Perang berkecamuk di mana-mana. Semua penduduk yang sudah dewasa diwajibkan untuk turut berperang, tidak ada kecuali. Semua anak lelaki yang sudah bisa memanggul senjata harus turut ke medan perang. Para wanita juga turut berjuang di garis belakang. Mereka menyiapkan bekal dan senjata. Mereka pun mengobati semua korban yang terluka. Semua bekerja dengan tanpa kenal lelah. Musuh sudah di depan mata. Negeri sedang dalam bahaya.
Pasukan musuh tiba di lapangan terbuka di depan gerbang kota. Penduduk sudah bersiap-siap, mereka berbaris membawa senjata di balik gerbang. Zaman dahulu, perang dilakukan oleh dua pasukan yang berhadapan satu sama lain. Mereka berbaris berhadapan di lapangan terbuka yang luas. Masing-masing membawa tambur, genderang, dan terompet. Berbunyi bising sahut menyahut mereka menyemangati serdadu yang akan bertempur mati-matian. Demikian juga kali ini.
Penduduk kota berbaris keluar gerbang. Dua pasukan berhadapan. Terompet musuh berbunyi nyaring. Tot...teretetet...teretetet...teretetet! Pasukan musuh bersorak ganas. Terompet berbunyi lagi lebih nyaring. Tot...teretetet...teretetet...teretetet! Pasukan musuh bersorak lebih ganas. Sekali lagi terompet berbunyi lebih nyaring. Tot...teretetet...teretetet...teretetet! Kali ini pasukan musuh menyahut dengan teriakan perang yang panjang melengking. Mereka berlari kencang seperti dikejar banteng, menerjang pasukan penduduk kota. Serbu!!!
Dua pasukan itu bertempur habis-habisan. Suara pertempuran yang dahsyat terdengar hingga jauh ke pedesaan. Awalnya penduduk kota terdesak hingga ke gerbang kota, tapi mereka melawan balik. Penduduk kota berjuang lebih keras. Mereka bertempur lebih hebat. Mereka harus mempertahankan negeri dari penjajah. Terompet musuh sekarang terdengar sumbang. Toeet...toeet...toeet...pret!
Akhirnya pasukan musuh dipukul mundur. Suara terompet tak terdengar sama sekali. Medan pertempuran sunyi senyap, yang tersisa adalah suara-suara mengaduh serdadu yang minta pertolongan. Para penduduk berkeliling mencari korban yang selamat, dan seorang dari mereka lalu berteriak, "Hei, kemari semua! Aku menemukan si peniup terompet!"
Peniup terompet musuh tergeletak di tanah, pura-pura mati. Ia tak sempat melarikan diri. Para penduduk berdatangan ke arahnya sambil menodongkan senjata. Ia tak mampu lagi berpura-pura mati, tubuh peniup terompet menggigil ketakutan setengah mati. "Hei! Ia masih hidup!" seru semua orang.
"Mohon ampuni aku! Aku hanya peniup terompet!" seru si peniup terompet. Ia duduk berlutut. "Aku tidak membawa senjata. Aku tidak menyakiti satupun dari kalian. Aku hanya meniup terompet tembaga kuningan ini."
"Justru karena itulah kami akan menghukummu dengan berat!" seru para penduduk. "Kamu tidak bertempur seperti kawanmu yang lain, tapi kamu memberi semangat kepada mereka sehingga mereka mau bertempur habis-habisan!"
Peniup terompet diam seribu bahasa. Ia akan menerima hukuman yang setimpal.
Terjemah bebas dari The Trumpeter Taken Prisoner, www.aesopfables.com
Pesan dari cerita ini : penghasut sama jahatnya dengan penjahat, malah ia lebih buruk karena mendorong orang melakukan kejahatan.
0 komentar:
Posting Komentar