Rubah itu akhirnya menyadari ia tidak mungkin bisa menangkap burung gagak itu, lalu dengan kelihaiannya ia berupaya mendapatkan keju itu dengan tipu muslihat, cara yang kesukaannya.
"Oh sayangku, gagak kesayanganku!" rubah itu merayu dengan lembut.
"Oh si cantik dari hutan belantara, kau lebih kuat daripada burung elang, kau terbang lebih anggun daripada burung layang-layang, bulu-bulumu bersinar lebih cemerlang daripada merak. Tetapi sayang..." dia menambahkan dengan sedih, "walaupun engkau telah memiliki semua pesona itu, tetapi engkau tidak bisa bicara."
Mata burung gagak itu bersinar senang mendengar semua rayuan rubah, tetapi kata-kata terakhirnya membuatnya jengkel. Apa maksudnya bahwa ia tidak bisa bicara?
"Mungkin semua itu salah," kata si rubah menenangkannya. "Mungkin si burung bulbul yang menyebarkan kabar itu karena iri dengan suara indahmu yang bisa mengalahkan suaranya di hutan ini. Nyanyikan untukku beberapa nada, gagakku sayang, dan biarkan aku mendengarkan lagumu yang indah." kata rubah itu sambil menjilat bibirnya.
Bujukan rubah licik itu tidak tertahankan oleh si gagak.
"Kaok! Kaok! Kaok!" burung gagak itu berteriak keras. Suaranya sama sekali tidak enak didengar.
Bongkah keju jatuh dari paruhnya, si rubah dengan cepat menangkapnya lalu beranjak pergi sambil berteriak, "Nah, sekarang diamlah!"
"Jika akal sehatmu separuh saja dari kesombonganmu, kamu tentu masih punya keju itu," kata seekor gagak tua pemimpin kumpulan gagak itu.
Terjemah bebas dari : The Fox and the Crow, Richards Topical Encyclopedia. 1951
Pesan dari cerita ini adalah : jangan merasa takabur dengan sanjungan dari orang lain.
0 komentar:
Posting Komentar