gara-gara kau aku dimarahi Baginda Raja. Beliau memberikan kesempatan terakhir. Kalau aku gagal lagi menjalankan tugasku, tamatlah riwayatku.”

“Tugas apa? Jangan kaupikir bisa menipuku lagi. Kali ini aku benar-benar makan daging kancil.”

“Kau tidak melihat aku sedang menjaga ikat pinggang Baginda Raja?”

“Ikat pinggang? Mana?”

“Tuh, di bawah pohon beringin itu.”

Harimau mendekati pohon beringin. Benar ia melihat ikat pinggang besar yang cantik tergulung di sana. Harimau mendekati kancil lagi.

“Bagus sekali. Pasti aku cocok memakainya. Aku coba ya?”

“Tidak boleh!”

“Sebentar saja, tidak akan ada yang tahu.”

“Tidak.”

“Aku akan mencoba ikat pinggang itu lalu meletakkannya kembali.”
“Hmmm,” kancil pura-pura berpikir keras.

“Ayolah.”

“Kau begitu ingin mencoba ikat pinggang itu. Aku tidak tega menolaknya,” kata kancil. “Baiklah, tapi kau harus cepat. Jangan sampai ada yang melihat kau memakainya”

Harimau mengangguk-angguk penuh semangat. Ia pun segera mengambil ikat pinggang raja dan melingkarkannya di pinggangnya. Betapa terkejutnya ia melihat bahwa itu bukan ikat pinggang tetapi ular besar! Ular itu langsung membelitnya dan makin lama belitannya makin kencang.

Harimau meronta-ronta namun tak dapat melepaskan diri. Nafasnya pun mulai terasa sesak. Akhirnya ia coba menggigit ekor ular. Ular kesakitan dan mengendurkan belitannya sehingga harimau dapat melepaskan diri.

Kancil sudah tak tampak lagi.

0 komentar:

Posting Komentar